Memilih Hewan Qurban

Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin

Perlu dipahami bahwa berqurban tidaklah sah kecuali dengan hewan ternak yaitu unta, sapi, atau kambing. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيْمَةِ اْلأَنْعَامِ

“Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (Al-Hajj: 28)

Juga firman-Nya:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيْمَةِ اْلأَنْعَامِ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka.” (Al-Hajj: 34)

Dan yang paling afdhal menurut jumhur ulama adalah unta (untuk satu orang), kemudian sapi (untuk satu orang), lalu kambing (domba lebih utama daripada kambing jawa), lalu berserikat pada seekor unta, lalu berserikat pada seekor sapi. Alasan mereka adalah:

1. Unta lebih besar daripada sapi, dan sapi lebih besar daripada kambing. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

2. Unta dan sapi menyamai 7 ekor kambing.

3. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً

“Barangsiapa yang mandi Jum’at seperti mandi janabat kemudian berangkat, maka seolah dia mempersembahkan unta. Barangsiapa yang berangkat pada waktu kedua, seolah mempersembahkan sapi, yang berangkat pada waktu ketiga seakan mempersembahkan kambing bertanduk, yang berangkat pada waktu keempat seakan mempersembahkan ayam, dan yang berangkat pada waktu kelima seakan mempersembahkan sebutir telur.” (HR. Al-Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)

Adapun hadits yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan kambing kibasy, yang berarti dinilai lebih afdhal karena merupakan pilihan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dijawab:
a. Hal tersebut menunjukkan kebolehan berqurban dengan kambing.
b. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuat demikian agar tidak memberatkan umatnya.

(Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 11/398-399, no. fatwa 1149, Adhwa`ul Bayan, 3/382-384, cet. Darul Ihya`it Turats Al-‘Arabi)

Faedah

Al-Imam Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullahu dalam tafsirnya, Adhwa`ul Bayan (3/485), menukil kesepakatan ulama tentang bolehnya menyembelih hewan qurban secara umum, baik yang jantan maupun betina. Dalilnya adalah keumuman ayat yang menjelaskan masalah hewan qurban, tidak ada perincian harus jantan atau betina, seperti ayat 28, 34, dan 36 dari surat Al-Hajj.

Para ulama hanya berbeda pendapat tentang mana yang lebih afdhal. Yang rajih adalah bahwa kambing domba jantan lebih utama daripada yang betina. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kambing kibasy (jantan) bukan na’jah (betina). Wallahu a’lam bish-shawab.

Ketentuan Hewan Qurban

a. Kambing domba atau jawa

Tidak ada khilaf di kalangan ulama, bahwa seekor kambing cukup untuk satu orang. Demikian yang dinyatakan oleh Ibnu Qudamah rahimahullahu dalam Syarhul Kabir (5/168-169).

Seekor kambing juga mencukupi untuk satu orang dan keluarganya, walaupun mereka banyak jumlahnya. Ini menurut pendapat yang rajih, dengan dalil hadits Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِهِ

“Dahulu di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seseorang menyembelih qurban seekor kambing untuknya dan keluarganya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1510, Ibnu Majah no. 3147. At-Tirmidzi rahimahullahu berkata: “Hadits ini hasan shahih.”)

Juga datang hadits yang semakna dari sahabat Abu Sarihah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullahu (no. 3148). Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Shahihul Musnad (2/295) berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat Syaikhain.”

b. Unta

Menurut jumhur ulama, diperbolehkan 7 orang atau 7 orang beserta keluarganya berserikat pada seekor unta atau sapi. Dalilnya adalah hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu Hudaibiyyah seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” (HR. Muslim no. 1318, Abu Dawud no. 2809, At-Tirmidzi no. 1507)

Demikianlah ketentuan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masyhur di kalangan kaum muslimin, dahulu maupun sekarang.

Atas dasar itu, maka apa yang sedang marak di kalangan kaum muslimin masa kini yang mereka istilahkan dengan ‘qurban sekolah’ atau ‘qurban lembaga/yayasan’1 adalah amalan yang salah dan qurban mereka tidak sah. Karena tidak sesuai dengan bimbingan As-Sunnah yang telah dipaparkan di atas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan tanpa contoh dari kami maka dia tertolak.” (HR. Muslim no. 1718 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Al-Imam Asy-Syinqithi rahimahullahu dalam tafsirnya Adhwa`ul Bayan (3/484) menegaskan:

“Para ulama sepakat2, tidak diperbolehkan adanya dua orang yang berserikat pada seekor kambing.”

Penulis juga pernah bertanya secara langsung via telepon kepada Syaikhuna Abdurrahman Al-‘Adni hafizhahullah, terkhusus masalah ini. Jawaban beliau seperti apa yang telah diuraikan di atas, qurban tersebut tidak sah dan dinilai sebagai shadaqah biasa. Walhamdulillah.

Umur Hewan Qurban

Diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ

“Janganlah kalian menyembelih (hewan qurban) kecuali musinnah. Kecuali bila kalian sulit mendapatkannya, maka silakan kalian menyembelih jadza’ah dari kambing domba.” (HR. Muslim no. 1963)

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ketentuan tentang umur hewan qurban yaitu musinnah. Musinnah pada unta adalah yang genap berumur 5 tahun dan masuk pada tahun ke-6. Demikian yang dijelaskan oleh Al-Ashmu’i, Abu Ziyad Al-Kilabi, dan Abu Zaid Al-Anshari.

Musinnah pada sapi adalah yang genap berumur 2 tahun dan masuk pada tahun ke-3. Inilah pendapat yang masyhur sebagaimana penegasan Ibnu Abi Musa. Ada juga yang berpendapat genap berumur 3 tahun masuk pada tahun ke-4.

Musinnah pada ma’iz (kambing jawa) adalah yang genap berumur setahun. Begitu pula musinnah pada dha`n (kambing domba). Demikian penjelasan Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Bulughil Maram (6/84). Lihat pula Syarhul Kabir (5/167-168) karya Ibnu Qudamah rahimahullahu.

Apakah disyaratkan harus musinnah?

a. Unta, sapi, dan kambing jawa (ma’iz)

Mayoritas besar ulama mensyaratkan umur musinnah pada unta, sapi, dan ma’iz, dan tidak sah bila kurang daripada itu. Dasarnya adalah hadits Jabir di atas.

Adapun hadits Mujasyi’ radhiyallahu ‘anhu:

إِنَّ الْجَذَعَ يُوْفِي مِمَّا يُوْفِي مِنْهُ الثَّنِيَّةُ

“Sesungguhnya jadza’ (hewan yang belum genap umur musinnah, pen) mencukupi dari apa yang dicukupi oleh tsaniyah (hewan yang genap umur musinnah, pen.).” (HR. Abu Dawud no. 2799, Ibnu Majah no. 3140, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud. Saya katakan: Sanadnya hasan, karena dalam sanadnya ada ‘Ashim bin Kulaib dan ayahnya. Keduanya shaduq (jujur).) khusus berlaku untuk jadza’ah dari kambing domba saja (kambing domba yang berumur 6 bulan). Demikian dijelaskan oleh Ibnu Qudamah rahimahullahu dengan dasar hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu di atas. Wallahu a’lam.

b. Kambing domba (dha`n)

Yang afdhal pada dha`n adalah umur musinnah (1 tahun) dengan dasar hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu di atas. Tetapi apakah hal itu termasuk syarat3? Ataukah diperbolehkan menyembelih jadza’ah (umur 6 bulan) secara mutlak?

Pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur –bahkan Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu menukilkan kesepakatan4– bahwa jadza’ah dari dha`n tidak sah kecuali bila kesulitan mendapatkan musinnah, dengan dasar hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu di atas.

Adapun hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

نِعْمَ اْلأُضْحِيَّةُ الْجَذَعُ مِنَ الضَّأْنِ

“Sebaik-baik hewan qurban adalah jadza’ah dari dha`n.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu (2/445) dan At-Tirmidzi rahimahullahu. Sanadnya dhaif, karena di dalamnya ada Kidam bin Abdurrahman As-Sulami dan Abu Kibasy, keduanya majhul. (Lihat Adh-Dha’ifah no. 64)

Juga hadits Ummu Bilal bintu Hilal (dalam sebagian riwayat: dari ayahnya; pada riwayat lain langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam):

يَجُوْزُ الْجَذَعُ مِنَ الضَّأْنِ أُضْحِيَّةً

“Jadza’ah dari dha`n diperbolehkan sebagai hewan qurban.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullahu (3/39), Al-Baihaqi rahimahullahu dalam Al-Ma’rifah (5650-5651), dan yang lainnya. Sanadnya dhaif, padanya ada Ummu Muhammad Al-Aslamiyyah, dia majhulah. (Lihat Adh-Dha’ifah no. 65)

Adapun hadits Mujasyi’ yang telah dipaparkan sebelumnya (pada hal. 18), maka dijawab dengan ucapan Ash-Shan’ani rahimahullahu dalam Subulus Salam (4/174): “Kemungkinan hal itu semua ketika kesulitan mendapatkan musinnah.”

Saya katakan: Hal ini dikuatkan oleh sebab wurud hadits Mujasyi’ ini. Kulaib bin Syihab mengisahkan: Kami dahulu pernah bersama salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Mujasyi’ dari Bani Sulaim. Waktu itu, kambing sangat sulit dicari. Maka dia memerintahkan seseorang untuk berseru: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya jadza’ah itu mencukupi dari apa yang dicukupi oleh musinnah.” (Lihat Abu Dawud no. 2799, Ibnu Majah no. 3140)

Adapun hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu mengisahkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagikan hewan qurban kepada para sahabatnya. ‘Uqbah mendapatkan jatah bagian jadza’ah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:

ضَحِّ بِهَا

“Hendaklah engkau berqurban dengannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5547 dan Muslim no. 1965)

maka jawabannya adalah sebagai berikut:

1. Yang dimaksud dengan jadza’ah di sini bukanlah jadza’ah dari dha`n, tetapi jadza’ah dari ma’iz (kambing jawa). Sebagaimana hal ini disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari (no. 5555) dengan lafadz: عَتُودٌ. Dalam Fathul Bari (11/126) disebutkan: “’Atud adalah anak kambing ma’iz yang telah kuat dan berusia satu tahun.” Ibnu Baththal menegaskan: “’Atud adalah jadza’ah dari ma’iz.” Kata Al-Hafizh Ibnu Hajar setelah itu: “Lafadz ini menjelaskan maksud kata ‘jadza’ah’ yang terdapat dalam riwayat lain hadits ‘Uqbah, bahwasanya ‘jadza’ah’ di sini adalah dari ma’iz.”

2. Adapun jawaban hadits ini yang membolehkan jadza’ah dari ma’iz adalah sebagai berikut:
a. Kebolehan tersebut khusus sebagai rukhshah untuk ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu. Sebab, dalam riwayat Al-Baihaqi ada tambahan lafadz:

وَلاَ رُخْصَةَ فِيْهَا لِأَحَدٍ بَعْدَكَ

“Dan tidak ada rukhshah (keringanan) untuk siapapun setelah itu.”

Sebagaimana pula rukhshah ini juga diberikan kepada Abu Burdah radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat Al-Bukhari rahimahullahu (no. 5556, 5557) dan yang lainnya. (Lihat Fathul Bari, 11/129)

b. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari (11/130) menegaskan:
“Kemungkinan hal tersebut terjadi pada awal Islam, kemudian syariat menetapkan bahwa jadza’ah dari ma’iz tidak cukup. Dan Abu Burdah dan Uqbah khusus mendapatkan rukhshah itu.”

Wallahul muwaffiq.

[Dinukil dari majalah Asy Syariah]

___________
Footnote:

1 Qurban sekolah atau yayasan yang dimaksud adalah masing-masing murid/santri atau anggota sebuah lembaga/yayasan diminta untuk menyerahkan uang sejumlah Rp. 10.000,- misalnya. Dari uang yang terkumpul tersebut diberikan beberapa ekor kambing atau sapi sebagai hewan qurban.

2 Kesepakatan ini juga dinukil oleh Ibnu Khawwaz Bindad sebagaimana yang dicantumkan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullahu dalam kitabnya At-Tamhid (10/307-308, cetakan terbaru, dengan tartib bab fiqih). Dan pada halaman 315 beliau sendiri yang menukilkan kesepakatan tersebut.

3 Yakni tidak sah menyembelih jadza’ah kecuali bila kesulitan mendapatkan musinnah sebagaimana dalam hadits Jabir di atas.

4 Kesepakatan tersebut tidak benar, karena dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat yang masyhur di kalangan fuqaha.

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Fiqih, Fiqih Qurban, Hidupkan Sunnah, Idul Adha
KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image