Thoghut Demokrasi Berlumuran Darah (Bagian 1)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Aqil Hafizhahullah

(Bagian 1)

Hadits Irbadl bin Sariyah adalah hadits yang sangat masyhur. Yang pada hakikatnya adalah wasiat yang disampaikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya Radliallahu ‘anhum, "Dari Abu Najih Al ‘Irbadl bin Sariyah radliyallahu ‘anhu dia bercerita:

وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْناَ: يَا رَسُولَ اللهِ كَأَنَّهاَ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأَوْصِناَ. قَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، وَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفاَءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ تَمَسَّكُوْا بِهاَ وَعَضُّوْا عَلَيْهاَ بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Rasulullah Shallallahu "alaihi wa sallam menasehati kami dengan nasehat yang menyentuh, sehingga airmata berlinang dan hati tergetar. Maka kami berkata : Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan, maka berilah wasiat kepada kami!" Beliau bersabda: Saya wasiatkan kalian bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta’at, walaupun kalian dipimpin oleh seorang budak. Dan sesungguhnya barangsiapa masih hidup di antara kalian maka dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khalifah yang berada di jalan yang lurus dan mendapatkan petunjuk setelahku. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian, dan hati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru, karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah ."  (HSR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi No. 2676, Ibnu Majah no. 42,43,44. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 2546)

Sungguh hadits ini adalah hadits yang agung, dan sebagai kaum muslimin, saat jauh dari masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kita semakin butuh untuk kembali kepada ucapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena dalam ucapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Saya berkata: "Setiap masa yang semakin jauh dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka semakin butuh untuk kembali kepada ucapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab tidak ada keselamatan bagi kita di jaman ini kecuali dengan ucapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam."

Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah memberi kenikmatan kepada kita dengan diutusnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah telah menjelaskan kepada kita bahwa sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kita berada di dalam kesesatan yang nyata,

وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ

"Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata" (Al Jumu’ah: 2).

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata: "Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam diutus dalam keadaan bumi ini butuh pengutusan beliau melebihi kebutuhannya kepada cahaya matahari dan tetesan air dari langit. Karena urusan-urusan materi seperti udara, air, dan makanan, seandainya tidak didapatkan manusia maka kejadian paling besar yang akan terjadi adalah kematian. Musibah terbanyak dan terbesar yang akan menimpa manusia yang kehabisan udara, air dan makanan adalah dia akan mati. Akan tetapi, Demi Allah, jika dia kehilangan cahaya yang turun kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia akan celaka di dunia dan di akhirat dan akan tersesat dengan kesesatan yang jauh, La haula wala quwwata ilia billahi.

Jika demikian, pada hakikatnya di masa ini, kita memiliki kebutuhan yang mendesak untuk meneliti dengan seksama petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terlebih-lebih jika kita terjatuh pada perkara-perkara sulit dan samar. Kenapa kita menyusahkan diri dengan pikiran-pikiran kita, dengan mengimpor pendapat-pendapat dari sana-sini, mengambil pemikiran politik dari sana-sini, mengambil sosialisme, demokratisme, dan komunisme? Padahal firman Allah ‘Azza wa Jalla dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pada keduanya terdapat petunjuk, cahaya dan kemenangan di dunia dan di akhirat, telah siap terhidang di tengah-tengah kita. Kenapa kaum muslimin meninggalkannya? Semua ini akibat kejahilan dan tidak menghormati Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya dan tidak mengenal besarnya nilai cahaya ini. Firman Allah,

وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ

"Dan Kami berikan cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat, apakah serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita." (Al An’am : 122).

Yaitu barangsiapa yang tidak kembali kepada petunjuk Allah dan petunjuk Rasul-Nya maka dia di dalam kegelapan. Allah ‘Azza wa Jalla telah menjamin orang yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya, tidak tersesat dan tidak celaka di akhirat. Allah berfirman,

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى. وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

"Lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (Thaha: 123-124)

Umat Islam pada periode terakhir ini -sebagaimana dikatakan Imam Malik Rahimahullah- butuh kepada perbaikan:

لَنْ يُصْلِحَ أَمْرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ بِهَا أَوَّلَهَا

"‘Tidak akan baik akhir umat ini, kecuali dengan apa yang telah membuat baik generasi pertamanya."

Sekarang kita mencela mereka, seperti kaum demokrasi atau orang-orang yang berhukum kepada thaghut, kita mencela mereka karena mereka mengimport undang-undang buatan Perancis. Mereka tidak memotong tangan pencuri, merajam pezina, dan mencambuk peminum khamar. Kita katakan : "Kalian telah bersalah dengan mendatangkan undang-undang buatan ini."

Demikian pula kita sekarang, bahkan para da’i Islam, telah taqlid kepada orang-orang Barat dalam menyelesaikan perkara-perkara yang sangat penting. Mereka akhirnya memiliki partai-partai politik, mengadakan pemilu dan memasukkan orang-orang awam dalam permasalahan yang cukup berbahaya. Orang-orang awam -menurut Ahlus Sunnah- tidak ada peranan bagi mereka dalam perkara-perkara penting, baik dari dekat maupun dari jauh.

Umar Radliyallahu ‘anhu membedakan dalam perkara-perkara penting. Beliau tidak bermusyawarah kecuali kepada tokoh-tokoh besar shahabat. Beliau bermusyawarah dengan pengikut Baitur Ridwan [1] atau bermusyawarah dengan pengikut Badr, padahal jumlah sahabat yang lain beratus-ratus ribu orang. Umar Radliyallahu’anhu pernah mendengar sebuah ucapan di Makkah sehingga ia ingin mengumpulkan seluruh manusia. Maka Abdullah bin Mas’ud mencegah dia dan berkata:"Jangan engkau berbicara pada musim haji ini." Musim haji ini dihadiri oleh orang tua, anak kecil, Arab gunung, orang jahil, pelajar, sehingga bisa jadi ucapanmu dinukil dengan keliru. Jika engkau telah kembali ke Madinah maka kumpulkanlah pengikut Bai’at Ridlwan, Ahlul Halli wal Aqdi (orang-orang pemerintahan, ulama dan tokoh-tokoh masyarakat, pent). Sesungguhnya yang pantas berbicara dalam urusan-urusan yang sulit dan pelik hanyalah Ahlul Halli wal Aqdi. Merekalah yang diajak berbicara. Ucapan merekalah yang berpengaruh. Merekalah yang memilih pemimpin. Jika kita ingin mengambil seorang pemimpin atau kepala, maka yang berkumpul adalah Ahlul Halli wal Aqdi.

Lihatlah! Kepada bai’at Abu Bakr As Siddiq Radliyallahu ‘anhu. Sekelompok dari kaum Anshar dan kaum Muhajirin berkumpul. Kemudian berdirilah Umar di hadapan orang banyak dan berkata: "Bentangkanlah tanganmu, aku akan membai’atmu." Maka Abu Bakar mengulurkan tangannya kemudian Umar membai’atnya sendirian. Umar adalah Ahlul Halli wal Aqdi dan tidak ada seorang pun sahabat radliyallahu ‘anhu yang berbicara, mereka pun akhirnya membai’at Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar memilih Umar radliyallahu ‘anhu ketika itu. Abu Bakar adalah ahlul halli wal ‘aqdi dan juga orang-orang yang seperti Abu Bakar radliyallahu ‘anhu. Kemudian Umar menjadikan ahlul halli wal ‘aqdi enam orang, kemudian berkurang menjadi tiga yaitu Abdurrahman bin Auf radliyallahu ‘anhu, Ali bin Abi Thalib radliyallahu ‘anhu dan Utsman bin Affan radliyallahu ‘anhu, kemudian menjadi satu, yaitu Abdurrahman bin Auf radliyallahu ‘anhu. Dia membai’at siapa? Dia kemudian membai’at Utsman bin ‘Affan radliyallahu ‘anhu dan seluruh umat meridlainya.

Maka ketika orang-orang awam masuk dalam permasalahan-permasalahan yang sensitif ini, terpecahlah pintu fitnah. Ketika para pemuda masuk dalam masalah-masalah ini, apa yang dilakukan oleh mereka? Mereka membunuh ‘Utsman Radliyallahu ‘anhu. Karena umat tidak mengerti. Dalam hati mereka tidak ada kasih sayang, mereka tidak mendudukkan perkara yang berbahaya ini sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu "alaihi wa sallam. Ketika rakyat jelata dan orang-orang awam masuk dalam perkara-perkara yang sensitif, dalam kancah politik ini, maka yang pertama kali kita dapatkan dari mereka adalah pembunuhan ‘Utsman Radliyallahu ‘anhu. Kemudian datanglah orang Arab gunung dari segala penjuru, sehingga para shahabat Radliyallahu ‘anhu terpaksa membersihkannya.

Setiap kali api fitnah padam, orang-orang gembel dan rakyat jelata itu menyalakannya kembali, seperti penduduk Harura [2] dari Irak, orang-orang kampung Jazirah dan selain mereka. Ketika api fitnah antara ‘Ali Radliyallahu ‘anhu dan Mu’awiyah Radliyallahu ‘anhu padam, siapa yang menyalakan kembali? Rakyat kecil dan orang-orang jahil. Inilah yang terjadi sekarang di umat ini.

Demi Allah, telah terjadi pada umat ini, para pemuda yang tidak memiliki ilmu syar’i, menghakimi. Seandainya engkau bertanya tentang rukun shalat, dia tidak akan mampu menjawab. Dia tidak mengetahui rukun-rukun shalat. Demi Allah, dia tidak mengetahui rukun-rukun wudhu’. Tetapi bersama itu, dia berbicara tentang nasib 800 juta manusia. Engkau berbicara tentang nasib 800 juta muslim sedang engkau tidak mengetahui bersuci dengan wudhu? Perkara yang sangat aneh.

Ketika orang-orang awam masuk dalam perpolitikan, mereka membunuh ‘Utsman Radliyallahu ‘Anhu. Kemudian terjadilah peperangan antara ‘Ali dan Mu’awiyah Radliyallahu ‘Anhumna. Dan setiap kali api fitnah mulai padam, mereka menyalakannya lagi. Yang terpenting dari pembicaraan kita; Bahwa sekarang kita sangat butuh untuk kembali kepada Sunnah Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika kita tidak kembali kepada Sunnah Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kita telah meninggalkan berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan kita telah berhukum kepada Thagut.

Mereka berkata : "Kami tidak menginginkan berhukum kepadaThagut" Kita katakan: "Kalianlah yang pertama kali berhukum kepada Thagut, karena kalian menghidupkan dan membuat-buat kebid’ahan yaitu bid’ah kepartaian dan memecah belah umat, dan mengajak orang-orang awam untuk memilih pemimpin." Apakah orang-orang awam dapat memilih pemimpin negara? Bagaimana memahamkan orang awam? Seorang awam hanya tahu membeli roti, membeli beras, mungkin dia mengetahui dan mungkin tidak mengetahui. Adapun orang awam meletakkan seorang pemimpin negeri, kemudian menentukan perkara yang berkaitan dengan kehormatan dan darah kaum muslimin. Yang berhak meletakkan seorang pemimpin negara adalah Ahlul Halli wal Aqdi, bukan orang awam.

Yang terpenting, kita mengatakan kepada seluruh da’i kaum muslimin: "Bertaqwalah kalian kepada Allah, bertaqwalah kepada Allah dalam perkara darah kaum muslimin, kehormatan kaum muslimin. Jika kalian menginginkan perbaikan, sesungguhnya tidak akan memperbaiki umat ini kecuali dengan apa yang telah menjadikan baik generasi awal.

Dan saya duduk di rumahku, mengajari seseorang satu ayat dari Kitabullah lebih baik bagiku daripada menceburkan diri ke dalam kekacauan ini. Karena –demi Allah-, yang demikian tidak termasuk dalam Islam sedikitpun. Dan barangsiapa yang memasukinya, demi Allah, sesungguhnya kerugiannya lebih besar daripada kebaikannya, bahkan tidak ada kebaikannya sama sekali. Kenyataan yang terjadi dapat menjadi saksi. Kenyataan yang terjadi pada kaum muslimin membuktikan hal ini. Yang pertama kali kita minta dari para da’i Islam adalah kembali kepada petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak takabbur. Sangat di sayangkan, da’i-da’i Islam pada hari ini ditimpa kesombongan terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan kepada kaum muslimin, tetapi, –demi Allah-, mereka ditimpa kesombongan atas petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita katakan : "Tinggalkanlah kekacauan ini dan kembalilah kepada petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam."
Seakan-akan mereka egois, seakan-akan mereka tidak butuh petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau seakan-akan mereka mengatakan, –bukan menurut ucapan mereka-: "Ini adalah perkataan yang kuno…" Sekarang dunia telah berubah, sekarang masa demokrasi, sosialis, komunis, kepartaian dan seterusnya." Seakan-akan petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak cocok bagi setiap jaman dan tempat. Kita berlepas diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari mereka. Petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam cocok untuk penduduk Arab gunung Jazirah, cocok untuk penduduk Persia, cocok untuk penduduk Romawi, cocok untuk setiap jaman dan tempat. Sampai-sampai Isa ‘Alaihi wa sallam ketika turun (ke dunia), dia berhukum dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Demi yang diriku ditangan-Nya, jika seandainya Musa bin Imran hidup di tengah-tengah kalian, maka tidak lapang bagi dia kecuali dia mengikutiku."

Jika demikian, kita tinggalkan takabbur dan kita tawadlu/tunduk kepada Rasulullulah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mempelajari sunnah beliau. Sesungguhnya tidak akan baik akhir umat kecuali dengan apa yang telah membuat baik generasi awalnya. Ini yang pertama.

Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa termasuk mu’jizat beliau, adalah beliau menerangkan kerusakan yang akan terjadi pada umat beliau. Sudah 1400 tahun yang lalu beliau menerangkan kerusakan itu. Para sahabat waktu itu berkumpul pada satu orang pimpinan. Beliau berkata, "Kerusakan menimpa kalian dari dua pintu, boleh jadi karena meninggalkan ketaatan kepada Allah atau meninggalkan ketaatan pada orang yang memimpin kalian."

Kerusakan ini akan terjadi dari dua pintu, boleh jadi karena meninggalkan taat kepada Allah. Beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ

"Saya wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah." Dan masalah taat kepada Allah telah kalian pahami, tidak perlu diterangkan secara rinci. Atau point kedua, yaitu meninggalkan ketaatan pada penguasa, beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ

"Wajib atas kalian mendengar dan taat."

Engkau lihat kerusakan itu? Kalian lihat? Yaitu meninggalkan ketaatan kepada Allah. Inilah yang terjadi sekarang di alam ini. Bisa jadi karena meninggalkan ketaatan pada Allah atau para pemuda yang memiliki semangat agama tetapi kemudian meninggalkan ketaatan pada para penguasa. Tentunya dalam perkara ma’ruf yang diperintahkan Allah, sebagaimana kalian ketahui.

Ketaatan itu memang diperintahkan dalam perkara ma’ruf. Jika dia (penguasa,ed) memerintahkan berzina, jangan dilaksanakan. Sesungguhnya ketaatan itu dalam perkara ma’ruf. Tetapi intinya, jangan engkau berusaha meruntuhkan/menghilangkan kekuasaan dari ahlinya. Akan tetapi para pemuda itu telah bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan bermaksiat kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka ingin menjadikan diri-diri mereka sebagai penguasa. Kekuasaan! kekuasaan sangat penting sekali, menurut mereka.

"Dua serigala yang lapar menguasai kambing-kambing tidaklah lebih berbahaya dari pada seorang yang lebih mencintai kedudukan dan kekuasaan terhadap agamanya". Yakni, seandainya manusia memiliki kambing di kandang, kemudian dimasuki oleh dua ekor serigala, bukan satu serigala. (Padahal) anda tahu serigala itu sangat jahat sekali. Jika masuk kandang kambing, dia tidak hanya membunuh satu kambing saja. Tidak! Dia akan membunuh sepuluh ekor kambing.’Dia makan satu ekor kemudian pergi. Kenapa? Karena pemilik kambing akan membuangnya di jalan, sehingga (serigala) itu bisa memakannya besok, dua hari kemudian, dan tiga hari kemudian. Bisa anda bayangkan, jika dua ekor serigala ini datang ke satu kandang kambing tentu akan membinasakan seluruh kambing di kandang tersebut.Inilah yang terjadi pada para pemuda di dunia Islami sekarang ini, mereka merasa besar, masing-masing ingin menjadi penguasa. Masya Allah, semuanya menginginkan menjadi raja, semuanya ingin menjadi pemimpin. Mereka mencintai kemuliaan dan kedudukan. Kita mohon kepada Allah ampunan dan keselamatan atas agama mereka.

[Diambil dari Majalah Salafy, Edisi 33/1420/1999 Judul asli: Beda Antara Agitasi Politik Ikhwani yang Berdarah Darah Dengan Manhaj Dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang Harus Menjadi Uswah, Penerjemah Al Ustadz Muhamamd Umar As Sewed]

_________
Footnote

[1] Yaitu para shahabat yang berbai’at (sumpah setia) kepada Rasulullah di bawah pohon yang kemudian dinamakan bai’at tersebut Bai’atur Ridwan.
[2] Mereka adalah cikal bakal Khawarij

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Demokrasi dan Pemilu, Matikan Bid'ah, Renungan Salaf
2 comments on “Thoghut Demokrasi Berlumuran Darah (Bagian 1)
  1. […] beberapa edisi sebelumnya telah kami sampaikan artikel Thoghut Demokrasi Berlumuran Darah. Maka insya Allah pada kali ini kami sampaikan artikel Thoghut Demokrasi Berbuah Penyakit Jiwa. […]

Komentar ditutup.

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image