Kisah Salman Al Farisi Mencari Hidayah (Episode 5)

Diceritakan dalam episode sebelumnya:

…… Salman Al Farisi belajar kepada uskup di Moushil hingga gurunya itu wafat, kemudian diwasiatkan untuk belajar kepada uskup di Nashibin dan terus belajar sampai gurunya wafat, Kemudian diwasiatkan untuk pergi ke Ammuriyah dan belajar di sana hingga gurunya itu wafat. Subhanallah… Salman terus rihlah untuk belajar (touring taklim) demi memperdalam agama Nashrani yang masih murni. Setelah gurunya di Ammuriyah wafat, gurunya tersebut mengatakan sudah tidak ada lagi seorangpun di dunia ini yang bisa diambil ilmunya, yang masih berpegang teguh kepada ajaran nabi ‘Isa ‘Alaihis salam. Namun telah tiba saatnya kedatangan seorang nabi yang telah dikabarkan di dalam Injil lengkap dengan menyebutkan sifat, perangai, bahkan ciri-ciri derah di mana ia akan muncul. Salman pun berazzam untuk pergi ke sana menemui nabi tersebut…

Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar

Episode 5

Aku berikan lembu dan kambing-kambingku kepada mereka, dan mereka membawaku. Namun ketika tiba di lembah Al-Quro, mereka menzhalimiku. Mereka menjualku kepada orang Yahudi sebagai seorang budak.

Orang merdeka dijadikan budak. Tetapi Salman Al Farisi tidak patah arang, tidak! Inilah perjuangan hidup. Semakin tinggi harapan maka akan semakin berat perjuangan kita. Salman Al Farisi hanya untuk mencari ketenangan hati rela menjadi seorang budak.


…dan membawaku ke Madinah, Demi Allah, ketika aku melihat Madinah, persis seperti yang dijelaskan oleh pendeta di Ammuriyah.


Kemudian aku tinggal bersama orang Yahudi tersebut, dan di negeri itu aku melihat kebun kurma. Aku benar-benar berharap kiranya negeri ini yang pernah diisyaratkan oleh pendeta di Ammuriyah.

Husnuzhan (berprasangka baik) kepada Allah. Ternyata menjadi hamba sahaya bukanlah hal yang buruk bagi Salman Al Farisi. Tetapi beliau berusaha untuk husnuzhan (berprasangka baik) bahwa dengan takdir semacam ini akan mendapatkan kebaikan. Setiap ujian yang ditimpakan oleh Allah Subhanahu wata’ala hendaklah kita husnuzhan. Bahwasanya dengan cara seperti inilah kita akan mendapatkan kebaikan yang lebih banyak. Kebaikan yang berlipat-lipat.

Disaat aku tinggal dengan orang Yahudi tersebut, tiba-tiba sepupu orang Yahudi yang berasal dari Bani Quraizhah tiba dari Madinah. Ia membeliku dari orang Yahudi tersebut dan membawaku ke Madinah. Demi Allah, ketika aku melihat Madinah, persis seperti yang dijelaskan oleh pendeta di Ammuriyah. Aku menetap di sana.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus sebagai nabi Shallallahu’alaihi wasallam dan masih menetap di Makkah dalam jangka waktu tertentu…

Disebutkan dalam biografi Salman Al Farisi, dibutuhkan puluhan tahun perjalanan Salman Al Farisi meninggalkan ayah yang tercinta, hartanya, dan keluarganya. Seorang anak dari seorang tokoh masyarakat hanya untuk mencari hidayah. Perjalanan yang cukup panjang. 10 tahun dilalui Salman Al Farisi ia jalani. Penantian… sebuah hal yang baik dan tinggi membutuhan penantian, pengorbanan, perjuangan, dan kesabaran.

… dan aku tidak mendapatkan informasi tentang beliau karena kesibukanku berstatus sebagai budak.

Padahal 10 tahun dakwah nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam telah menyebar ke seluruh jazirah Arab dan tidak terkecuali orang-orang di kota Madinah. 10 tahun lamanya ketika orang sibuk membicarakan dakwah nabi, Salman tidak mengetahui berita ini karena ia berstatus budak.

Tidak lama setelah itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah.

Demi Allah, aku berada di atas pohon kurma mengerjakan beberapa pekerjaan untuk tuanku, sedang tuanku duduk di bawahku. Tiba-tiba saudara misan tuanku datang dan berdiri di depannya sembari berkata: "Hai Fulan semoga Allah membunuh Bani Qailah. Demi Allah, sesungguhnya mereka sekarang berkumpul di Quba’ untuk menyambut kedatangan seorang laki-laki dari Makkah, dan mereka mengklaim bahwa orang tersebut adalah Nabi."

Ketika aku mendengar ucapan saudara misan tuanku, akupun bergetar hingga aku yakin aku akan jatuh mengenai tuanku.

Ia merasa akan jatuh dari pohon karena begitu kaget mendengar berita itu, inilah saat-saat yang dinanti Salman Al Farisi. Perjuangan beliau selama ini, penderitaan, dan pengorban yang tidak mungkin terkira. Pedihnya akhirnya ditutup dengan sebuah berita yang menggembirakan. Kedatangan seorang nabi. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.

Kemudia aku turun dari atas pohon kurma dan bertanya kepada sepupu tuanku, "Apa yang engkau katakan tadi?"

Posisi Salman sebagai seorang budak ia lupakan demi memastikan berita yang baru saja ia dengar. Berbicara dengan sepupu majikannya padahal ia seorang budak. Memastikan berita yang sudah lama ia nanti.

Tuanku marah kepadaku dan menamparku dengan sangat marah mendengar pertanyaanku, sembari berkata: "Apa urusanmu dengan persoalan ini? Pergi sana dan bereskan pekerjaanmu!" Aku berkata: "Tidak apa-apa, aku hanya kepingin tahu ucapannya."

Demi memastikan kebenaran informasi berita tersebut, salman mendapatkan tamparan yang keras.

Aku mempunyai sesuatu makanan yang telah aku siapkan. Pada sore hari, aku mengambilnya kemudian pergi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di Quba’. Aku masuk menemui beliau dan berkata kepadanya: Aku mendapat informasi bahwa engkau orang yang sholih. Engkau mempunyai shahabat-shahabat, terasing dan memerlukan bantuan. Ini sedekah dariku. Aku melihat kalian lebih berhak daripada orang lain. Aku serahkan sedekah tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau berkata kepada shahabat-shahabatnya: “Makanlah” beliau menahan mulutnya dan tidak memakan sedikitpun dari sedekahku. Aku berkata dalam hati, ini tanda pertama, kemudian aku minta pamit dari hadapan Rasulullah. Setelah itu ku mengumpulkan sesuatu yang lain, sementara Rasulullah shallallahu ;alaihi wa sallam sudah pindah ke Madinah. Aku datang kepada beliau dan berkata kepadanya: sungguh aku melihatmu tidak memakan harta sedekah. Ini hadiah khusus aku berikan kepadamu. Maka Rasulullah memakan hadiah dariku dan memerintahkan shahabat-shahabatnya ikut makan bersamanya. Aku berkata dalam hati ini tanda yang kedua.

Aku kembali pulang dan tinggal di tempatku beberapa lama. Kemudian kupergi mencari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kutemui beliau di Baqi’, sedang mengiringkan jenazah dan dikelilingi oleh shahabat-shahabatnya. Ia memakai dua lembar kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan yang satu lagi sebagai baju.

Kuucapkan salam kepadanya dan kutolehkan pandangan hendak melihatnya. Rupanya ia mengerti akan maksudku, maka disingkapkannya kain burdah dari lehernya hingga nampak pada pundaknya tanda yang kucari, yaitu cap kenabian sebagai disebutkan oleh pendeta di Ammuriyah.Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis.

Subhanallah…. Bagaimana perasaan bahagia yang akan dirasakan oleh seorang hamba setelah dia berjuang dan berusaha mencari kebenaran, mencari al haq dan hidayah, berkorban untuk mencari ilmu, ketenangan hati. Semua jalan telah ditempuh, puluhan tahun di rasakan oleh Salman Al Farisi. Betapa bahagianya hingga akhirnya kedua mata Salman tidak kuasa untuk mencucurkan air mata. Tentunyapun kita harus menangis bahagia ketika Allah Subhanahu wata’ala telah mengenalkan manhaj salaf kepada kita. Sebuah manhaj yang membimbing kita untuk menjalani kehidupan dunia berdasarkan Al Quran dan sunnah nabi. Sesungguhnya setiap orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari kebenaran pasti dia akan dapatkan.

Bersambung… insya Allah

[Dinukil dari catatan taklim kami ketika mendengar rekaman mp3 dari daurah bertema Kisah Salman Al Farisi Radhiallahu’anhu Mencari Hidayah. Dibawakan oleh Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar. Sumber audio: http://atstsurayya.wordpress.com/2009/03/13/kisah-salman-al-farisy/]

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Biografi Ulama, Ilmu dan Ulama, Jihad Fii Sabilillah, Kisah Sahabat, Tokoh Teladan, Urgensi Dakwah
1 comments on “Kisah Salman Al Farisi Mencari Hidayah (Episode 5)
  1. […] Kisah Salman Al Farisi Mencari Hidayah (Episode 5) « Sunniy Salafy […]

Komentar ditutup.

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image