Thoghut Demokrasi Berlumuran Darah (Bagian 5)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Aqil Hafizhahullah

(Bagian 5)

Seorang penguasa muslim kalau ia telah berkuasa atas kita… (harus ditaati, pent) karena syariat Islam telah menentukan tiga keadaan bagi penguasa.
1. Diangkat oleh ahlul halli wal aqdi.
2. Wasiat dari penguasa sebelumnya.
3. Adanya orang yang lebih kuat kemudian mengalahkannya.

Pertama: Diangkat oleh ahlul halli wal aqdi. Adapun orang awam tidak ada nilainya sebagaimana ucapan Ali radliyallahu ‘anhu: "Manusia itu tiga : Ulama Robbani, penuntut ilmu di jalan keselamatan dan orang-orang bodoh yang tidak ada kebaikan padanya. Adapun dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan umat, rakyat jelata tidak pantas terjun padanya selama-lamanya. Yang paling pantas adalah ahlul halli wal aqdi, yaitu ulama’, umara’, pemimpin-pemimpin kabilah, pemimpin-pemimpin militer, para pengusaha (konglomerat), yang ucapan mereka memiliki pengaruh. Jika mereka berkata tidak, maka di bawahnya sejuta orang mengatakan "tidak". Dan jika mereka berkata ya, maka di bawahnya sejuta orang mengatakan "ya". Jika mereka berkumpul dan mengangkat seorang muslim yang shaleh, maka kita tunduk dan berkata Lailaha Illallahu. Karena kita tidak bermaksud mencari kekuasan. Kami tidak menginginkan kedudukan. Kita diciptakan untuk apa? Apakah untuk menjadi penguasa? Kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Hukum asalnya, Khilafah Islamiyah itu adalah satu. Umat Islam jumlahnya milyaran, jika semuanya mencari kekuasaan maka dunia ini akan hancur. Satu pemimpin cukup bagi milyaran umat Islam. Satu orang khalifah Quraisy cukup bagi umat ini seluruhnya. Kalau setiap orang membawa pendapatnya sendiri…? Laa haula wala quwata illa billah. Kita diciptakan agar beribadah kepada Allah. Kita menghilangkan kejahilan dari diri kita agar kita beribadah kepada Allah sesuai dengan apa yang disyariatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua: Wasiat dari penguasa yang sebelumnya, oleh karena itu Mu’awiyah Radliyallahu ‘Anhu bahkan sebelumnya Abu Bakr mewasiatkan dengan menunjuk Umar Radliyallahu ‘Anhu agar manusia menerima. Maka mereka mengatakan kami mendengar dan ta’at. Kemudian Mu’awiyah mewasiatkan kepada Yazid setelahnya. Demikian pula Yazid mewasiatkan orang setelahnya dan terus berlangsung pada umat ini. Kemudian dibai’at oleh Ahlul Halli wal ‘Aqdi. Alhamdulillah! Maka berjalanlah umat dan para ulamanya. Padanya ada jihad, kemenangan-kemenangan, pembukaan kota-kota dan seterusnya. Hingga Islam sampai di Cina, Perancis dan seterusnya. Kita memuji dan bersyukur kepada Allah.

Ketiga: Atau seorang yang lebih kuat mengalahkan yang lain. Dia mengalahkan orang lain sehingga kekuasaannya tegak. Abdulllah bin Az Zubair didengar dan ditaati oleh kaum muslimin. Kemudian runtuhlah pemerintahan Abdullah bin Az Zubair dan berdirilah pemerintahan Umawiyyin. Kaum muslimin mendengar dan mentaati mereka, meskipun ia berkuasa dengan mengalahkannya (kudeta). Dia adalah khalifah Islam, baginya hak didengar dan ditaati. Inilah ketiga perkara itu.

Apakah seorang berdiri menyerang dengan pedangnya? Wahai Saudaraku! Lihatlah maslahatnya! Urusan ini tidak ada kaitannya dengan harta dan diri anda. Seandainya seorang penguasa datang kemudian mencambuk anda, memutuskan punggung dan mengambil seluruh harta anda, apa yang akan kita katakan? Kami mendengar dan taat. Kita tidak menuntut agar mereka membalas penguasa itu, untuk bapaknya.

Persoalan ini tidak berkaitan dengan ayah atau ibu anda. Persoalan ini berkaitan dengan jutaan kaum muslimin, berkaitan dengan 180 juta muslim di Indonesia, berkaitan dengan 500 ribu muslimin yang terbunuh di Somalia. Tidak ada yang menangisi mereka. Darah mereka tertumpah sia-sia. Tidak seorang muslim pun yang disisakan. 500 ribu darah muslimin tercecer di tanah. 500 ribu tidak dikubur dan dishalati. 500 ribu muslim tidak ada yang menangisi seorangpun.

Wahai Saudaraku! Tidak sebanding dengan harta anda. Penguasa itu mengambil harta anda, memenjarakan, menyiksa dan memukuli anda, kemudian anda berkata: Aku mendengar dan taat, dan tidak berkata satu kalimat pun. Anda dan dia saling menuntut di hari kiamat nanti. Tidak akan sia-sia.

Akan tetapi mereka yang tertutup matanya, karena tujuan mereka adalah dunia, maka mata-mata mereka tertutup. Mereka tidak melihat pada ucapan "Terhadap kaum muslimin sangat kasih lagi penyayang", tidak melihat ucapan ‘Terasa berat baginya penderitaan ini" mereka tidak melihat pada ayat-ayat ini. Sungguh sangat mengherankan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil bai’at atas para shahabat Radliyallahu anhum, agar memberi nasehat kepada setiap muslim, nasehat kepada orang yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk mengurusi urusan kita, dan tidak memberontak kepada pemimpin. Apa urusan kita dengan politik? Apa urusan kita dengan mereka? Dan apa urusan mereka dengan kita? Ini bukan berarti bahwa kita tidak memahami waqi (kenyataan). Bahkan kita memahami waqi (kenyataan) sebagaimana yang dipahami Salaf. Bukan sebagaimana yang dipahami Amerika.

Mereka memahami waqi sebagaimana yang dipahami Amerika. Oleh karena itu mereka mewajibkan pemilu, partai-partai dan gambar-gambar. Ketika Abu Hurairah datang dan berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Angkatlah aku sebagai pemimpin." Beliau bersabda, "Sesungguhnya engkau pria yang ada kelemahan." Dan shahabat lain, yaitu Abu Dzar datang, beliau bersabda, "Padamu ada kelemahan." (HR Muslim no. 1825)

Dan yang lain datang, beliau bersabda, "Kami tidak menyerahkan kepemimpinan kepada orang yang memintanya." (HR. Muslim No. 1733 dari Abu Musa Al Asy’ari radliyallahu ‘anhu)

Menakjubkan! Mereka hari ini mencari kepemimpinan dan menggambarkan diri mereka, kemudian berkata pilihlah aku! Apa ini?! (………)[22] Abu Dzar Radliyallahu anhu, dulunya adalah seorang Arab gunung, beliau datang ke Madinah dan mendengar hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian kembali kepada kaumnya. Sehingga kadang-kadang sebuah hadits yang ia dengarkan pertama telah mansukh. Oleh karena itu dia hanya mendengar setengah ilmu dan luput setengah ilmu. Oleh karena itu dia melihat para sahabat melakukan sesuatu yang menyelisihi apa yang dia dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal mereka pun mendengarkannya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka rumitlah urusannya hingga dia mengasingkan diri ke Rabzah, sendiri…. Tidak seperti sekarang para pemuda berkumpul berpartai-partai dan berkata : "Hancurkan!" Turunkan! "Pilihlah aku!" Aku tidak yakin kalau salah seorang mereka ada yang mendengar (riwayat ini).

Abu Said Al Khudri Radliallahu ‘anhu berada di Madinah, kemudian Marwan bin Al Hakam berkutbah. Kemudian ada yang berkata, "Wahai Marwan, shalat dahulu sebelum khutbah." Berkata Marwan, "Telah ditinggal apa yang di sana." Abu Said berkata, "Adapun orang ini telah selesai urusannya."

Beliau tidak berdiri setelah shalat dan berkhutbah dengan mengatakan, "Saya mengingkarinya, dan berkumpullah kalian berpartai-partai! Beliau hanya berkata adapun orang ini dia telah menunaikan apa yang diwajibkan atasnya.

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ

"Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran hendaklah merubah dengan tangan. Jika tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim no. 49 , Abu Daud no. 1140 dan 4340, Tirmidzi 7172, Ibnu Majah no. 1275 dan 4013 dan dishohihkan oleh Ibnu Hiban no. 306 dan 307)

Dalam hadits lain, "Kalian akan menemui umara, maka barangsiapa mengingkari mereka dengan tangannya, sungguh dia telah berlepas diri dan barang siapa mengingkari mereka dengan lisannya, sungguh dia telah berlepas diri. Tetapi orang ridlo dan setuju." (HR. Muslim No. 1854 dari Ummu Salamah radliyallahu ‘anha)

Akan tetapi orang yang setuju, inilah yang menjadi musibah. Ketika penguasa berkata zina itu halal. Katakanlah : Tidak! Bahkan haram." Sedangkan engkau adalah orang yang menghukumi. Bagaimana? Akan tetapi yang haram adalah engkau mengatakan: "Wahai saudaraku, riba itu halal. Ini baru dikatakan engkau adalah "ulama pemerintah". Adapun ulama kita seperti di negeri ini (Saudi Arabia), mereka berkata: "Riba itu haram, musik itu haram, gambar-gambar haram, bank-bank riba haram. Tidak ada seorangpun diantara mereka basa-basi kepada penguasa. Siapa yang berkata: "Ulama kalian berbasa-basi." Tidak, demi Allah! Ulama kita adalah Rabbaniyyun. Ulama kami adalah orang-orang bijaksana, di dalam hati mereka ada kasih sayang.

Saya contohkan kepada kalian: Ketika terjadi peperangan Kuwait dengan Irak –dan ini kejadian penting sekali bagi kaum muslimin– terbagilah ulama kami di negeri ini menjadi dua kelompok. Ulama yang berumur diatas 50 tahun dan yang berumur di bawah 50 tahun.

Yang berumur di atas 50 tahun mengatakan kepada penguasa : "Hati-hati, jangan tergesa-gesa memanggil Amerika. Penguasa bersabar… bersabar … bersabar … hingga kejadian berakhir dengan masuknya orang-orang Irak ke negeri kami. Sedangkan orang-orang Irak itu, siapa mereka? Apakah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab? Orang-orang Irak terbagi menjadi dua model. Rafidlah Ja’fariyah, yang disepakati oleh umat ini tentang kafirnya mereka Dan kaum muslimin di sana fesik, khamr di kalangan mereka bagaikan air. Ini kami saksikan dengan mata kami, di Irak khamr itu bagaikan air. Mereka bukanlah orang-orang sholeh. Sedangkan model lain adalah kaum Ba’tsiah [23], yang mengatakan: "Aku ridla Al Ba’tsi sebagai Tuhan, tidak ada sekutu baginya" Mereka tidak memiliki agama.

Padahal ulama berkata: "Bersabarlah! Bersabarlah! Bersabarlah wahai penguasa!" Ketika mereka mengetahui bahwa kejadian sudah sampai puncaknya, dimana kaum/partai Ba’ts ingin menduduki negeri kita, mereka berkata : "Yaa… silahkan panggil siapa yang kalian kehendaki!"

Para pemuda yang muda umurnya mengatakan : "Tidak ingat apa yang aku katakan kepada kalian. Jangan kalian minta tolong (isti’anah). Ini adalah penjajahan." Kita mengatakan: "Bahwa pendudukan Amerika lebih utama dari pendudukan kaum Ba’tsi." Demi Allah, jika dibandingkan antara pendudukan Amerika dengan pendudukan Irak, demi Allah pendudukan Amerika lebih utama milyaran kali lipat dibanding pendudukan Saddam. Karena orang ini adalah partai Ba’tsi yang tidak punya agama. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang sebagian orang Nashara, "Penguasa mereka tidak menzhalimi seorangpun."

Dan Allah berfirman,

وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى

"Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata "Kami ini orang Nasrani." (Al Maidah :82)

Dalam hati mereka ada sebagian kasih sayang, sedangkan si Ba’tsi ini di dalam hati dia tidak sedebu pun rasa kasih sayang. Perhatikanlah apa yang ia lakukan terhadap suku Kurdi di Kurdistan. Sedebu pun rasa kasih sayang tidak ada pada dia. Pemerintah kita mengatakan ini adalah politik. Penyewaan tentara (Amerika) telah habis masanya. Yang ada hanyalah penyewaan teknologi dan materi. Adapun penyewaan tentara tidak ada.

Akhirnya waktu itu terjadi kekacauan pada kami, antara para pemuda dengan para ulama. Hingga berakhirlah kejadian itu dengan selamat, dan si fajir ini (yakni Saddam) terusir, dan saudara-saudara kita kaum muslimin Kuwait kembali ke negeri mereka. Milik Allah-lah pujian dan karunia.

Akan tetapi dakwah Islamiyah terbengkelai selama 50 tahun. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang hak kecuali Dia. Si penjahat ini (Saddam) mulai memecah belah kaum muslimin, antara orang-orang Kuwait, orang-orang Saudi dan orang-orang Irak, orang Syiria, orang-orang Yordania dan kaum muslimin seluruhnya. Kenapa orang-orang Saudi mendatangkan Amerika? Dan kenapa orang-orang Kuwait datang ke Amerika? Mulailah dia memecah belah sehingga dakwah terlambat selama 50 tahun. Juga masalah ekonomi turun dengan drastis. Minyak yang tadinya 30 dollar menjadi 7 dollar dengan sebab si mujrim ini.

Berapa banyak yang terbunuh dari kaum muslimin. Siapakah yang mengambil faedah? Dalam peperangan itu tidak ada yang menang. Selama 7 tahun peperangan antara Iran dan Irak, terbunuh padanya lebih dari l juta kaum muslimin. Tetapi apakah salah satunya menang atas yang lain?

Umat ini pada hari ini tidak butuh kepada pemikir dan penemu. Tetapi butuh kepada seorang alim Rabbani, lemah lembut, kasih sayang kepada umat, menangis sepanjang malam. Setiap malam menangis (sambil berdo’a): "Wahai Tuhanku! Wahai Tuhanku! Tolonglah umat ini, kemudian membaca dan memahami Kitabullah dan mentadabbur Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan setelah itu menyelamatkan umat.

Umat ini membutuhkan mereka. Umat ini tidak butuh kepada ahli fikir, yang belajar di Amerika, Eropa atau di Inggris. Tidak pula butuh pada partai demokrasi atau lainnya. Mereka adalah orang-orang yang hanya membutuhkan dunia. Inilah keadaan umat ini. Dan inilah petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seluruh keselamatan adalah dengan menjauhi urusan-urusan politik dari awal hingga akhirnya.

Syaikh Utsaimin, ketika diminta berbicara di hadapan para pemuda, penyebab fitnah di sisi kami, mereka memenuhi hati kami dengan rasa dengki terhadap sekelompok manusia, bukan kepada Amerika. Bukan, demi Allah. Demi Allah, mereka berbicara tentang penguasa lebih banyak dari pembicaraan mereka tentang negeri Yahudi. Hingga hati-hati kami dipenuhi rasa benci terhadap ulama dan para penguasa. Mereka berkata pada pagi hari : "Penguasa melakukan ini", di sore hari: "Mereka melakukan itu." Pagi hari: "Ulama berbasa-basi," dan di sore hari: "Ulama berbasa-basi" sehingga hati para pemuda dipenuhi rasa dengki… dengki… dengki dan seterusnya.

Ketika dihadapkan ulama yang semacam Syaikh Utsaimin. Ooo, marahlah para pemuda. Apakah engkau mengetahui ucapan Syaikh Utsaimin? Syaikh Utsaimin berkata: "Seandainya penguasa berkata kepadaku: "Diamlah!" Dan jika dia berkata kepada Syaikh Bin Bazz : "Diamlah!" Mereka (ulama) akan diam." Karena Allah memerintahkan kita untuk mentaatinya. Pada hari kiamat Allah berkata kepada kita: "Kenapa kalian tidak menyampaikan agama-Ku?" Kita katakan: "Para penguasa menyuruh kami diam. Sedangkan Engkau memerintahkan kami agar mendengar dan taat. Maka kami mendengar dan taat. Karena Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh bin Bazz tidak menginginkan kemasyhuran, tidak menginginkan kedudukan.

Adapun mereka, mereka menginginkan kemasyhuran dan kedudukan. Maka kalau dikatakan "Diamlah!" Dia berkata : "Aku tidak mau diam". Salah seorang da’i berkata dalam sebuah kasetnya: "Sebagian pencari ilmu – dia tidak berkata, Syaikh Utsaimin – berkata: seandainya penguasa berkata: Diamlah! "Maka aku diam." Sedangkan saya berkata: "Aku tidak mau diam." Dia tidak mengatakan Syaikh bin Utsaimin, tetapi "sebagian pencari ilmu". Padahal Syaikh Utsaimin berumur 70 tahun, sedangkan orang ini berumur 30 tahun. Demi Allah maksudnya adalah dia pencari ilmu dan Syaikh Ibnu Utsaimin pun pencari ilmu, yakni aqran (sederajat).

Demi Allah! Wahai saudaraku, umat ini tidak akan diperbaiki kecuali dengan keamanan, ketenangan, ketentraman, sehingga dakwah akan berhasil dan manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah. Sebagaimana keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Perjanjian Hudabiyah.

Maka nasehat saya kepada anda dan saudara-saudaraku di sana, agar bertakwa kepada Allah dalam mengurusi umat ini, dan melihat (kejadian yang menimpa) saudaranya di So­malia, Mesir, Suria, Turki dan lain-lain. Mereka menyia-nyiakan harta yang berharga, waktu yang mahal dan mereka tidaklah menolong Islam selembar rambut pun. Bahkan – demi Allah – kerusakan yang mereka timbulkan lebih banyak dari manfaat yang mereka berikan kepada Islam. Ajari mereka dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ajari manusia dengan Laa ilaha illallah!

Ketika Ali bin Abi Thalib perang menghadapi Yahudi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Berangkatlah dengan tenang!" (yakni jangan terburu-buru), kemudian ajaklah kepada Islam. Kalaulah Allah memberi hidayah melalui tanganmu satu orang saja, itu lebih baik bagimu dari seekor unta merah."

Untuk apa pembunuhan, demonstrasi dan kekacauan ini?! Seorang muslim bertemu dengan muslim lainnya, seakan-akan ia melihat pembunuh bapaknya, seakan-akan dia menjumpai berhalais yang tidak pernah masuk Islam sama sekali! Kami mengajak kepada diri kami khususnya dan kaum muslimin umumnya, untuk bertakwa kepada Allah. Menyerahkan urusan politik kepada ahlinya, walaupun mereka orang-orang fasik. Karena pemimpin yang fasik dan fajir lebih baik dari pada kekacauan. Kita menerapkan kaidah ini pada harta kita, pada kehormatan kita, pada jalan-jalan kita dan pada keutamaan-keutamaan kita.

Adanya pemimpin yang fasik dan fajir lebih baik daripada kekacauan, dikatakan: "Pemimpin (Pemerintah) yang zhalim lebih baik daripada kekacauan yang terus-menerus."

[Diambil dari Majalah Salafy, Edisi 33/1420/1999 Judul asli: Beda Antara Agitasi Politik Ikhwani yang Berdarah Darah Dengan Manhaj Dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang Harus Menjadi Uswah, Penerjemah Al Ustadz Muhamamd Umar As Sewed]

_________
Footnote

[22] Ada pembicaraan di luar ceramah yang kami tidak terjemahkan, yaitu tentang pertikaian antara beliau dengan orang-orang Syi’ah di Masjid Kuba.
[23] Ba’ts adalah Partai Kebangkitan Bangsa Iraq yang berdasarkan komunisme.

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Demokrasi dan Pemilu, Matikan Bid'ah, Renungan Salaf
1 comments on “Thoghut Demokrasi Berlumuran Darah (Bagian 5)

Komentar ditutup.

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image