Perhatikanlah Dengan Siapa Anakmu Menuntut Ilmu (Bagian 2 – Tamat)

Al-Ustadz Abul ‘Abbas Muhammad Ihsan

(Bagian 2 – Tamat)
Peran Seorang Pendidik

Seorang pendidik (ustadz atau ustadzah) memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk dan mencetak anak-anak didiknya, terutama anak didik yang belum berakal dan belum baligh. Mereka akan senantiasa memerhatikan dan berusaha meniru apa yang dilakukan oleh pendidiknya. Bahkan sering kita dengar dari mereka ketika dinasihati orangtua atau walinya, atau terjadi perbedaan pendapat di antara mereka, mereka mengatakan: “Ustadz/ ustadzahku berkata demikian” atau “melakukan demikian.” Oleh karena itulah, para pendidik wajib menyadari akan kedudukannya dalam pandangan anak didiknya, yaitu sebagai pengganti orangtua atau walinya, yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

“Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali ‘Imran: 79)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan masing-masing kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.”

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ مِثْلُ الْوَالِدِ أُعَلِّمُكُمْ

“Hanya saja kedudukanku bagi kalian seperti orangtua, maka aku ajari kalian.” (HR. An-Nasa`i no. 40 dan Ibnu Majah no. 313)

Beberapa hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang pendidik dalam rangka pendidikan adalah:

1. Menjadi teladan yang baik dalam ilmu dan amal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisahkan perkataan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam kepada kaumnya:

وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ

“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan.” (Hud: 88)

Dari Abu ‘Amr Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

“Barangsiapa memberikan contoh yang baik dalam Islam, maka dia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala sebesar pahala orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memberikan contoh yang jelek, dia akan mendapatkan dosanya dan dosa sebesar dosa orang yang mengikuti dia, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)

Sehingga, seorang pendidik harus terus berusaha agar perbuatannya tidak menyelisihi ucapannya, terutama di hadapan anak-anak didiknya. Karena hal ini akan menjatuhkan kewibawaannya dan menghilangkan barakah ilmunya, serta bisa membinasakan dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (Al-Baqarah: 44)

Dari Abu Zaid Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ :يَا فُلَانُ، مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُولُ: بَلَى، قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ

“Didatangkan seseorang pada hari kiamat kemudian dilemparkan ke dalam neraka, maka isi perutnya keluar kemudian dia berputar-putar padanya sebagaimana keledai berputar di penggilingan. Maka penghuni neraka berkumpul (melihatnya) lalu mereka berkata: ‘Wahai fulan, kenapa kamu? Bukankah kamu memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar?’ Dia menjawab: ‘Ya. Aku menyuruh yang ma’ruf namun aku tidak melakukannya. Aku melarang dari yang mungkar namun aku melakukannya’.” (Muttafaqun ‘alaih)

2. Materi pendidikan yang diberikan kepada anak didik ditekankan pada akidah dan akhlak atau adab, dengan cara menunjukkan dalil-dalilnya bila mampu.

Karena dengan demikian, pendidik melatih anak didiknya untuk bersikap ilmiah dalam beragama.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Luqman Al-Hakim:

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah), sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’.” (Luqman: 13)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (Al-Anbiya`: 25)

Dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

بَعَثَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللهِ –وفي رواية- أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku ke Yaman. Beliau bersabda: ‘Sungguh kamu akan mendakwahi suatu kaum dari ahli kitab. Maka dakwahilah mereka untuk mengucapkan syahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwasanya aku adalah utusan Allah’.”
Dalam riwayat yang lain: “Agar mereka mentauhidkan Allah.” (Muttafaqun ‘alaih)

Metode atau cara yang dituntunkan oleh para imam salaf seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Abdulwahhab rahimahullahu di dalam kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah bagus sekali. Alangkah bagusnya kalau anak didik disuruh menghafal kemudian dijelaskan sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Sedikit demi sedikit. Ini dalam permasalahan akidah.

Dalam masalah akhlak atau adab, bisa diambilkan dari kitab Riyadhush Shalihin. Dalil-dalilnya dihafalkan dan dijelaskan pula sesuai dengan kemampuan mereka.

Materi fiqih bisa diambil dari ‘Umdatul Ahkam dengan metode yang sama. Hal ini insya Allah lebih bermanfaat bagi anak didik. Selain pula sebagai sebuah upaya untuk mengenalkan dan menanamkan kecintaan dalam diri anak didik terhadap para imam salaf dan cara mereka dalam memahami agama.

3. Memberi beban hafalan atau materi pelajaran lainnya sesuai dengan kemampuan mereka, sehingga anak didik merasa senang dan semangat belajar.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl: 125)

يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah: 185)

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا

“Mudahkanlah dan jangan kalian persulit. Berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat (mereka) lari (dari dakwah).” (Muttafaqun ‘alaih)

Ketika ada anak didik mendapatkan kesulitan dalam menghafal atau materi pelajaran lainnya, hendaknya pendidik berusaha membantunya dan menjelaskan sejelas-jelasnya, dengan sabar dan berulang-ulang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ

“Bila kalian memberi beban kepada mereka, maka bantulah mereka.” (Muttafaqun ‘alaih dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu)

Hendaknya pendidik tidak memberikan beban hafalan atau pelajaran yang tidak dimampu oleh anak didik. Beban hafalan atau pelajaran di luar kemampuan mereka akan menyebabkan mereka malas belajar dan putus asa, tidak mau belajar lagi. Hal ini haram hukumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berdoa:

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ

“Ya Allah, barangsiapa mengurus sebagian dari urusan umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka jadikanlah dia susah. Dan barangsiapa yang mengurus sebagian urusan umatku kemudian bersikap lemah lembut terhadap mereka, maka lemah lembutlah kepadanya.” (HR. Muslim)

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:

وصَلىَّ مُعَاذٌ بِأَصْحَابِهِ الْعِشَاءَ فَطَوَّلَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ صلى الله عليه وسلم: أَتُرِيْدُ أَنْ تَكُونَ يَا مُعَاذُ فَتَّانًا؟ إِذَا أَمَّمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ {وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا} وَ {سَبِحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى} وَ {اقْرَأْ بِسْمِ رَبِّكَ} وَ {وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى}

“Mu’adz mengimami shalat Isya bagi para sahabatnya, lalu dia memanjangkan (shalat) hingga memberatkan mereka. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apakah engkau ingin menjadi orang yang menimbulkan fitnah, wahai Mu’adz? Apabila engkau mengimami orang-orang, bacalah Wasy-syamsi wa dhuhaha, atau Sabbihisma rabbikal a’la, atau Iqra` bismi rabbika, atau Wal-laili idza yaghsya’.” (Muttafaqun ‘alaih)

4. Sabar menghadapi berbagai karakter, tingkah laku dan tingkat kecerdasan anak-anak didiknya.

Karena, itu semuanya adalah ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ

“Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar?” (Al-Furqan: 20)

Memang fitrah manusia akan mencintai anak yang penurut, pandai, cerdas dan berakhlak baik. Namun kecintaan itu tidak boleh menghalanginya untuk mendidik dengan adab yang benar atau justru membawanya berbuat tidak adil terhadap anak didiknya yang lain, misalnya dalam pemberian atau hibah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma. Namun tatkala dia hendak makan kurma shadaqah (dan shadaqah adalah haram bagi ahlil bait), beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mencegahnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

أَخَذَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ رضي الله عنهما تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ الصَّدَقَةِ فَجَعَلَهَا فِي فِيهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: كَخْ كَخْ. لِيَطْرَحَهَا ثُمَّ قَالَ: أَمَا شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ؟

“Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma mengambil sebutir kurma shadaqah kemudian dia masukkan ke mulutnya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Kakh, kakh,’ agar Hasan membuangnya. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidakkah engkau mengerti bahwa kita (ahlul bait) tidak makan shadaqah?’ (Muttafaqun ‘alaih)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sangat mencintai Fathimah radhiyallahu ‘anha, namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَأَيْمُ اللهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعَ مُحَمَّدٌ يَدَهَا

“Demi Allah, bila Fathimah bintu Muhammad mencuri, sungguh Muhammad (Shallallahu ‘alaihi wa sallam) akan memotong tangannya.” (Muttafaqun ‘alaih, dari sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

فَاتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ

“Bertakwalah kepada Allah, dan bersikap adillah terhadap anak-anakmu.” (Muttafaqun ‘alaih, dari sahabat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma)

Bila pendidik mendapati anak didik yang bandel, kurang beradab, tidak cerdas atau banyak tingkah, maka kebenciannya tidak boleh menyeretnya untuk berbuat zalim. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Ma`idah: 8)

Upaya pembenahan dan perbaikan terhadap anak yang bandel atau banyak tingkah bisa diusahakan tanpa pukulan. Bisa dengan nasihat secara lisan, atau dibentak, atau ditakut-takuti tanpa berlebihan sehingga tidak menimbulkan sikap minder pada anak. Hal itu dilakukan terlebih dahulu disertai dengan doa, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya kelemahlembutan itu tidaklah ada dalam suatu perkara kecuali akan menjadikannya bagus, dan tidaklah kelemahlembutan itu dicabut dari sesuatu kecuali akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:

مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا أَخَذَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا

“Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pilihan antara dua perkara kecuali beliau akan memilih yang paling mudah atau ringan, selama bukan dosa.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:

مَا ضَرَبَ النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَطُّ بِيَدِهِ وَلَا امْرَأَةً وَلاَ خَادِمًا إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul dengan tangannya kepada istri maupun pembantu, kecuali dalam jihad di jalan Allah.” (HR. Muslim)

5. Bersikap pemaaf dan tawadhu’ (rendah hati)

Dua perkara ini memiliki pengaruh yang besar dalam tarbiyah dan pendidikan. Karena, ketika anak didik mendapati ustadz atau ustadzahnya memiliki jiwa pemaaf dan tawadhu’, hal itu akan menambah kewibawaan di hadapan anak didik. Sehingga berbagai macam nasihat dan bimbingan akan lebih mudah mereka terima. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ

“Tidaklah shadaqah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah seorang hamba dengan pemaafannya kecuali izzah (kewibawaan). Dan tidaklah seseorang bersikap rendah hati (tawadhu’) karena Allah, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)

6. Berusaha menggunakan kata-kata yang baik dan banyak mendoakan kebaikan bagi anak didiknya.

Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia berkata yang baik atau diam (bila tidak mampu).” (Muttafaqun ‘alaih, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

“Dan kalimat yang baik itu shadaqah.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Berlindunglah kalian dari neraka, walaupun dengan menyedekahkan separuh kurma. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya, maka dengan kata-kata yang baik.” (Muttafaqun ‘alaih)

Di antara kalimat yang baik adalah doa kebaikan untuk anak didiknya. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kebaikan bagi Ibnu ‘Abbas, Hasan bin ‘Ali, dan para sahabat yang lainnya radhiallahu ‘anhum:

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

“Ya Allah, pahamkanlah dia (Ibnu ‘Abbas) dalam agama, dan ajarilah dia tafsir.” (HR. Ath-Thabarani, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 2589)

اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ

“Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya (Hasan bin ‘Ali), maka cintailah dia.” (Muttafaqun ‘alaih)

Para ulama pun mencontohkan untuk mendoakan kebaikan bagi murid-muridnya. Misalnya dengan ucapan rahimakallah (semoga Allah merahmatimu), hadakallah (semoga Allah memberimu hidayah), ashlahakallah (semoga Allah memperbaikimu), dan lainnya.

Mudah-mudahan dengan berbagai daya dan upaya tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan barakah terhadap usaha-usaha tarbiyah dan pendidikan anak-anak kita. Sehingga muncul dari mereka para ulama dan da’i yang berjalan di atas akidah dan manhaj Ahlus Sunnah. Amin. Allahumma taqabbal du’a`.

Wallahu a’lam.

Tammat

[Dinukil dari Majalah Asy Syari’ah Edisi No.43/IV/1429 H/2008, hal. 47-53, 63, judul asli: Pendidik adalah Pengganti Orangtua]

dddddd

Subject

Download artikel di atas dalam bentuk PDF. Peran Seorang Pendidik.

Type

PDF

Title

peran-seorang-pendidik.pdf

Size

151 KB

Page Number

8

Link Download

Klik di sini

 

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Al Manhaj As Salafus Shalih, Firqah Hizbiyah, Ilmu dan Ulama, Potret Keluarga
KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image