Kisah Salman Al Farisi Mencari Hidayah (Episode 3)

Diceritakan dalam episode sebelumnya:

…… Salman menceritakan asal muasal dirinya dan agama kaumnya. Suatu hari ia diminta ayahnya mengurusi ladang milik ayahnya. Dalam perjalanan beliau melihat gereja dan aktifitas di dalamnya yang membuat kagum dirinya. Di sanalah ia memulai perjalanannya mencari al haq setelah melihat cara dan ibadah orang Nashrani. Ia membatalkan tujuannya dan lebih memilih untuk mengamati cara ibadah pemeluk agama Nashrani tersebut sampai matahari terbenam. Setelah itu barulah ia kembali pulang.

Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar

Episode 3

Ketika aku telah kembali kepada ayahku, ayahku berkata kepadaku: "Anakku dari mana saja Engkau? Bukankah engkau telah berbuat perjanjian denganku?"

Perhatian seorang ayah sebagaimana keharusan perhatiannya seorang Sunniy Salafy kepada anaknya, "Apa yang kau perbuat hari ini anakku, dapat pelajaran apa di pondok selama ini, coba cerita tentang pondokmu, cerita tentang pelajaranmu?"

Aku berkata: "Ayah, aku tadi berjalan melewati orang-orang yang sedang mengerjakan beribadah di gereja mereka, kemudian aku kagum terhadap agama mereka yang aku lihat. Demi Allah! aku berada di tempat mereka hingga matahari terbenam." Ayahku berkata: "Anakku, tidak ada kebaikan pada agama tersebut."

Ta’ashub! Kebenaran yang telah disampaikan diadu dengan kebiasaan nenek moyang, wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala dibandingkan dengan akal dan ciptaan manusia. kebiasaan, kebudayaan yang sudah turun temurun dari nenek moyang lebih dipegang dibandingkan qalallah wa qala Rasulullah. Dan ini merupakan masalah dari masalah-masalah jahiliyah ketika kebenaraan diadu dan ditentangkan dengan kebiasaan nenek moyang.

Aku berkata, "tidak, demi Allah! agama tersebut lebih baik daripada agama kita."

Keteguhan hati untuk mempertahankan kebenaran. Bukannya diam, tetapi menyuarakan kebenaran! Ketika kita ditentang dan dikatakan kajian Al Quran dan As Sunnah dengan pemahaman salaf adalah kajian sesat, kita langsung spontan, "Tidak, demi Allah! inilah kebenaaran dan inilah hidayah!" ketika dikatakan salafiyyin Ahlus Sunnah adalah terbelakang yang tidak mengerti kenyataan dan fakta, tidak mengerti teknologi. Kita katakan, "Tidak, demi Allah! justru masa depan yang cerah adalah masa depan yang dapat kita cari di dalam manhaj salaf!" Berani menyuarakan kebenaran.

Setelah kejadian tersebut, ayahku mengkhawatirkanku. Ia ikat kakiku dan aku dipingit dalam rumahnya. Aku mengutus seseorang kepada orang-orang Nasrani dan aku katakan kepada mereka, "Jika ada rombongan dari Syam datang kepada kalian, maka beri kabar kepadaku tentang mereka."

Ikut untuk mencari kebenaran. Semisal perkataan, "Kalau ada ustadz mampir tolong beritahu kami agar kami bisa hadir di mejelisnya, agar kami bisa dekat dengannya, agar kami bisa menanyakan addiin (problema agama) kepadannya."

Tidak lama setelah itu, datanglah pedagang-pedagang Nasrani dari Syam, kemudian mereka menghubungiku. Aku katakan kepada mereka, "Jika mereka telah selesai memenuhi hajatnya dan hendak mau pulang ke negeri mereka, maka beri izin kepadaku untuk aku ikut bersama mereka."Ketika para pedagang Nasrani, hendak kembali ke negerinya, orang-orang nasrani segera memberi kabar kepadaku tentang mereka,

Tidak pelit. Ketika ada informasi kajian salaf atau daurah atau taklim, tidak segan dan tidak malu dikatakan orang yang sok rajin. Sampaikan kepada orang-orang bukan hanya kepada ikhwan salafiyyin, tapi sampaikan juga kepada teman-teman kantor, pedagang, dan tetangga yang awam lainnya.

Kemudian aku melepas rantai di kakiku dan aku pergi bersama mereka hingga sampai ke negeri Syam. Setelah tiba di Syam, aku bertanya, "Siapakah pemeluk agama ini yang paling banyak ilmunya?" Mereka menjawab: "Uskup di gereja" Kemudian aku datang kepada Uskup tersebut dan berkata kepadanya, "Aku amat tertarik dengan agama ini. Jadi aku ingin bersamamu dan melayanimu di gerejamu dan agar bisa belajar bersamamu dan beribadah bersamamu."

Subhanallah! Menjadi orang yang besar dengan seorang ahlul ilmu, siap melayani dan menawarkan bantuan agar lebih dekat adalah salah satu cara kita memperoleh ilmu yang lebih dibandingkan yang lain. Abdullah ibnu Mas’ud, Anas bin Malik, Abdullah ibnu Abbas, Abu Hurairah. Nama-nama sahabat orang-orang yang pandai, khulafaur Rasyidin dan adalah orang-orang yang paling dekat dengan nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam. tingkat keutamaan mereka tentunya lebih tinggi tingkatannya dibandingkan sahabat nabi yang jarang berkumpul bersama nabi Shallallahu’alaihi wasallam. Tingkat keilmuan sahabat nabi yang ingin lebih dekat tentu lebih dalam tingkat keilmuannya daripada yang jauh dari nabi Shallallahu’alaihi wasallam. Jangan ragu, jangan malu untuk menjadi sahabat karib seorang ustadz, untuk menjadi orang yang dekat dengan seorang guru. Karena dengan cara ini bisa mendapakan ilmu yang lebih.

Uskup berkata, "Masuklah!" Aku pun masuk kepadanya, ternyata Uskup tersebut orang yang jahat. Ia mengajak ummat untuk bersedekah, namun ketika mereka telah mengumpulkan sedekahnya melalui dia, ia simpan untuk dirinya dan tidak menyerahkannya kepada orang-orang fakir miskin, hingga ia berhasil mengumpulkan tujuh peti penuh yang berisikan emas dan perak. Aku sangat marah kepadanya karena perbuatannya tersebut. Tidak lama kemudian Uskup tersebut mati. Orang-orang Nasrani berkumpul untuk mengurus jenazahnya, namun aku katakan kepada mereka: "Sungguh orang ini telah berbuat jahat, ia menganjurkan kalian bersedekah, namun ketika kalian menyerahkan sedekah melaluinya, ia malah menyimpannya untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya sedikitpun kepada fikir miskin." Mereka berkata: "Darimana engkau mengetahui hal ini?" Aku katakan kepada mereka, "Mari aku tunjukan tempat penyimpanannya!" 

Subhanallah! Sifat dan perangai yang tidak mungkin bisa kita sembunyikan. Orang baik mau berusaha menyembunyikan sifat baiknya pasti akan ketahuan juga. Demikian juga sifat dan perangai buruk berusaha menyembunyikannya agar tidak diketahui orang lain dan tidak ikhlas di dalamnya suatu saat akan terbongkar juga. Kesalahan dan kemaksiatan yang kita perbuat akan diperlihatan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Utsman Radhiallahu’anhu berkata, "Tidak ada seorangpun yang menyembunyikan perangai buruk kecuali pasti akan Allah Subhanahu wata’ala tampakkan."

Aku tunjukan tempat penyimpanan uskup tersebut kepada mereka, kemudian mereka mengeluarkan tujuh peti yang berisi penuh dengan emas dan perak. Ketika melihat ketujuh peti tersebut, mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak akan mengubur mayat uskup ini." Mereka menyalib Uskup tersebut dan melemparinya dengan batu. Setelah itu, mereka menunjuk orang lain untuk menjadi Uskup pengganti.

Aku tidak pernah melihat orang yang sholat yang lebih mulia, lebih zuhud, lebih cinta kepada akhirat, lebih tekun di siang dan malam hari dari Uskup baru tersebut. Aku mencintai Uskup tersebut dengan cinta yang tidak ada duanya.

Kita mencintai seseorang bukan karena dunia dan lainnya, tetapi kita mencintai seorang karena akhlaknya, karena ibadahnya, seperti yang ditunjukkan Salman Al Farisi.

Aku tinggal bersamanya lama sekali hingga kemudian ajal menjemputnya. Aku berkata kepadanya (sebelum dia wafat), "Sesungguhnya aku telah hidup bersamamu dan aku mencintaimu dengan cinta yang tidak ada duanya, sekarang seperti yang telah lihat keputusan Allah Subhanahu wata’ala telah datang kepadamu, maka engkau titipkan aku kepada siapa (untuk belajar)?"

Salman Al Farisi tetap mencari hidayah. Setelah gurunya meninggal ia bertanya kepada gurunya kepada siapa lagi ia akan belajar agama?

Uskup menjawab: "Anakku, demi Allah, aku tidak tahu ada orang yang seperti diriku. Manusia sudah banyak yang meninggal dunia, mengubah agamanya dan meninggalkan apa yang sebelumnya mereka kerjakan, kecuali satu orang di Al-Maushil, yaitu Si Fulan, ia seperti diriku. Pergilah engkau kepadanya!"

Tidak ada orang yang perjuangannya sama seperti perjuangan gurunya Salman Al Farisi, berjuang mempertahankan ajaran agama ‘Isa ‘Alaihis salam. Bayangkan… beberapa tahun sebelum diutusnya nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam hanya tinggal segelinti saja yang mempertahankan ajaran nabi ‘Isa ‘Alaihis salam. Pengakuan orang yang berilmu di kalangan orang Nashrani bahwa di kala itu banyak yang sudah merubah ajaran nabi ‘Isa ‘Alaihis salam.


Jangan ragu, jangan malu untuk menjadi sahabat karib seorang ustadz, untuk menjadi orang yang dekat dengan seorang guru. Karena dengan cara ini bisa mendapakan ilmu yang lebih.


Ketika Uskup tersebut telah meninggal dunia dan di kubur, aku pergi kepada Uskup di Maushil.

Meskipun Jauhnya jarak dari Syam ke Maushil tetap ditempuh demi mencari hidayah dan kebenaran.

Bersambung… insya Allah

[Dinukil dari catatan taklim kami ketika mendengar rekaman mp3 dari daurah bertema Kisah Salman Al Farisi Radhiallahu’anhu Mencari Hidayah. Dibawakan oleh Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar. Sumber audio: http://atstsurayya.wordpress.com/2009/03/13/kisah-salman-al-farisy/]

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Biografi Ulama, Ilmu dan Ulama, Jihad Fii Sabilillah, Kisah Sahabat, Tokoh Teladan, Urgensi Dakwah
1 comments on “Kisah Salman Al Farisi Mencari Hidayah (Episode 3)
  1. […] Kisah Salman Al Farisi Mencari Hidayah (Episode 3) « Sunniy Salafy […]

Komentar ditutup.

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image