Kisah Salman Al Farisi Mencari Hidayah (Episode 4)

Diceritakan dalam episode sebelumnya:

…… Salman Al Farisi mulai belajar agama barunya kepada uskup di tempat itu beberapa lamanya hingga uskup tersebut meninggal. Ternyata ia adalah uskup yang jahat. Setelah meninggal uskup itu digantikan oleh orang lain. Salman pun belajar pula kepada uskup penggantinya yang shalih sampai uskup itupun meninggal. Sebelum meninggal, uskup menyarankan Salman menuju ke Moushil untuk belajar kepada uskup lainnya yang memiliki pemahaman sama sepertinya, yaitu pemahaman Nashrani yang masih murni sebagaimana yang diajarkan oleh nabi ‘Isa ‘Alaihis salam.

Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar

Episode 4

Ketika sampai di sana (di Moushil), aku katakan kepadanya: "Hai Fulan, sesungguhnya Uskup si Fulan telah berwasiat kepadaku ketika hendak wafat agar aku pergi kepadamu. Ia jelaskan kepadaku bahwa engkau seperti dia." Uskup tersebut berkata: "Tinggallah bersamaku!" Aku menetap bersamanya. Aku melihat ia sangatlah baik seperti cerita shahabatnya. Tidak lama kemudian Uskup tersebut wafat. Menjelang wafatnya, aku berkata kepadanya: "Hai Fulan, sesungguhnya Uskup si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu dan sekarang keputusan Allah Subhanahu wata’ala telah datang kepadamu seperti yang engkau lihat, maka kepada siapa engkau wasiatkan? Apa yang engkau perintahan kepadaku?" Uskup berkata: Anakku demi Allah, aku tidak tahu ada orang seperti kita kecuali satu orang saja di Nashibin, yaitu Si Fulan. Pergilah kepadanya.

Bayangkan, bisa dihitung dengan jari orang-orang yang tetap berpegang teguh pada ajaran nabi ‘Isa ‘Alaihis salam yang sebenarnya. Padahal di kala itu orang-orang nashrani banyak sekali, tapi hanya satu dua orang yang tetap berpegang teguh pada ajaran nabi ‘Isa ‘Alaihis salam yang sebenarnya

Ketika Uskup tersebut wafat dan usai dikubur, aku pergi kepada Uskup Nashibin. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya dan apa yang diperintahkan dua shahabatku kepadanya. Ia berkata, "Tinggallah bersamaku" Aku tinggal bersamanya, dan aku dapati dia seperti dua shahabatku yang telah wafat. Aku tinggal bersama orang yang terbaik.

Boleh memuji selama tidak melampaui batas. Boleh menceritakan keadan orang asalkan tidak melampaui batas. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melarang kita untuk memuji yang berlebihan bahkan di dalam hadits Rasulullah memerintahkan untuk menaburkan pasir kepada orang yang memuji, ketika orang tersebut memuji dengan melampaui batas. Karena beliau memerintahkan hal ini beliau sendiripun yang memuji para sahabat, di hadapan orang banyak. Fulan min ahlul jannah, fulan ahlul jannah, fulan yuhibballahu wa yuhibu Rasulullah. Berapa banyak keadaan yang dpuji asalkan tidak melampaui batas.

Demi Allah! tidak lama kemudian ia wafat. Menjelang kematiannya, aku berkata: "Hai Fulan, sungguh Si Fulan telah berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar aku pergi kepadamu, maka kepada siapa aku engkau wasiatkan? Apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?" Uskup tersebut berkata: "Anakku, demi Allah, aku tidak tahu orang yang seperti kita dan aku perintahkan engkau pergi kepadanya kecuali satu orang di Ammuriyah wilayah Romawi. Ia sama seperti kita. Jika engkau mau, pergilah kepadanya, karena ia sama seperti kita."

Ketika Uskup Nashibin telah wafat dan dikuburkan, aku pergi kepada Uskup Ammuriyah. Aku jelaskan perihal diriku kepadanya. Ia berkata: "Tinggallah bersamaku!" Aku tinggal bersama orang yang terbaik sesuai dengan petunjuk shahabat-shahabatnya dan perintah mereka. Aku bekerja (sambil belajar),

Menuntut ilmu sambil bekerja tidak bertentangan sama sekali. Ketika kita bekerja dengan niat agar mampu tholabul ilmi. Allah Subhanahu wata’ala akan bukakan pintu rizki kepada kita. Ketika Allah Subhanahu wata’ala memberikan taufik kita utuk belajar, Allah akan berikan barokah di dalam rizki kita. Jangan disangka waktu yang kita sempatkan untuk belajar akan menutup pintu rizki. Tidak! Akan tetapi ketika kita belajar, Allah Subhanahu wata’ala akan bukakan pintu rizki yang lebih baik dan barokah, insya Allah.

Sehingga aku memiliki beberapa lembu dan kambing-kambing, tidak lama kemudian, Uskup tersebut wafat, menjelang wafatnya aku bertanya kepadanya: "Hai Si Fulan sungguh aku pernah tinggal bersama Si Fulan, kemudian ia berwasiat kepadaku agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat kepadaku agar pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan tersebut berwasiat agar aku pergi kepada Si Fulan, kemudian Si Fulan berwasiat agar aku pergi kepada engkau, maka kepada siapa engkau wasiatkan?"

Inilah ketenangan hati yang dicari Salman Al Farisi dalam mencari hidayah, ketenangan yang ia cari dengan jujur, bersungguh-sungguh mencari al haq (hidayah) pasti Allah wujudkan cita-citanya. Setiap orang yang berkeinginan kuat dan bersemangat jika ia jujur untuk mencari dan menuntut ilmu pasti akan Allah wujudkan cita-citanya. Karena derajat seorang yang ‘alim dan berilmu adalah suatu hal yang pasti, tidak mungkin tidak. Untuk menjadi seorang yang ‘alim (berilmu) telah dijelaskan Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Naik satu anak tangga demi anak tangga, satu langkah untuk menuju hal tersebut. Ketika hidayah kebenaran dan ketenangan hati yang kita cari belum kita rasakan, artinya kita belum sampai, kita butuh langkah-langkah berikutnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Al ‘Ankabut: 69)

Seperti yang dialami Salman Al Farisi.

Uskup berkata: "Anakku, demi Allah! sungguh aku tidak tahu pada hari ini ada orang-orang yang seperti kita yang aku bisa perintahkan kepada engkau untuk pergi kepadanya…

Di zaman Salman Al Farisi, sudah tidak ada lagi seorangpun yang siap mempertahankan ajaran nabi ‘Isa ‘Alaihis salam yang masih murni. Maka kita tidak ragu sama sekali untuk mengatakan bahwa orang-orang Nashrani di zaman kita ini adalah orang-orang kafir, orang-orang yang tersesat, kita tidak ragu.

…namun telah dekat datangnya seorang Nabi. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim ‘Alaihis salam dan muncul di negeri Arab. Tempat hijrahnya adalah daerah diantara dua daerah yang berbatu dan diantara dua daerah tersebut terdapat pohon-pohon kurma., nabi tersebut mempunyai tanda-tanda yang tidak bisa disembunyikan; ia memakan hadiah dan tidak memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat cap kenabian. Jika engkau bisa pergi ke negeri tersebut, pergilah engkau kesana!"

Kedatangan nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam telah dijelaskan di dalam Injil dan Taurat, lengkap dengan ciri, lengkap dengan sifat-sifat beliau. Bukan cuma ciri pribadi tetapi ciri negeri di mana beliau akan datang. Sehingga setiap orang Nashrani yang membenci dan mengingkari ajaran nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam artinya telah mengingkari ajaran Injil. Setiap orang yang tidak menerima dakwah Islam artinya telah bermaksiat dan durhaka kepada nabi ‘Isa ‘Alaihis salam. Perincian, sifat, pribadi nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam, sifat dan keadaan negeri di mana nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam akan datang dan berjuang di sebutkan di dalam Injil tanpa terkecuali.


Uskup berkata: "Anakku, demi Allah! sungguh aku tidak tahu pada hari ini ada orang-orang yang seperti kita yang aku bisa perintahkan kepada engkau untuk pergi kepadanya…


Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ

"Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri." (Al Baqarah: 146)

Setelah Uskup tersebut wafat dan di makamkan. Dan aku tetap tinggal di Ammuriyah hingga beberapa lama. Setelah itu, sekelompok pedagang berjalan melewatiku. Aku berkata kepada mereka: "Bawalah aku ke negeri Arab, niscaya aku serahkan kambingku ini kepada kalian" Mereka berkata: "Ya"

Siap dan rela mengorbankan harta demi sebuah hidayah. demi sebuah ketenangan hati. Apalah guna harta sementara hati kita tidak tenang. Pengorbanan dari Salman Al Farisi. Binatang ternak yang semenjak lama di jaga ia korbankan hanya untuk sampai ke negeri tujuan di mana dia berharap akan mendapatkan ketenangan hati.

Bersambung… insya Allah

[Dinukil dari catatan taklim kami ketika mendengar rekaman mp3 dari daurah bertema Kisah Salman Al Farisi Radhiallahu’anhu Mencari Hidayah. Dibawakan oleh Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar. Sumber audio: http://atstsurayya.wordpress.com/2009/03/13/kisah-salman-al-farisy/]

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Biografi Ulama, Ilmu dan Ulama, Jihad Fii Sabilillah, Kisah Sahabat, Tokoh Teladan, Urgensi Dakwah
1 comments on “Kisah Salman Al Farisi Mencari Hidayah (Episode 4)
  1. […] Kisah Salman Al Farisi Mencari Hidayah (Episode 4) « Sunniy Salafy […]

Komentar ditutup.

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image