Ummu Harun As Salafiyyah
Di waktu Shubuh sebagaimana biasa abinya Harun mengulang kembali hafalan hadits. Hadits yang dibaca pada waktu itu adalah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ : لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu‘alaihi wasallam, "Berilah aku nasihat." Beliau bersabda, "Jangan engkau marah." Orang itu menanyakan hal itu berulang kali, beliau bersabda, "Jangan engkau marah." (Riwayat Bukhari)
Harun (3 th) yang sudah terbangun mengikuti ucapan abinya dan berucap, "Laa taghdhob jangan engkau marah". Semenjak saat itu ia sering sekali mengucapkan kata itu, "Laa taghdhob jangan engkau marah".
Pada suatu hari aku kesal karena mainannya tidak dirapikan maka dengan nada marah aku berujar, "Harun mainannya dberesin dunk kalau sudah selesai." Ia pun menjawab dengan bahasa cadel, "Umi… laa taghdhob, jangan marah-marah…" Mendengarnya aku jadi tertawa, "Ohh iya ya jangan marah-marah…" Akhirnya ndak jadi marah deh.
Demikian pula ketika suatu ketika abinya marah karena suatu sebab, ia pun mendapat nasihat juga dari anaknya, "Abi, laa tagdhob!" Abinya pun ketawa dan ndak jadi marah.
Demikianlah, hadits laa taghdhob adalah hadits pertama bagi anakku, Harun, yang ia hafal dan ia amalkan. Walhamdulillah. Allahumma faqqihhu fiddin wa ‘allimhu ta’wil.
Wallahu a’lam.