Demonstrasi Merupakan Bentuk Tasyabbuh Orang kafir

Zuhair Syarif

Sangat disayangkan, para demonstran ini mayoritas mereka adalah aktivis-aktivis Islam. Tetapi mengapa mereka melakukan hal ini? Mana ciri Islam mereka? Atas dasar apa melakukan hal itu? Apakah berdasarkan dalil ataukah berlandaskan syubhat (kekaburan pemahaman)? Mereka –mahasiswa/rakyat yang beragama Islam- tidak sadar bahwa mereka telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, junjungan mereka: yaitu larangan menyerupai orang-orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka mereka termasuk kaum tersebut.” Masalah demonstrasi ini termasuk bentuk tasyabbuh terhadap orang kafir.

Telah diterangkan oleh Syaikh Al-Albani hafidhahullah tatkala seorang penanya menyampaikan pertanyaan kepada beliau yang lengkapnya demikian:

Penanya: “Apa hukumnya demonstrasi/unjuk rasa, misalnya para remaja, laki-laki maupun perempuan keluar ke jalan-jalan?”

Syaikh: “Para perempuan juga?”

Penanya: “Benar! Sungguh ini telah terjadi.”

Syaikh: “Masya Allah.”

Penanya: “Mereka keluar ke jalan-jalan dalam rangka menentang sebagian permasalahan yang dituntut atau diperintahkan oleh orang yang mereka anggap thaghut-thaghut, atau apa yang mereka tuntut dari organisasi/partai-partai politik yang bertentangan dengan mereka. Apa hukumnya perbuatan ini?”

Syaikh: “Aku katakan –wabillahi taufiq– jawaban dari soal ini masuk pada kaidah dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang dikeluarkan oleh Abu Dawud di dalam Sunannya dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radliyallahu ‘anhu atau hadits Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma –saya ragu apakah beliau Abdullah bin ‘Amr atau Ibnu Umar-, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku diutus dengan pedang dekat sebelum hari kiamat sampai hingga hanya Allah-lah yang disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan Allah menjadikan rezekiku di bawah naungan tombak, dijadikan kerendahan dan kekerdilan atas orang yang menyelisihi pemerintah. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum mereka.” Yang dijadikan dalil dari ucapan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ini adalah perkataan: barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum mereka.”

Maka tasyabbuh (penyerupaan) seorang muslim kepada seorang kafir tidak dibolehkan dalam Islam. Tasyabbuh kepada seorang kafir ada beberapa tingkatan dari segi hukum. Yang tertinggi adalah haram dan yang terendah adalah makruh. Permasalahan ini sudah diterangkan secara rinci oleh Syaikhul Islam di dalam kitabnya yang agung, Iqtidla` Shiratal Mustaqim, Mukhalafata Ashabil Jahim, secara rinci dan tidak akan didapat selain dari beliau rahimahullah. Aku ingin memperingatkan perkara yang lain, yang sepantasnya bagi thalibul ilmi memperhatikannya agar tidak menyangka bahwa hanya tasyabbuh saja yang dilarang syariat.

Ada perkara lain –yang lebih tersamar- yaitu perintah untuk menyelisihi orang-orang kafir. Tasyabbuh kepada orang-orang kafir adalah menjalankan kesukaan mereka. Adapun menyelisihi orang-orang kafir adalah engkau bermaksud menyelisihi mereka pada apa yang kita dan mereka mengerjakannya tetapi mereka tidak merubahnya. Seperti sesuatu yang ditetapkan dengan ketetapan yang alami. Maka ini adalah ketetapan alami, yang tidak berbeda antara muslim dengan kafir, karena sesungguhnya pada ketetapan ini, tidak ada usaha dan kehendak dari makhluk. Karena yang demikian adalah sunnatullah tabarak wa Ta’ala kepada manusia, dan engkau tidak akan mendapati sunnatullah itu berubah. Sebagaimana telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak menyemir rambut-rambut mereka, maka selisihi mereka (2x).” Sungguh dalam hal ini seorang mukmin mungkin menyerupai orang kafir dalam hal uban. Dan ini tidak ada perbedaannya. Engkau tidak akan menemukan seorang muslim yang tidak beruban kecuali sangat sedikit sekali. Ada kesamaan di sini pada penampilan antara muslim dan kafir yang sama-sama keduanya tidak bisa memiliki/ mengatur sebagaimana yang kami katakan tadi. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menyelisihi kaum musyrikin, yakni dengan menyemir uban rambut-rambut kita. Sama saja rambut, jenggot atau kepala. Untuk apa? Agar dengan ini tampak perbedaan antara muslim dan kafir. Maka apa tujuannya kalau apabila seorang kafir mengerjakan suatu amalan, lalu seorang muslim ikut melakukannya dan terpengaruh dengan perbuatan-perbuatan mereka? Ini kesalahan yang lebih parah daripada menyelisihi. Dalam masalah ini, aku memperingatkannya sebelum memasuki bahasan dalam menerangkan jawaban yang ditujukan padaku. Jika telah diketahui perbedaan antara tasyabbuh dengan penyelisihan, maka seorang muslim yang benar keislamannya hendaknya terus menerus berusaha menjauhi bertasyabbuh dengan orang kafir. Sebaliknya harus berusaha menyelisihi mereka. Dengan alasan inilah kami menyunnahkan (membiasakan) meletakkan jam tangan di tangan kanan, karena mereka yang pertama kali membuat jam tangan memakainya di tangan kiri.

Kami mengambil istinbath demikian berdasar ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Maka selisihilah mereka.” Kalian mengetahui hadits ini, “bahwa Yahudi dan Nashara tidak menyemir rambut mereka, maka selisihilah mereka.” Sebagaimana yang diucapkan oleh Syaikhul Islam dalam kitab tersebut (iqtidla). Ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Maka selisihilah mereka,” merupakan hujjah yang mengisyaratkan penyelisihan terhadap orang-orang kafir sebagaimana yang dikehendaki oleh As-Sami’ul ‘Alim (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kami mendapati praktek penyelisihan dalam amalan dan hukum-hukum bukan termasuk wajib. Seperti makan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau, “Shalatlah kalian di atas sandal-sandal kalian,” “Selisihilah Yahudi (2x).” Di sini diketahui bahwasanya shalat memakai sandal bukan fardlu. Beda dengan memanjangkan jenggot, karena orang yang mencukurnya akan mendapat dosa. Adapun shalat dengan bersandal itu adalah perkara yang sunnah (mustahab). Namun apabila seorang muslim terus menerus tidak memakai sandal ketika shalat, justru telah menyelisihi sunnah, dan bukan menyelisihi Yahudi.

Ada suatu hal yang perlu diperhatikan di sini sebagaimana dalam riwayat sikap tawadlu Ibnu Mas’ud ketika beliau mempersilakan Abu Musa Al-Asy’ari mengimami shalat waktu itu. Padahal kedudukan Ibnu Mas’ud lebih utama dari Abu Musa radliyallahu ‘anhu. Pada waktu itu Abu Musa Al-Asy’ari melepas sandalnya, dan segera ditegur dengan keras oleh Ibnu Mas’ud. “Bukankah ini perbuatan orang-orang Yahudi? Apakah kau menganggap dirimu ada di lembah Thursina yang disucikan?” Ucapan Ibnu Mas’ud ini menegaskan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Shalatlah di atas sandal kalian dan selisihilah Yahudi!”

Apabila dua hakekat ini telah dipahami, yaitu (larangan) tasyabbuh dan (perintah) menyelisihi kaum musyrikin, maka wajib bagi kita untuk menjauhi setiap perilaku kesyirikan dan segala bentuk kekufuran.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh kalian benar-benar akan mengikuti jalan-jalan yang ditempuh oleh orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, bahkan kalaupun mereka menyusuri atau masuk ke lubang biawak niscaya kalian pun akan memasukinya.”

Berita dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini mengandung peringatan bagi umat ini. Namun di samping itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan dalam hadits mutawatir: “Akan selalu ada dari umatku suatu kelompok yang menampakkan al-haq. Tidak membahayakan mereka orang yang menyelisihi mereka sampai datang hari kiamat.”

Jadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu telah memberikan kabar gembira dalam hadits shahih ini bahwasanya umat ini terus dalam keadaan baik. Tatkala datang berita ini, yaitu “sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan sebelum kalian,” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memaksudkan dalam hadits ini setiap individu dari umatnya akan mengikuti jalan orang-orang kafir. Maka ucapan itu bermakna peringatan artinya “hati-hati kalian, jangan mengikuti sunnah orang-orang sebelum kalian. Dan sesungguhnya akan ada dari kalian orang-orang yang melakukannya.”

Dalam riwayat lain selain riwayat As-Shahihain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan perbuatan orang Yahudi pada tingkat yang sangat parah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (dalam riwayat itu): “Bahkan ada dari mereka (Yahudi) orang yang mendatangi (menzinahi) ibunya di tengah-tengah jalan, dan niscaya akan ada pula dari kalian yang akan melakukannya.”

Kecenderungan pada zaman ini telah membuktikan kebenaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, walaupun masih perlu adanya penelitian yang lebih mendalam. Dan pada sebagian hadits-hadits yang telah tsabit Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ada di antara manusia bersetubuh seperti bersetubuhnya keledai di jalan-jalan.” Ini adalah puncak kejelekan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir.

Apabila kalian telah mengetahui larangan bertasyabbuh dan perintah untuk menyelisihi (orang-orang kafir), maka kembali kepada permasalahan demonstrasi (unjuk rasa), kita saksikan dengan mata kepala sendiri saat Perancis menguasai Suriah dan apa yang terjadi di Aljazair. Di sana terdapat kesesatan dan tasyabbuh dengan turut sertanya para wanita dalam demonstrasi.

Demikian itu merupakan kesempurnaan tasyabbuh terhadap orang kafir, baik laki-laki atau perempuan. Karena, kita melihat melalui foto-foto, atau berita lewat radio dan televisi atau selainnya, tentang keluarnya beribu-ribu manusia dari kalangan orang-orang kafir Afrika maupun Syiria dan yang lainnya. Menurut ungkapan orang-orang Syam, keluarga laki-laki dan wanita dalam keadaan “meleit temkit”. Meleit temkit maksudnya mereka berdesakan antara punggung dengan punggung, atau pinggul dengan pinggul dan lain-lain. Saya katakan dari segi yang lain (yang berhubungan dengan demonstrasi): Bahwasanya demonstrasi ini, menunjukkan sikap taklid terhadap orang-orang kafir dalam rangka menolak undang-undang yang ditetapkan oleh hakim-hakim mereka. Demonstrasi ala Eropa dengan sikap taklidiyah (ikut-ikutan) dari kalangan kaum muslimin, bukan termasuk cara yang syar’i untuk memperbaiki hukum dan keadaan masyarakat. Dari sini setiap jama’ah hizbiyah, kelompok Islam jelas telah melakukan kekeliruan besar karena tidak menelusuri jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam merubah keadaan masyarakat.

Tidak ada dalam aturan Islam merubah keadaan masyarakat dengan cara bergerombol-gerombol, berteriak-teriak dan demonstrasi (unjuk rasa). Islam mengajarkan ketenangan, dengan mengajarkan ilmu di kalangan kaum muslimin serta mendidik mereka di atas syariat Islam sampai berhasil, walaupun harus dengan waktu yang sangat panjang.

 

Dengan ini saya katakan dengan ringkas, demonstrasi dan unjuk rasa yang terjadi di sebagian negara Islam pada asalnya adalah penyimpangan dari jalan kaum mukminin[6] dan tasyabbuh (menyerupai) golongan kafir. Sungguh Allah telah berfirman (yang artinya): “Barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahanam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115)

Penanya: “Mereka –para demonstran- berdalih dengan dalil Sirah (sejarah Nabi), bahwasanya setelah Umar radliyallahu ‘anhu masuk Islam, kaum muslimin (serentak) keluar. Umar pada suatu barisan sedang Hamzah di barisan lain. Maka mereka (yang pro demonstrasi) mengatakan unjuk rasa ini untuk mengingkari thaghut-thaghut dan orang kafir Quraisy. Bagaimanakah jawaban anda dengan dalil semacam ini?”

Jawab: Jawaban terhadap pendalilan semacam itu adalah: Berapa kali aksi demonstrasi ini terjadi pada masyarakat Islam (dulu)? Hanya satu kali. Padahal Sirah termasuk sunnah yang diikuti, menurut ulama fiqih. Mereka mengatakan kalau tsabit dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu ibadah yang disyariatkan, akan diberi pahala orang yang melakukannya. Dan dalam pelaksanaannya pun tidak boleh terus menerus tanpa putus karena dikhawatirkan menyerupai perkara wajib dengan sebab lamanya waktu.

Kebanyakan manusia, -menurut adat mereka- kalau ada salah satu muslim meninggalkan sunnah seperti ini, niscaya akan diingkari dengan keras. Demikian menurut para ahli fikih. Maka bagaimana kalau ada suatu peristiwa yang sekilas terjadi pada waktu tertentu seperti disebutkan di dalam Sirah di atas, kemudian dijadikan sunnah yang diikuti, bahkan dijadikan hujjah untuk mendukung apa yang diperbuat oleh orang-orang kafir secara terus menerus, sedang kaum muslimin tidak secara mutlak melakukannya kecuali pada saat itu saja[7].

Kita mengetahui kebanyakan pemerintahan mempunyai hukum-hukum yang keluar dari Islam dan kadang-kadang manusia dipenjarakan dengan dhalim dan melampaui batas, maka bagaimana sikap kaum muslimin dalam hal ini? Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan dalam hadits shahih wajibnya taat[8] kepada pemerintah walaupun dia mengambil hartamu dan memukul punggungmu. Namun kenyataannya demonstrasi bukan ketaatan kepada pemerintah seperti yang digariskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Inilah yang aku khawatirkan tentang apa yang dinamakan “kebangkitan (shahwah) suara kebenaran”, bagaimana kita akan meridlainya? Bagaimana mungkin suatu “kebangkitan” (shahwah) dengan perasaan, bukan dengan ilmu? Padahal ilmu itulah yang menjadikan perkara itu dianggap baik atau buruk.

Tidak diragukan lagi di Aljazair dan di setiap negara Islam, shahwah ini lahir dari pemuda Muslim setelah mereka “bangun dari tidur”. Akan tetapi engkau akan melihat mereka berjalan di atas jalan yang menunjukkan ketidakgigihan mereka dalam menuntut ilmu Allah ‘Azza wa Jalla.

Kita tidak memperpanjang pembahasan. Cukuplah kita katakan pengambilan mereka terhadap dalil ini menunjukkan kebodohan mereka terhadp fiqh Islam sebagaimana yang kami telah isyaratkan di depan. Kejadian yang sesaat ini terbetik pada diri saya dan saya teringat bahwa kejadian ini tercatat dalam Sirah. Akan tetapi saya belum bisa mendapati shahih atau tidaknya saat ini. Jika riwayat ini shahih sanadnya dan ada salah seorang di antara kalian mendapati riwayat ini pada kitab-kitab hadits standar, tolong ingatkan saya. Sehingga saya bisa memeriksa barangkali riwayat tentang demonstrasi dalam sirah tersebut shahih. Maka kalaupun shahih, hanya dilakukan satu kali saja. Jika terjadi hanya sekali saja, tentu tidak bisa dijadikan sunnah. Apalagi bila demonstrasi saat ini lebih sering dilakukan oleh orang-orang kafir yang seharusnya kaum muslimin menyelisihinya.

Kejadian ini dilakukan oleh orang-orang kafir kemudian kita mengikutinya. Ulama Hanafiyah telah membuat pijakan di dalam masalah fiqhiyah bahwasanya ada suatu masalah yang merupakan sunnah Muhammadiyah yang tidak sepantasnya ditinggalkan, yaitu sunnah membaca surat Sajadah pada pagi hari Jum’at (saat shalat subuh). Ini terdapat dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim). Walaupun demikian ulama Hanafiyah menganjurkan pada imam-imam masjid agar sesekali meninggalkannya, dikhawatirkan apabila terus menerus diamalkan di kalangan orang awam, akan mengangkat hukumnya keluar dari hukum asalnya.

Kami mempunyai bukti yang mendukung ketelitian dalam fiqih dan pemahaman terhadap sunnah ini. Saya sangat ingat bahwasanya imam di masjid besar Damaskus, yaitu masjid Bani Umayah, mengimami shalat shubuh di masjid tersebut dan dia tidak membaca surat Sajadah. Baru saja imam salam, tiba-tiba mereka membentak dan mendatangi imam tersebut seraya berkata: “Kenapa engkau tidak membaca surat sajadah?” Kemudian ia menerangkan bahwa hal itu adalah sunnah, dan kadang-kadang dianjurkan untuk meninggalkannya.

Kejadian ini terjadi karena imam masjid mengamalkan amalan tersebut secara terus menerus dan berlangsung lama. Dan saat itu ia tidak mengerjakan amalan tersebut.

Lebih aneh lagi yang terjadi pada diri saya. Pada suatu hari saya berada dalam perjalanan dari Damaskus kira-kira 60 km ke Madhaya. Maka aku mampir di pagi hari Jum’at untuk shalat berjamaah bersama kaum muslimin di sana. Tatkala itu imam tidak datang. Maka mereka mencari pengganti imam yang cocok. Mereka tidak mendapati pengganti kecuali saya. Pada waktu itu saya masih muda dan jenggot saya baru tumbuh. Dalam keadaan bingung, mereka menyuruh saya maju. Saya sebenarnya belum hafal surat Sajadah dengan baik, maka aku membaca surat Maryam. Aku membaca dua halaman awal. Tatkala aku takbir untuk ruku, maka aku merasakan semua makmum malah sujud. Ini menunjukkan karena apa? Karena adat kebiasaan (yakni mereka sujud tilawah karena kebiasaan dan bukan dengan ilmu, ed).

Seyogyanya para imam menjaga keadaan masyarakatnya agar tidak ghuluw (berlebihan) pada sebagian hukum-hukum. Lalu memberi penjelasan bahwa masalah syariat, wajib untuk diambil dengan tanpa sikap keterlaluan hingga mengangkat derajat hukum sunnah menjadi wajib, dan sebaliknya yang wajib menjadi sunnah. Semua ini adalah ifrath dan tafrith yang tidak diperbolehkan. Inilah jawaban saya terhadap pendalilan (riwayat Umar di atas) yang menunjukkan atas kebodohan orang yang mengambil dalil dengannya.” (Kaset Fatawa Jeddah no. 89980, pagi subuh, hari Ahad 27 Jumadil Akhir 1410 H).

Sumber: Majalah Salafy rubrik Mabhats edisi XXVII/1419 H/ 1998 M


[6] shahabat, ed.

[7] Ini bukti bahwa para shahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in dan seterusnya tidak mengambil kejadian itu sebagai sunnah dalam rangka mengingkari pemerintah.

[8] Taat dalam arti tidak memberontak dan lepas dari baiat dengan tetap meninggalkan kemaksiatan dan tidak taat dalam kemaksiatan.

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Demokrasi dan Pemilu, Jihad Fii Sabilillah
KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image