Kebenaran Tidak Diukur dengan Banyaknya Orang yang Mengikutinya

Al Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah

Orang yang cermat pandangannya dan benar imannya tidak akan merasa gelisah karena sedikitnya teman dan bahkan dari tiadanya teman jika hatinya telah merasa berteman dengan generasi pertama (salafus shalih) dari orang-orang yang diberikan nikmat oleh Allah Azza wajalla, yaitu para nabi, siddiqun (orang-orang yang membenarkan), syuhada (orang-orang yang mati syahid), dan orang-orang shalih, dan mereka itulah sebaik-baik teman. Maka kesendirian seseorang dalam pencariannya mencari hidayah sebagai bukti kesungguhan dia dalam mencari kebenaran.

Ishaq bin Rahawaih pernah ditanya tentang suatu perkara, lalu dia menjawab. Maka dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya saudaramu Ahmad bin Hanbal mengatakan perkara ini seperti itu.” Maka dia menjawab, “Aku tidak menyangka bahwa seseorang sepakat denganku dalam perkara ini.”

Dia tidak merasa kesepian setelah tampak al haq (kebenaran) baginya meskipun tidak ada yang sependapat dengannya. Sesungguhnya al haq (kebenaran) jika telah tampak dengan jelas, maka tidak membutuhkan saksi yang mendukungnya. Sebab qalbu melihat kebenaran sebagaimana mata melihat matahari. Maka, jika seseorang telah melihat matahari, dan berdasarkan keilmuan dan keyakinannya bahwa matahari telah terbit, maka dia tidak membutuhkan saksi untuk itu dan tidak membutuhkan orang untuk sepakat atas apa yang dilihatnya.

Betapa bagusnya apa yang dikatakan Abu Muhammad Abdurrahman bin Isma’il yang dikenal dengan nama Abu Syamah dalam kitabnya Al Hawaditsu wal Bida’,

“Dimana terdapat perintah untuk berpegang teguh terhadap jama’ah. Maka yang dimaksud denganya adalah, berpegang teguh terhadap kebenaran dan mengikutinya, meskipun orang yang berpegang teguh kepadanya teramat sedikit, sedangkan orang yang menyelisihinya sangatlah banyak. Sebab al haq (kebenaran) adalah apa yang ada pada jama’ah pertama pada masa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan shahabatnya (salafus ahalih), dan tidak perlu menoleh kepada banyaknya ahlul bid’ah sepeninggal mereka.”

‘Amr bin Maimun Al-Audi berkata, “Aku telah menemani Mu’adz di Yaman, dan aku tidak berpisah dengannya hingga aku menguburkannya di Syam. Kemudian setelah itu, aku menemani orang yang paling faqih, Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, maka aku mendengar beliau berkata, ‘Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap jama’ah. Sebab tangan Allah Azza wajalla di atas jama’ah.’
Pada suatu hari aku mendengar beliau berkata, ‘Akan memimpin kalian para pemimpin yang mengakhirkan shalat dari waktunya, maka shalatlah kalian tepat pada waktunya, sebab demikian itu adalah yang wajib, dan shalatlah kalian bersama mereka karena shalat itu bagi kalian adalah tambahan (sunnah).’ Aku berkata, ‘Wahai shahabat Muhammad! Aku tidak mengerti apa yang engkau bicarakan kepada kami?’ beliau berkata, ‘Apakah itu?’ Aku berkata, ‘Engkau memerintahkan aku berjama’ah dan menghimbauku kepadanya kemudian engkau berkata, ‘Shalatlah kalian sendirian, dan demikian itu adalah yang wajib, dan shalatlah kalian bersama jama’ah, dan itu sunnah?’ Beliau berkata, ‘Wahai ‘Amr bin Maimun, aku mengira engkau orang yang terpandai tentang fiqh dari penduduk negeri ini. Engka mengerti, apa jama’ah itu?’ Aku berkata, ‘Tidak.’ Beliau berkata, ‘Sesungguhnya mayoritas masyarakat adalah orang-orang yang berpaling dari jama’ah. ‘

اَلْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقُّ وَإِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ

“Jama’ah adalah apa-apa yang mencocoki al haq, meskipun engkau hanya sendirian’.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Maka dia memukul pahaku dan berkata, ‘Celakalah kamu! Sesungguhnya mayoritas manusia berpaling dari jama’ah. Sesungguhnya jama’ah adalah apa yang sesuai dengan keta’atan kepada Allah ‘Azza wa Jalla’.”

Nu’aim bin Hammad berkata, “Yakni, jika jama’ah telah rusak, maka engkau harus berpegang teguh terhadap apa yang telah dilakukan jama’ah ketika sebelum rusak, meskipun engkau sendirian, maka sesungguhnya ketika itu engkau adalah jama’ah.”

Hasan Al-Bashri berkata, “Sunnah itu -demi Dzat yang tiada Tuhan selain Dia- di antara orang yang berlebih-lebihan dan orang yang meremehkan. Maka bersabarlah kalian di atasnya, semoga Allah merahmati kalian. Sebab Ahlus Sunnah adalah minoritas di antara manusia pada masa lalu dan mereka juga manusia minoritas pada masa sesudahnya. Yaitu orang-orang yang tidak pergi bersama orang-orang yang bermewah-mewahan dalam kemewahan mereka, dan juga tidak bersama orang-orang yang mengikuti bid’ah dalam kebid’ahan mereka, dan mereka sabar atas Sunnah hingga bertemu dengan Rabb mereka. Maka dalam keadaan demikianlah kalian harus berada, insya Allah.”

Muhammad bin Aslam Ath-Thusi, seorang imam yang disepakati keimamannya adalah orang yang paling mengikuti sunnah pada masanya, hingga beliau berkata, “Tidak sampai kepadaku Sunnah dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melainkan aku mengamalkannya. Dan sungguh aku ingin thawaf di Ka’bah dengan naik unta, namun tidak memungkinkan bagiku untuk melakukannya.“
Maka sebagian ulama di masa beliau pernah ditanya tentang As-Sawad Al-‘Azham yang disebutkan dalam hadits, “Jika manusia berselisih maka hendaklah kalian berpegang teguh terhadap As-Sawad Al-‘Azham.” Maka mereka berkata, “Muhammad bin Aslam Ath-Thusi adalah As-Sawad Al-‘Azham.”

Benar, demi Allah, bahwa di suatu masa bila di dalamnya terdapat orang yang mengerti tentang As Sunnah dan mendakwahkannya, maka dia adalah hujjah, ijma’, dialah As-Sawad Al-‘Azham, dan jalan orang-orang Mukmin dari generasi pertama umat ini. Barangsiapa memisahkan diri darinya dan mengikuti selainnya, maka Allah Subhanahu wata’ala akan memalingkan dia kepada apa yang dia berpaling dan Allah Subhanahu wata’ala akan memasukkan dia ke Jahannam, seburuk-buruknya tempat kembali.

(Disalin dari kitab Ighatsah Al-Lahfan min Masyahid Asy-Syaithan, Karya Al Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah)

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Al Manhaj As Salafus Shalih, Ighatsatul Lahafan, Renungan Salaf, TAZKIYATUN NUFUS
2 comments on “Kebenaran Tidak Diukur dengan Banyaknya Orang yang Mengikutinya
  1. Wisnu Prabowo berkata:

    Bagus banget. Jazzakallahu khoir

  2. suheri berkata:

    Jazzakallahu khoir atas ilmunya

Tinggalkan komentar

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image