Partai dan Parlemen – Dialog Syaikh Al Albani Dengan Pemuda FIS (Bagian 2)

Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi

Bagian 2
Surat Syaikh Al Albani Kepada Pemuda FIS

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji milik Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya dan kami berlindung kepada Allah dari segala keburukan diri kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami. Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah tidak akan ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan tidak akan ada yang dapat memberikan hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.

Selanjutnya kepada majelis dakwah dan bimbingan organisasi FIS, Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Wa ba’du, pagi hari ini Selasa, 18 Jumadil Akhir 1412 H, saya telah menerima surat dari kalian yang dikirimkan melalui faks. Saya telah membacanya dan memahami pertanyaan-pertanyaan sekitar pemilu yang menurut kalian akan segera dilaksanakan pada hari Kamis, yaitu lusa. Kalian mengharapkan agar saya segera memberikan jawaban. Oleh karena itu, saya bergegas untuk menuliskan jawabannya pada malam Rabu, agar segera dapat dikirimkan kepada kalian melalui faks esok harinya, insya Allah. Saya menyatakan terima kasih karena kalian berbaik sangka kepada saudara kalian dan atas pujian kalian yang tidak layak saya terima. Saya memohon kepada Allah semoga kalian diberi taufik dalam berdakwah dan dapat memberi bimbingan kepada ummat.

Sekarang inilah jawaban saya terhadap pertanyaan kalian sesuai kemampuan saya dengan mengharapkan petunjuk Allah, semoga saya ditunjukkan jalan yang benar dalam memberikan jawaban ini.

Pertanyaan pertama:
”Bagaimanakah hukum syar’i tentang Pemilu parlemen yang sedang kami ikuti untuk menjadi jembatan mendirikan negara Islam dan khilafah Islam ?”

Jawab :
Suasana paling membahagiakan kaum muslimin di negeri mereka adalah ketika bendera Laa ilaaha ilAllah dikibarkan dan hukum Allah dijalankan. Tidak diragukan lagi, setiap orang Islam –sesuai dengan kemampuannya- harus berjuang menegakkan negara Islam yang didasarkan pada hukum Allah dan Sunnah Rasul-Nya, menurut manhaj salafus shalih. Sementara sudah diyakini oleh setiap peneliti muslim bahwa hal semacam itu tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.

Sebagai langkah pertamanya, hendaklah para ulama melaksanakan dua usaha penting sebagai berikut :
Pertama, mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada kaum muslimin di lingkungannya. Jalan satu-satunya adalah membersihkan ilmu-ilmu yang diwariskan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dari segala bentuk syirik dan paganisme, dimana mayoritas ummat Islam sekarang tidak lagi memahami makna kalimat Laa ilaaha ilAllah. Kalimat thayibah ini mewajibkan pengesaan Allah dalam bidang Ibadah, pengesaan dalam do’a, sehingga seseorang tidak akan meminta bantuan kepada yang lain, tidak melakukan nadzar dan sesaji kepada selain Allah dan menyembah Allah hanya dengan cara-cara yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya seperti yang terungkap dalam bagian kedua kalimat syahadat, Muhammad Rasulullah.

Para Ulama berkewajiban untuk membersihkan kitab-kitab fiqih dari pendapat-pendapat dan ijtihad yang bertentangan dengan hadits-hadits shahih, supaya ibadah mereka diterima oleh Allah. Mereka juga wajib membersihkan hadits-hadits Rasulullah dari hadits-hadits dha’if dan palsu, yang karena dalam perjalanan sejarah, menyusup ke dalam hadits-hadits Rasulullah. Mereka juga harus membersihkan tingkah laku dan akhlaq ummat dari pengaruh-pengaruh ajaran thariqat sufi, zuhud berlebihan, beribadah secara berlebihan dan sebaginya yang bertentangan dengan ilmu yang benar.

Kedua, para ulama harus mendidik diri mereka sendiri, keluarga dan lingkungan mereka yang beragama Islam, dengan ilmu yang benar. Dengan demikian, ilmu mereka akan bermanfaat dan amal mereka akan menjadi amal shalih seperti Allah firmankan,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Rabbnya, hendaklah beramal shalih dan tidak melakukan syirik dalam menyembah Rabbnya.” (QS Al Kahfi: 110)

Bila ada golongan ummat Islam yang telah melaksanakan gerakan tashfiyah dan tarbiyah syar’iyah, niscaya tidak akan ada lagi di tengah mereka orang-orang yang mencampur cara-cara syirik dengan cara-cara syar’i. Demikianlah karena mereka memahami bahwa Nabi telah membawa cara dan pola syari’ah yang sempurna.

Salah satu pola tersebut yaitu adanya larangan menyerupai kaum kafir, yaitu mengambil cara-cara dan sistem mereka yang bersumber pada tradisi dan kebiasaan mereka. Misalnya, memilih pemerintah dan anggota-anggota parlemen (DPR) melalui pemilu. Cara-cara ini sejalan dengan kekafiran dan kebodohan mereka yang mana mereka tidak bisa lagi membedakan antara keimanan dan kekafiran, antara yang shalih (baik) dan yang merugikan, antara laki-laki dan perempuan, padahal Rabb kita telah berfirman,

أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ. مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ

"Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian) bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS Al Qalam: 35-36).

Allah juga berfirman,

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأنْثَى

”Laki-laki tidaklah sama dengan perempuan”. (QS Ali Imran: 36).

Mereka juga mengetahui bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam usahanya mendirikan negara Islam, mengawali dengan dakwah tauhid, mengajak manusia mengesakan Allah, memperingatkan manusia dari penyembahan-penyembahan berhala dan mendidik mereka untuk menyambut panggilan hukum-hukum Allah sehingga masyarakatnya merasakan diri mereka bagaikan satu tubuh. Bila salah satu anggota merasa sakit, seluruh tubuh turut merasakan demam dan tidak dapat tidur sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih. Tidak ada lagi di tengah mereka orang yang terus-menerus melakukan dosa-dosa besar, riba, zina dan mencuri kecuali segelintir orang saja.

Barangsiapa ingin mendirikan negara Islam dengan sebenar-benarnya tidak akan mencapai sukses jika tetap membiarkan berkumpulnya orang-orang yang pemikiran dan perilakunya bertentangan dengan Islam, seperti yang dilakukan partai-partai Islam terkenal dewasa ini. Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah menyatukan pandangan, pemahaman dan pikiran mereka berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang shahih, yaitu Al Quran, Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam menurut manhaj kaum salafus shalih seperti diuraikan tersebut di atas sebagaimana firmannya,

وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ

“Pada hari ini, orang-orang mukmin bergembira dengan pertolongan Allah”. (QS Ar Rum: 4).

Siapapun yang menyimpang dari metode tersebut dalam memperjuangkan berdirinya negara Islam dan mengikuti cara-cara orang kafir dalam mendirikan negara mereka, langkahnya ibarat orang yang menyembur api dan menimpa mukanya sendiri. Perhitungan semacam itu salah –jika tidak boleh disebut dosa– karena menyalahi petunjuk Rasulullah ShalAllahu ‘alaihi wassalam dan tidak berdasarkan contoh beliau, sedangkan Allah telah berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

”Sesungguhnya bagi kamu ada contoh yang baik pada diri Rasulullah bagi siapa saja yang mengharapkan ridla Allah dan hari akhirat dan banyak mengingat Allah”. (QS Al Ahzab : 21).

Pertanyaan kedua:
”Bagaimana hukum syar’i tentang membantu dan mendukung kegiatan untuk parlemen ?”.

Jawab:
Kami tidak menasihatkan kepada siapapun saudara kita sesama muslim, untuk mencalonkan diri menjadi anggota parlemen di suatu negara yang tidak menjalankan hukum Allah, sekalipun undang-undang dasarnya menyebutkan Islam sebagai agama negara. Kami tidak menganjurkan demikian, karena dalam praktiknya teks semacam itu hanya sekedar meredam semangat para anggota parlemen yang ingin menerapkan syariat. Dalam negara semacam itu, para anggota tidak pernah sedikitpun mampu merubah undang-undang yang berlawanan dengan Islam sebagaimana terbukti dalam beberapa negara yang menyatakan Islam sebagai agama negaranya.

Beberapa hukum yang telah ditetapkan oleh parlemen bertentangan dengan Islam. Alasan yang dikemukakan “belum sempat melakukan perubahan”, seperti yang kita saksikan di beberapa negara. Para anggota parlemen dari kalangan Islam yang bergaya Barat ternyata juga mengikuti pola-pola mereka. Mereka bermaksud melakukan reformasi terhadap orang lain, tetapi sebelum reformasinya berhasil, ternyata mereka lebih dulu menjadi rusak. Ibarat pepatah :”Hujan itu pada awalnya hanya setetes, tetapi lama kelamaan semakin lebat.”

Oleh karena itu, sama sekali kami tidak menyarankan kepada siapapun untuk mencalonkan dirinya dalam pemilu parlemen. Namun jika ummat Islam melihat bahwa para calon-calon anggota parlemen adalah musuh-musuh Islam, sedangkan disitu ada calon-calon beragama Islam dari partai-partai Islam, dalam keadaan semacam ini saya menyarankan kepada setiap orang Islam untuk memilih calon-calon dari partai-partai Islam saja dan orang-orang yang mendekati manhaj ilmu yang benar seperti yang diterangkan di atas.

Saya katakan demikian, sekalipun saya berkeyakinan bahwa pencalonan diri dan pemilu parlemen tidak akan dapat merealisasikan tujuan seperti yang diterangkan di atas. Langkah ini hanyalah merupakan langkah untuk memperkecil keburukan atau untuk menghindarkan bencara lebih besar dengan memilih langkah melakukan kesalahan yang lebih ringan, seperti digariskan oleh ahli fiqh (mengambil sesuatu yang paling kecil keburukannya dari beberapa keburukan yang lebih besar, pen.).

Pertanyaan ketiga:
”Bagaimana hukumnya kaum perempuan mengikuti pemilu ?”

Jawab:
Boleh, dengan syarat memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu memakai jilbab secara syar’i, tidak bercampur-baur dengan laki-laki kemudian memilih orang-orang yang paling dekat dengan manhaj ilmu yang benar untuk menghindari kerugian lebih besar dengan melakukan kesalahan sekecil-kecilnya (daf’ul mafsadatil qubra fis sughra).

Pertanyaan keempat:
“Bagaimana hukum syar’i berkenaan dengan kegiatan-kegiatan parlementer dan para anggotanya ?”

Jawab:
Pertanyaan ini maksudnya masih belum jelas, dan sayapun tidak mengerti. Bila yang dimaksudkan adalah kegiatan anggota parlemen yang beragama Islam, sudah tentu dia harus memahami syariat Islam yang begitu luas cabang dan rantingnya. Jika dalam parlemen dibicarakan suatu masalah, sudah tentu dia harus membahasnya dalam perspektif Islam. Jika sesuai dengan syariat, ia harus mendukungnya, jika tidak, ia harus menolaknya, seperti menyatakan rasa kepercayaan kepada pemerintah atau bersumpah untuk membela undang-undang dasar dan sebagainya.

Adapun anggota-anggota parlemen yang ditanyakan di atas, barangkali yang engkau maksud adalah bagaimana sikap para anggota parlemen yang beragama Islam terhadap mereka yang tidak beragama Islam. Kalau itu yang engkau maksud, setiap anggota parlemen yang beragama Islam wajib bergabung dengan sesama anggota parlemen yang beragama Islam sebagaimana Allah firmankan,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS At Taubah : 119).

Jawaban dari pertanyaan kelima dan keenam (memang tidak disertakan pertanyaannya, pen): Sebenarnya sudah dapat dipahami dari jawaban-jawaban sebelumnya. Disini saya tambahkan, hendaklah para anggota FIS tidak hanya mengkonsentrasikan dirinya untuk meraih kekuasaan pemerintahan, sedangkan sebenarnya rakyat belum siap untuk menerima hukum-hukum Islam.

Untuk itulah, hendaknya lebih dahulu melakukan usaha-usaha pembukaan perguruan-perguruan tinggi dan sekolah-sekolah guna mendidik rakyat dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agamanya berdasarkan sumber-sumber yang shahih. Selain itu, juga harus melatih mereka untuk mengamalkan apa yang diperoleh sehingga mereka tidak dipengaruhi oleh pertentangan-pertentangan partai dan golongan-golongan seperti yang terjadi sekarang, seperti di Afganistan, yang merupakan suatu hal yang sangat disayangkan. Allah berfirman,

وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

“Dan janganlah kamu sekalian menjadi golongan orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah-belah, agamanya, setiap golongan membanggakan apa yang ada pada mereka.” (QS Ar Rum:31-32).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda,

لاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ تَقَاطَعُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا،

“Janganlah kamu saling memutuskan hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci, dan jangan saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian bersaudara seperti yang Allah perintahkan kepadamu.” (HR Muslim)

Selayaknya kalian melakukan tashfiyah dan tarbiyah dengan sikap penuh ketenangan karena sikap ketenangan adalah dari Rabb Yang Maha Rahman, sedangkan sikap yang tergesa-gesa adalah dari syaithan, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Baihaqi.

Oleh karena itu, ada orang yang berkata: “Siapa saja yang melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa sebelum waktunya, dia akan mendapat bencana. Barangsiapa mau mengambil pelajaran dari orang lain, niscaya ia akan mendapatkan kebaikannya.”

Sesungguhnya telah ada gerakan-gerakan Islam sebelum kalian yang mencoba untuk melakukan perjuangan di parlementer sebagai jalan untuk mendirikan negara Islam. Akan tetapi, usahanya ternyata tidak membuahkan hasil sedikitpun. Hal itu dikarenakan mereka tidak mempraktekkan kata-kata hikmah berikut ini: “Dirikanlah negara Islam terlebih dahulu di dalam hatimu, niscaya akan berdiri pula di tanah airmu.”

Kata-kata hikmah ini sejalan dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam,

إن الله لا ينظر إلى أجسامكم ، ولا إلى صوركم، ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم‏

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kamu dan harta kamu, tetapi Ia melihat hati kamu dan amal kamu.” (HR Muslim).

Hanya kepada Allah saya mengharapkan ilham dan bimbingan-Nya kepada kami, mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kami, memberikan petunjuk kepada kami dan jalan untuk mengamalkan syariat Allah, dengan mengikuti sunnah Nabi kami dan manhaj kaum salaf kami. Kebaikan itu hanya dapat terwujud dengan mengikuti jejak mereka; dan keburukan akan muncul karena bid’ah. Semoga Allah menjauhkan kami dari angan-angan kami dan melindungi kami dari akibat buruknya serta menolong kami dalam melawan musuh-musuh kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan mengabulkan permohonan hamba-Nya.

Amman, Yordania, 19 Jumadil Akhir 1412 H,
Abu Abdurahman Muhammad Nashiruddin Al Albani

(Silakan lihat Majalah Al-Ashalah edisi keempat halaman 15-22)

[Dinukil dari “Madarikun Nazhor fis Siyasah” Penulis Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi, Edisi Indonesia “Haramkah Partai, Pemilu dan Parlemen”]

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Demokrasi dan Pemilu
KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image