Membela Sunnah Bagian 7

Pentingnya Sunnah Walaupun Sunat (Mustahab)
 

Mereka juga berkata: “Yang kami maksud dengan furu’ adalah yang sunnat-sunnat (yang tidak wajib). Mengapa kita harus disibukkan dengan yang sunnat-sunnat, bukankah banyak perkara-perkara yang lebih penting?
 
Lihatlah ucapan mereka! Apakah perkara-perkara sunnat tidak penting?
Identik dengan ucapan sebelumnya, kalimat inipun terucap karena mereka menganggap bahwa amal-amal sunnat menghalangi “yang lebih penting.” Kalau kita desak apakah yang lebih penting itu? Kembali mereka akan mengatakan “dakwah dan jihad”, seakan-akan dakwah dan jihad bertentangan dengan perkara menghidupkan sunnah.
 
Sesungguhnya jika dakwah dan jihad itu dengan cara sunnah, tidak mungkin bertentangan dengan perkara-perkara sunnat. Bahkan sesungguhnya perkara- perkara sunnat adalah pelengkap perkara-perkara wajib dan pendukungnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
Sesungguhnya amal pertama dihisabnya manusia di hari kiamat adalah masalah shalat. Beliau berkata: Rabb kita ‘Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat-Nya: Lihatlah shalat hamba-Ku! Dia menyempurnakan atau menguranginya? Jika shalat itu sempurna, maka ditulislah baginya sempurna, dan kalau ada kekurangan padanya, Allah berfirman: Lihatlah! Apakah hamba-Ku memiliki shalat-shalat sunnat? Kalau dia memiliki shalat-shalat sunnat, Dia berfirman: sempurnakan kewajiban hamba-Ku dengan sunat-sunatnya! Kemudian diambillah (seluruh) amalan-amalan seperti itu.” (HR. Abu Dawud).
 
Lihatlah hadits ini dengan teliti! Akan tampak bagi kita betapa pentingnya perkara- perkara sunnat karena Dia merupakan penambah apa-apa yang kurang dari perkara wajib.
 
Berkata Syaikh Abdus Salam Barjas: “…termasuk sesuatu yang tidak perlu diragukan bahwa melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana Allah perintahkan (dengan sempurna, peny) adalah sesuatu yang berat bagi rata-rata manusia. Karena amal mereka tidak lepas dari kekurangan-kekurangan, seperti ditinggalkannya kekhusyu’an dalam shalat atau tidak tuma’ninah padanya. Juga seperti berbuat sia-sia, ghibah dan namimah dalam puasa atau berbuat kefasikan dan perdebatan dalam haji dll. Semua ini dan yang semodel dengannya akan menyebabkan seorang hamba dibalas dan berkurang pahala kewajibannya.
 
Tetapi sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla yang banyak fadlilah-Nya dan luas rahmat- Nya menjadikan untuk hamba-Nya sesuatu yang akan menyempurnakan kekurangan itu dan memperbaiki kerusakannya, yaitu dengan menjaga apa yang disyariatkan-Nya dari pahala-pahala sunnat.
 
Untuk itu tidaklah pantas bagi seorang yang berakal meremehkan sesuatu yang menyempurnakan kewajiban-kewajibannya dan mendekatkan kepada keridlaan Rabb-Nya. (Dlaruratul Ihtimam bis Sunnah hal. 47-48).
 
Kemudian Syaikh Abdus Salam Barjas menukil ucapan Imam Syathibi dalam Muwafaqat 1/92, beliau berkata: “Sesuatu yang mandub (sunnat) jika engkau lihat dengan pandangan yang lebih luas dari pandangan sebelumnya, maka akan kau dapati bahwa perkara-perkara sunnat adalah pembantu bagi yang wajib, karena dia bisa jadi sebagai pembukaan bagi yang wajib, penyempurna atau pengingatnya.” (Dlaruratul Ihtimam hal 48).
 
Demikianlah sesungguhnya tidak pantas bagi seorang muslim yang mukhlis untuk meremehkan masalah sunnah walaupun sunnat. Apa lagi mencelanya. Wallahu a’lam.

Sumber: Majalah Salafy edisi XIII, Sya’ban – Ramadhan 1417 H. Tulisan Ust. Muhammad Umar As Sewed

oo00oo

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Hidupkan Sunnah
KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image