Menjaga Keharmonisan Dalam Rumah Tangga (Bagian 2 – Tamat)

Berikut adalah catatan taklim kami yang singkat, saat kami menghadiri Daurah Keluarga Sakinah yang dibawakan oleh al Ustadz Abdullah Sya’rani. Semoga bermanfaat.

Bagian 2 – Tamat

Berikut adalah di antara kiat-kiat menjaga keharmonisan rumah tangga dan tentu selain ini ada banyak kiat-kiat yang lainnya.

Kiat-kiat untuk mempererat cinta kasih suami istri dan menjaga keharmonisan di antara keduanya

1. Hendaknya saling memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing.

Jika masing-masing menjalankan kewajibannya niscaya keharmonisan akan terjalin, sebagaimana bimbingan dalam hadits yang mulia:

فَأَعْطِ كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ

“Berikanlah hak dari setiap pemilik hak.”

Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah memberikan bimbingan kepada shahabatnya, Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash Radhiyallahu ‘anhuma, untuk menjaga keseimbangan di antara hak-hak yang ada termasuk hak istri. Abdullah sendiri mengisahkannya untuk kita:

 

أَنْكَحَنِي أَبِي امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ، فَكَانَ يَتَعَاهَدُ كَنَّتَهُ، فَيَسْأَلُهَا عَنْ بَعْلِهَا. فَتَقُوْلُ: نِعْمَ الرَّجُلُ مِنْ رَجُلٍ لَمْ يَطَأْ لَنَا فِرَاشًا وَلَمْ يُفَتِّشْ لَنَا كَنَفًا مُنْذُ أَتَيْنَاهُ. فَلَمَّا طَالَ ذلِكَ عَلَيْهِ ذَكَرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أَلْقِنِي بِهِ. فَلَقِيْتُهُ بَعْدُ

"Ayahku menikahkan aku dengan seorang wanita dari keturunan orang mulia. Beliau pernah mengunjungi menantunya ini lalu bertanya tentang keadaan suaminya. Maka si menantu (istri Abdullah) berkata: “Dia adalah sebaik-baik lelaki, hanya saja ia tidak pernah menginjak tempat tidur kami dan tidak pernah memeriksa pakaian yang menutupi kami sejak kami mendatanginya.” Ketika hal ini berlangsung lama, sang ayah mengadukannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pun memerintahkan: “Pertemukan aku dengannya.” Abdullah pun menemui beliau setelah itu.

قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا عَبْدَ اللهِ! أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُوْمُ النَّهَارَ وَتَقُوْمُ الليْلَ؟ فَقُلْتُ: بَلَى، يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: فَلاَ تَفْعَلْ، صُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ وَنَمْ، فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepadaku: “Wahai Abdullah, bukankah telah dikabarkan kepadaku bahwa engkau biasa puasa di (setiap) siang hari dan shalat di (sepanjang) malam hari?” “Iya, wahai Rasulullah,” jawabku. Beliau lalu memberikan nasihat: “Jangan engkau lakukan lagi. Puasalah dan berbukalah. Bangunlah untuk shalat dan tidurlah. Karena tubuhmu memiliki hak terhadapmu. Matamu pun punya hak terhadapmu. Demikian pula istrimu memiliki hak terhadapmu….” (HR. Al Bukhari no. 1975 dan Muslim no. 2722)

Di antara hak-hak istri yang musti ditunaikan suami:

(a) Mendapatkan nafkah, sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ

“…dan kewajiban bagi seorang ayah untuk memberikan nafkah dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.” (al Baqarah: 233)

Demikian pula hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia mengabarkan bahwa Hindun bintu ‘Utbah Radhiallahu‘anha, istri Abu Sufyan Radhiyallahu ‘anhu datang mengadu kepada Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيْحٌ وَلَيْسَ يُعْطِيْنِي مَا يَكْفِيْنِي وَوَلَدِي إِلاَّ مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهُوَ لاَ يَعْلَمُ. فَقَالَ: خُذِي مَا يَكْفِيْكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوْفِ

“Wahai Rasulullah, sungguh Abu Sufyan seorang yang pelit. Ia tidak memberiku nafkah yang dapat mencukupiku dan anakku terkecuali bila aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.” Bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ambillah dari harta suamimu sekadar yang dapat mencukupimu dan mencukupi anakmu dengan cara yang ma’ruf.” (HR. al Bukhari no. 5364 dan Muslim no. 4452)

(b) Seorang suami harus bergaul dengan istrinya secara patut (ma’ruf) dan dengan akhlak mulia

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

“Bergaullah kalian dengan para istri secara patut. Bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An Nisa`: 19)

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ .لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ . فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَ بِهَا عِوَجٌ. وَ إِن ْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا . وَ كَسْرُهَا طَلاقُهَا

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dia tidak akan lurus untukmu di atas satu jalan. Jika engkau bersenang-senang dengannya, maka engkau bisa melakukannya namun padanya ada kebengkokan. Bila engkau paksakan untuk meluruskannya maka engkau akan mematahkannya, dan patahnya itu adalah menceraikannya." (HR. Al Bukhari no. 5184 Muslim no. 1468)

al Imam an Nawawi Rahimahullahu berkata:
“Dalam hadits ini (ada anjuran untuk) bersikap lembut kepada para istri, berbuat baik kepada mereka, bersabar atas kebengkokan akhlak/perangai mereka serta bersabar dengan kelemahan akal mereka. Hadits ini juga menunjukkan tidak disukainya menceraikan mereka tanpa sebab dan tidak boleh terlalu bersemangat/ berlebihan untuk meluruskan mereka, wallahu a’lam.” (Syarah Shahih Muslim, 10/57)

2. Hendaklah suami dapat menjaga keharmonisan di rumah tangganya

Di antara beberapa hal yang dapat dilakukan suami untuk menjaga keharmonisan di daam rumah tangga dan juga untuk memperkuat ikatan cinta adalah:

(a) Pada saat datang dari safar jangan mengejutkan istrinya masuk ke rumah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu (kabarkan kalau engkau ingin pulang). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan kepada para suami yang sekian lama berada di rantau atau safar keluar kota agar tidak mendadak pulang ke keluarga mereka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, apalagi datang tiba-tiba di waktu malam. Shahabat yang mulia Jabir bin ‘Abdillah Radhiallahu ‘anhuma berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْتِيَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ طُرُوْقًالَيْلاً

“Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci bila seorang lelaki/suami mendatangi keluarga/istrinya (dari safar yang dilakukannya) pada waktu malam.” (HR. Al Bukhari no. 5243)

Larangan ini dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

إِذَا أَطَالَ أَحَدُكُمُ الْغَيْبَةَ فَلاَ يَطْرُقْ أَهْلَهُ لَيْلاً

“Apabila salah seorang kalian sekian lama pergi meninggalkan rumah (safar) maka janganlah ia pulang (kembali) kepada keluarganya pada waktu malam.” (HR. Al-Bukhari no. 5244)

Bila orang yang pergi sekian lama ini datang tiba-tiba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dikhawatirkan ia akan mendapatkan perkara yang tidak disukainya. Bisa jadi ia dapatkan istrinya tidak bersiap menyambut kedatangannya, belum membersihkan diri dan berhias/berdandan sebagaimana yang dituntut dari seorang istri. Sehingga hal ini akan menyebabkan menjauhnya hati keduanya. Bisa jadi pula ia dapatkan istrinya dalam keadaan yang tidak disukainya.

3. Sang suami dan juga istri hendaknya menunjukkan wajah yg berseri-seri (bermuka manis)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ

“Jangan sekali-kali engkau meremehkan perbuatan baik sedikitpun, walaupun hanya berupa memberikan wajah yang manis saat berjumpa dengan saudaramu.” (HR. Muslim)

Ini dalil umum, apalagi berjumpa dengan pasangan hidup kita.

4. Di antara menjaga keharmonisan rumah tangga adalah Saling memberi hadiah kepada pasangan hidupnya

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

تَهَادُوْا تَحَابُّوْا

“Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. al Bukhari dalam al Adabul Mufrad no. 594, dihasankan al Imam al Albani Rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601)

5. Panggil istrimu dengan nama yang ia sukai

Sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memanggil istrinya yakni Aisyah Radhiallahu’anha dengan Humairo (si merah delima). Maka bertanyalah kepada istrimu dengan nama apa yang ia sukai untuk dipanggil, demikain pula sebaliknya memanggil suami dengan nama panggilan yang ia sukai.

6. Jangan sering keluar rumah (sering bepergian meninggalkan rumah)

Luangkan waktu untuk berduaan dengan istri di rumah. Demikian pula istri berupaya bagaimana caranya agar suami betah di rumah. Keberadaan suami di rumah adalah zhahir dan bathin, artinya jangan hanya fisiknya di rumah namun ia tetap bekerja di rumah, sibuk dengan bisnix di rumah, ini juga tercela. Dengan demikian keberadaan suami di rumah adalah untuk bercengkerama dengan keluarga dan bermain-main bersama mereka.

7. Saling memberikan pujian

Terkadang manusia itu senangnya dipuji dan ini termasuk kebutuhan (tabiat). Hendaknya suami sering memuji istri demikian pula sebalilknya. Demikian pula hendaknya memuji pasangannya di hadapan orangtuanya, kerabatnya dan semisalnya dengan kebaikan-kebaikan yang dimilikinya. Misanya memuji masakannya yang enak, dan semacamnya. Dan anak-anak juga perlu diberikan pujian agar anak-anak senang kepada keluarganya.

8. Janganlah membanding-bandingkan pasangan hidupmu dengan orang lain

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ

“Lihatlah orang yang di bawah kalian dan jangan melihat orang yang di atas kalian karena dengan (melihat ke bawah) lebih pantas untuk kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada kalian.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

9. Hendaknya saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga

Untuk menjaga keharmonisan suami istri hendaknya saling ada pengertian, dan saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga, sebagaimana persaksian Aisyah Radhiyallahu ‘anha ketika ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam rumah? Aisyah Radhiyallahu ‘anha mengatakan:

كاَنَ يَكُوْنُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ – تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ – فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ

"Beliau biasa membantu istrinya. Bila datang waktu shalat beliau pun keluar untuk menunaikan shalat." (HR. Al Bukhari no. 676)

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam ikut turun tangan meringankan pekerjaan yang ada seperti kata istri beliau, Aisyah Radhiyallahu ‘anha:

كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ، يَفْلِي ثَوْبَهُ وَيَحْلُبُ شَاتَهُ وَيَخْدُمُ نَفْسَهُ

"Beliau manusia sebagaimana manusia yang lain. Beliau membersihkan pakaiannya, memerah susu kambingnya, dan melayani dirinya sendiri." (HR. Ahmad, 6/256. Lihat Ash Shahihah no. 671)

Sekiranya ada yang bisa dilakukan sendiri oleh suami maka lakukan saja sendiri, seperti mengambil gelas, piring, dan sebagaimana terlebih ketika melihat istrinya sedang sibuk mengurus anak.

10. Sekali-kali ajak istri jalan-jalan, piknik, atau rekreasi

Tentu pergi ke tempat-tempat yang dihalalkan, pergi berdua dan bersenang-senang berduaan. Terkadang berdua butuh untuk rihlah, kasihan istri sumpek di rumah terus.

11. Hendaklah saling memiliki empati (perhatian)

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam cinta dan berkasih sayang, mereka bagaikan satu jasad yang bila salah satu anggota badannya sakit, seluruh jasadnya merasakan sakit panas dan berjaga.” (HR. Al Imam Al Bukhari dan Muslim no. 2586 dari sahabat An Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhuma)

Dari hadits umum ini, terlebih dengan pasangan hidup kita, harus lebih merasa satu tubuh dan pengertian dan saling memperhatikan.

12. Saling menutup aib keluarga

Jangan menceritakan kekurangan pasangan hidup kita kepada orang lain, ini sangat tercela. Sebagaimana sabda nabi Shallallahu’alaihi wasallam,

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ …

“Siapa yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….” (HR. Muslim no. 2699)

Dari hadits umum ini, terlebih dengan pasangan hidup kita, harus lebih menutup aib dan lebih menjaga kehormatan mereka.

13. Saling memberikan wasiat dan nasihat antara keduanya

Ketika suami hendak pergi kerja atau bepergian hendaknya saling mengingatkan dengan membaca doa naik kendaraan, membaca doa akan keluar rumah, dan berbagai bentuk nasihat dan wasiat lainnya antara suami istri.

14. Hendaknya suami berhias di hadapan istrinya sebagaimana ia menyukai istrinya berhias untuk dirinya.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya." (al Baqarah: 228)

Kata Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu, "Aku ingin sekali berhias untuk istriku sebagaimana aku menuntut istriku berhias untuk diriku."

Ini di antara kiat-kiat menjaga keharmonisan rumah tangga dan tentu selain ini ada banyak kiat-kiat yang lainnya.

Wallahu a’lam bish shawab.

Tamat

[Dinukil dari buku catatan taklim saat kami menghadiri Daurah Keluarga Sakinah yang dibawakan oleh al Ustadz Abdullah Sya’rani, sumber audio: Milik sendiri]

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Potret Keluarga
1 comments on “Menjaga Keharmonisan Dalam Rumah Tangga (Bagian 2 – Tamat)

Komentar ditutup.

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image