Berkelana Mencari Hidayah, Ada yang Menemukan dan Ada yang Terdampar. Namun Ada Juga Yang Terhempas

Pengantar

Risalah ini merupakan lanjutan dari tulisan yang pernah saya turunkan sebelumnya dengan judul Apakah Engkau Merasa Bahwa Engkau telah Berada di Jalan Yang Benar ?

——————————————-

Berkelana Mencari Hidayah, Ada yang Menemukan dan Ada yang Terdampar. Namun Ada Juga Yang Terhempas

La Adri At Tilmidz

Sesungguhnya segala puji-pujian kepunyaan Allah. Kami memuji-Nya, dan kami memohon pertolongan kepada-Nya, dan kami meminta ampun kepada-Nya, dan kami memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri-diri kami, dan kesalahan-kesalahan perbuatan-perbuatan kami. Barang siapa yang Allah tunjuki dia, maka tidak ada satupun yang menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tidak ada satupun yang dapat menunjukinya.

Dan aku mengakui bahwa tidak ada Tuhan (yang boleh disembah) melainkan Allah sendiri yang tidak ada satupun sekutu bagi-Nya, dan aku mengakui bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan Rasul-Nya.

Sebuah karunia yang besar jika Allah Tabaroka wata’ala memberikan hidayah di atas Islam dan di atas sunnah. Ia seorang muslim dan ia memahami sunnah. Dan tanda bahwa Allah Tabaroka wata’ala menghendaki kebaikan kepada seorang hamba adalah jika Allah membuat ia paham agama. Adanya kebaikan pada diri seorang hamba jika hamba itu rajin dan semangat dan mendekatkan dirinya pada Islam, kecintaan pada ilmu dan berusaha dekat kepada agama.

Sungguh Allah telah memuliakan ilmu dan ulama dengan memberikan kepada mereka kebaikan yang umum dan menyeluruh sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya:

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُولُو الأَلْبَابِ

“Allah menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah:269)

Berkata Mujahid: Allah menganugrahkan Al-Hikmah, yaitu ilmu dan pemahamannya. (Akhlaaqul ‘Ulamaa`, Al-Imam Abu Bakr Al-Ajurriy hal.9)

Maka barang siapa yang ia berusaha dekat dgn orang shalih, mencari kajian, dipertemukan dengan sesuatu yang Islami, ia menjadi bangga tentang Islam, maka berbahagialah.

Namun yaa ikhwah…. fenomena perbedaan pendapat di kalangan Muslimin hingga muncullah berbagai paham. Ada Ikhwanul Muslimin, Jamaah Tabligh, Hizbut Tahrir, Sufi, dan lainnya membuat kebingungan di kalangan orang awam.

Berkata Al-Imam Ibnu Rajab Al-Hambaliy: “Sungguh telah terfitnah kebanyakan dari kalangan orang-orang belakangan dengan permasalahan ini (perdebatan), lalu mereka menyangka bahwa orang yang banyak pembicaraannya, perdebatannya dan perselisihannya dalam masalah-masalah agama maka dia adalah orang yang lebih tahu daripada orang yang keadaannya tidak demikian, dan ini (sebenarnya) adalah kebodohan yang murni ? maka bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat dan bukan pula dengan banyaknya ucapan, akan tetapi (ilmu itu adalah) cahaya yang dimasukkan ke dalam hati, yang seorang hamba akan memahami kebenaran dengan ilmu tersebut dan dia akan bisa membedakan dengan ilmu tersebut antara Al-Haq (kebenaran) dengan kebathilan.” (Ibid hal.93-94)

Maka di sinilah pentingnya ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah apa yang Allah katakan, apa yang nabi katakan, kemudian dijelaskan oleh shahabat dan tabiin wa tabiut tabiin. Ini yang dikenal dengan al manhaj (cara bersikap beragama) yang benar, yang diambil dari tiga generasi terbaik umat ini.

Ingatlah sabda Rasulullah: “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan (padanya) niscaya Allah akan fahamkan dia tentang agamanya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan)

Dan juga sabdanya: “…Ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan. Beliau ditanya: “Siapa dia wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “(golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para shahabatku berada (di atasnya).” (HR. At-Tirmidzi dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash).

Artinya kita harus memahami agama Islam sesuai dengan pemahaman Rasulullah dan para shahabatnya serta ‘ulama salaf yang mengikuti Rasululah dan para shahabatnya. Jangan memahami Islam dengan akal kita atau hawa nafsu kita atau pendapatnya ahli bid’ah karena nantinya akan masuk ke dalam golongan yang diancam di neraka sebagaimana dijelaskan dalam hadits tersebut.

Maka yaa ikhwah, ia berkelana dari satu paham ke paham lainnya. Ada di antara mereka yang Allah selamatkan hingga ia bertemu dengan kajian ahlus sunnah dan ia jatuh cinta kepadanya maka jadilah ia ahlus sunnah dengan manhaj yang benar yaitu di atas manhaj salaf. Sedikit demi sedikit ia paham apa itu tauhid dan apa itu syirik, ia paham mana yang sunnah dan mana yang bid’ah. Ia mengalihkan perhatian menuju menelaah kitab para ulama rabbani. Ia bersyukur atas hidayah di atas Islam, di atas sunnah, dan di atas manhaj salaf dalam beragama dan ini adalah karunia yang terbesar.

Ada pula di antara mereka yang jatuh kepada kajian bid’ah yang hanya bermodal semangat tanpa ilmu maka jadilah ia ahli bid’ah. Kecenderungan hatinya pada keteduhan dan kesejukan hati tanpa lentera ilmu. Kecintaan kepada nabi tanpa ilmu dan menjadikan ilmu tidak bermakna karena lebih mengedepankan perasaan.

Namun ada pula setelah ia berkelana mencari kebenaran menjadikan dirinya terhempas karena kebingungannya akibat banyaknya paham yang ada hingga ia menjauh dari ilmu dan melakukan maksiat dengan hasil pengetahuan berbagai paham di dalam otaknya. Maksiat yang ia lakukan bahkan memecah belah ahlus sunnah dan menjauhkan kaum muslimin dari kajian ahlus sunnah dan mencela ahlus sunnah dengan berbagai-bagai celaan.

Orang yang terhempas ini bahkan lebih buruk dari sangkaannya. Ia mengatakan salafiyyin suka mencela, salafiyyin hanya sibuk menjelek-jelekkan orang lain dan ia menasihati salafiyyin agar tidak mencela orang lain. Namun yang menggelikan ia mencela salafiyyin. Ia mencari setiap celah untuk membuka aib salafy. ia menyibukkan diri dan tersenyum setiap kali ada kesempatan untuk mencela salafy.

Bukankah seharusnya apa yang ia katakan kepada salafiyyin lebih tepat diarakan pada dirinya sendri, nasihat yang berikan kepada salafiyyin harusnya ia nasihati dirinya sendiri untuk tidak mencela. ia tidak suka dicela namun ia mencela. Tidakkah ia tahu bahwa salafiyyin bukannya mencela tetapi menasihati umat untuk kembali kepada cara beragamanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.

Tidaklah heran kalau kita mendengar salah seorang Imam Ahlus Sunnah ketika mentahdzir ahli bid’ah, dia menyatakan, “Saya lebih baik daripada kedua orang tuanya, saya memperingatkan ummat agar jangan mengikuti kesesatannya, maka ketika orang-orang yang mengikutinya berkurang, berkuranglah dosanya. Sedangkan kedua orang tuanya membiarkan anaknya tetap dalam kesesatannya.”

Untuk itu seharusnya kita bersyukur kepada Allah kemudian berterimakasih kepada para ‘ulama yang dari masa ke masa senantiasa berusaha menjaga agama ini agar tetap murni sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Di antara penjagaan terhadap agama adalah dengan cara memperingatkan ummat Islam dari penyimpangan ahli bid’ah agar jangan sampai mereka mengikutinya.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata :

Kalaupun kita bisa menerima bantahan orang-orang yang mengkritik pemahaman salafi, sehingga kita cukup hanya menamakan diri dengan istilah muslim saja, tanpa menisbatkan diri kepada Salafus Shalih meskipun penisbatan tersebut merupakan penisbatan yang mulia dan shahih. Lantas apakah dengan demikian orang-orang yang mengkiritik itu bersedia melepaskan diri dari penamaan terhadap kelompok-kelompok, madzhab-madzhab, thariqat-thariqat mereka meskipun penisbatan itu semua tidak syar’i dan tidak shahih? (Mengapa kita harus menamai diri kita Salafy)

Saudaraku, Orang yang terhempas ini tahu setiap detail tentang ahlus sunnah, bahkan ia membaca buku dan rujukan serta kitab ulama salafy, namun pengetahuannya ternyata menjadi bom bagi dirinya yaitu semakin menyesatkan dirinya. ia terombang ambing dan menjadi permainan hawa nafsunya akibat rusaknya penyakit hati berupa kedengkian yang amat nyata.

Dan di dalam wasiat Abul ‘Aliyah dia mengatakan: “waspada dan hati-hatilah kalian dari ahlul ahwaa` atau ahlul bid’ah yang selalu menebarkan kebencian dan permusuhan di tengah-tengah manusia.” Berkata Al-Hasan Al-Bashriy: “Semoga Allah merahmatinya, dia telah berkata benar dan memberi nasihat.” (Al-Bida’ Wan-Nahyu ‘anha, Ibnu Wadhdhoh 32-33).

Dan berkata Ibrahim At-Taimiy: “Ya Allah, jagalah diriku dengan agama dan sunnah nabi-Mu dari perselisihan di dalam kebenaran dan mengikuti hawa nafsu, dari jalan-jalan kesesatan, serta dari perkara-perkara syubhat dan dari penyelewengan/penyimpangan dan permusuhan.” (Al-I’tishom 1/116).

Saudaraku, hendaklah kita senantiasa berdoa:

أَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

Ya Allah perlihatkanlah kepada kami yang benar itu benar dan bantulah kami untuk mengikutinya, dan perlihatkanlah kepada kami yang batil adalah batil dan bantulah kami untuk menjauhinya.

Maka tujuan dakwah ini adalah menjelaskan yang haq adalah hak dan yang batil adalah batil. Sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

لِيُحِقَّ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ. (الأنفال: 8)

Agar Allah menetapkan yang hak adalah haq dan membatalkan yang batil walaupun orang-orang yang berdosa itu tidak menyukainya. (al-Anfaal: 8)

Oleh karena itu, mengingatkan yang lupa dan memperbaiki yang salah jika diiringi dengan bukti-bukti dan dalil-dalil secara ilmiyah, justru akan mempererat ukhuwah islamiyah. Karena sudah merupakan kodrat manusia untuk berbuat salah dan lupa. Untuk itu harus ada di tengah mereka saling nasehat-menasehati dengan kebenaran dan kesabaran.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ. (العصر: 1-3)

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat- menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran. (al-‘Ashr: 1-3)

Wallaahu a’lamu bishshowaab.

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Akhlak Salaf, Hidupkan Sunnah, Ilmu dan Ulama, Matikan Bid'ah, Urgensi Dakwah
22 comments on “Berkelana Mencari Hidayah, Ada yang Menemukan dan Ada yang Terdampar. Namun Ada Juga Yang Terhempas
  1. abdul shomad berkata:

    Assalamualaikum, sepertinya artikel ini ditujukan untuk pemilik abusalafy, salafyindonesia, ihwansalafy, haulawahaby, dan lainnya…..

    hhmm…. terkadang mereka merasa dicela tapi anehnya mereka suak mencela…betul mas, mereka harus bercermin.

  2. ceu nila berkata:

    Kalau melihat isi blog antum, sepeetinya antum tidak seperti salafy yang lainnya. Ana melihat keteduhan di blog antum. Semoga itu untuk selamanya, karena ana rasa salaf mmg beda dgn salafy yang ada sekarang.

    Isi artikel ini sepertinya menggambarkan seseorang yang dulunya salafy lantas ia antipati terhadap akhlak salafy dan berbalik arah, yg tadinya suka sama salafy menajdi benci sama salafy. Gimana tuh akhi nasihat untuk org yg seperti ini.

  3. Karkun berkata:

    Assalamualaikum. Tlg ajarkan saya akhlak salaf yang semestinya. Kami mendahulukan akhlak dan adab sebelum lainnya, tidak seperti salafy yang mendahulukan kekasaran dan hujatan.

  4. Adi Pranata berkata:

    Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

    Artikel yang jujur dari seorang salafy yang mendambakan persatuan. Tidak seperti salafy lainnya yang kasar dan bengis. Coba akhuna Abu Tilmidz memberikan contoh kepada teman-temannya untuk bersikap santun dan tidak kasar. ana lagi belajar ngaji salaf. sesuai dgn pemahaman yang benar dari generasi salafus shalih, dan tidak pernah ana cenderung kepada hizbiy. Namun ana ingin melihat sosok salafy yang mengikuti salaf. Semoga ana bisa ketemuan sama antum yaa akhi.

  5. Qomar Al-Medani berkata:

    assalamu’alaikum,
    ana cuma mau cek apa yang ditulis oleh blog ihwansalafy atas pertanyaan adi pranata. Ternyata bener ya bukan fitnah maksudnya nggak bersih banget dari subhat. Trus antum juga gak konsisten, bukannya seharusnya semua komentar masuk di halaman komentar/buku tamu?

    Jawab : وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته. Syubhat yang mana akhi ?. adapun ttg komentar sengaja artikel ini ana adakan karena supaya ada tanggapan dan koreksi dari tulisan ana. Namun untuk artikel tulisan asatidz dan ulama tidak ada komentar karena ana tidak ada kapasitas untuk menganggapi. Barokallahu fiik.

  6. blogfaizal berkata:

    Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
    Untuk artikel “Apakah engkau merasa “bahwa engkau telah berada di jalan yg benar”.
    Masya Allah.. sebuah nasihat yg patut dibaca dan sangat berharga untuk diri kita semua.
    Sdh banyak yg ana liat sendiri, yg dulunya ikhwa salafiyyin, penuntut ilmu, namun sekarang sdh futur sdh jauh berubah , byk sebabnya terutama dr kalangan pemuda yg digelincirkan oleh syaithon melalui wanita.
    Kita berlindung kepada Allah Taála atas jleknya amalan kita, dan kita memohon kepada-Nya untuk tetap istiqomah di atas jalanNya. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

    Jawab : وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته. Masya Allah akhi, Makanya para tholibul ilmiy segeralah menikah karena banyak akhowat yang sudah menunggu…he…

  7. SYEIKH MBELING SALMAN alJAZULI berkata:

    Dalam BLOG Ini Saya Menulis……. SALAFI, SALAFI…aneh Tapi TIDAK NYALAFI

    Jawab : ;-)

  8. Bismillah,

    Masya Allah, kita butuh lebih banyak tulisan yang menepis anggapan, tuduhan dusta, dan fitnah, yang tidak benar tentang manhaj salaf yang mulia ini, yang saat ini banyak beredar di blog maupun website dari kalangan hizbiyyin, para pendengki dakwah salaf, pengikut bid’ah wal ahwa, juga tulisan2 orang-orang yang bingung atau terfitnah lainnya.

    Namun perlu juga kita sadari, hal itu muncul sebagiannya juga karena kesalahan dan kekeliruan kita dalam manhaj dakwah kepada mereka dikarenakan kebodohan kita, ketergesa-gesaan, dan semangat berlebihan tanpa ilmu yang kokoh.

    Orang yang lebih awam justru yang lebih patut untuk kita rangkul dan dakwahkan tentang manhaj yang mulia ini dengan hikmah dan lemah lembut. Karena mereka demikian atas dasar ketidaktahuan atau terkelabui syubhat2. Dakwah ini berat bagi mereka maka janganlah menambah berat dengan cara dan sikap kita yang salah.

    Namun sungguh, jika Allah telah bukakan hatinya untuk menerima kebenaran, maka pasti akan langsung sirna semua anggapan keliru mereka akan dakwah salaf. Dan mereka akan menjadi sangat haus akan ilmu dan amal, seakan baru saja mengenal islam yang hakiki. Ana yakin demikianlah juga dahulu sebagian besar kita ketika awal mula mengenal manhaj yang mulia ini.

    Hanya kepada Allah kembalinya segala urusan.
    Wallahu a’lam.

  9. pak muh berkata:

    assalamu’alaikum,

    hmm…
    semoga Allah karuniakan istiqamah dan sabar dalam meniti jalan AlQuran dan Sunnah dengan meneladani salafushshalih …

    sudah ketetapanNya orang yang berusaha mengikuti alhaq niscaya akan mendapat tentangan dan hujatan dari yang selainnya dari para pengusung kebatilan dan ahlul hawa …

    janganlah kita terkecoh dengan ‘hujatan tipikal’ dari mereka yang tidak menyukai jalannya Ahlussunnah, seperti ungkapan: kasar .. , keras .., dll.
    lihatlah bahkan ketika mereka tahu di mana kita ngaji, sebelum kita berkata sepatah katapun, niscaya celaan dan hujatan meluncur secara otomatis …, seakan mereka lupa dengan keadaan mereka sendiri … Allahumusta’an…

    wahai diriku, dan saudara-saudaraku …
    waspadailah diri-diri kita sendiri, hawa nafsu kita sendiri yang bisa mendorong ketergelinciran kita dari jalan yang haq …
    tetaplah terus menuntut ilmu, karena ilmu ibarat makanan bagi jiwa ini, yang akan menopang tegaknya tulangpunggung keistiqomahan kita …
    dan tetaplah berjalan bersama orang-orang yang shalih yang memiliki semangat terhadap alhaq, di mana kita dapat saling mendapatkan nasihat …

    dan Allah-lah yang maha memberi petunjuk …

    wallahua’alam
    wassalamualaikum

  10. Ummu Hana berkata:

    رَسْمِ دَارٍ وَقَفْتُ فِي طِلَلِهِ كِدْتُ أَقْضِي الحَيَاةَ مِنْ جَلَلِهِ

    Telah berapa banyak bekas-bekas rumah yang aku telah berhenti pada bekas reruntuhannya

    Yang hampir saja umurku kuhabiskan untuk itu…

  11. Abu Fudhail berkata:

    alhamdulillah, postingannya bagus akhi.

  12. mantan penggemar Hasan Al Banna berkata:

    Kami bersama harokah telah lama dan begitu semangatnya kami. Namun Alhamdulillah Allah memberikan jalan kepada kami untuk bertemu dengan al haq. Walhamdulillah

  13. Agus Hasan berkata:

    Assalamualaikum sdrku, satu hal yang terasa sama alasan kenapa kativis harokah berhijrah menuju ilmu, karena rasa bosan ketika liqo dan demo. rasa bosan dan lelah dan tidak ada ketangan jiwa selain semangat yang sementara

  14. Tegakkan Khilafah !!. eiiit Tauhid dulu atuh berkata:

    kativis ??

    di tahun 2000 sd 2005 banyak lho aktivis PKS, KAMMI, HT yg berbondong-bongon menuju salafy. Termasuk ana… he..he….

    Ini semua adl karena berkah dakwah salafiyah yang begitu menggelora di tanah air tercinta. BTW ada yg mau cerita…. ayo dong cerita perjalan hijrah dari harokah ke salafy.

  15. abu hamzah berkata:

    assalamualaikum, mas Karkun adab & akhlak apa yg antum pelajari? antum merasa ilmu yg antum dpt di “Kitab Fadhilah Amal” itu udah cukup utk mendptkan pelajaran adab & akhlak? kpn antum mo belajar ttg Tauhid yg haq dgn pemahaman Nabi n sahabat, juga pelajaran fiqh & lainnya, yg mana antum msh campurkan yg sunnah dgn amalan2 bid’ah? kenapa antum berani tampil di depan mimbar berbicara ttg iman & amal sholeh tapi tak ada ilmu?

  16. Bismillâhirrahmânirrahîm.

    Ada tanya-jawab bersama Al Ustadz Dzulqarnain tentang koreksi dan nasihat untuk ikhwah yang bersikap kaku dan kurang hikmah terhadap saudaranya semuslim berupa file MP3 berdurasi 1 menit 10 detik dengan size 0,66 MB. Yang ingin mendengarkan atau men-download silahkan kunjungi http://www.tasjilat.wordpress.com pada halaman “MASALAH ANDA” pertanyaan nomor 7. Semoga bermanfaat.

    Bârakallâhu fîkum.

  17. ryo berkata:

    Menurut Saudara-saudara…. kira-kira apa yang terbayang di benak orang-orang Barat, Orientalis dan Yahudi, apabila membaca BLOG seperti ini… WOW menyenangkan sekali… orang-orang Islam saling menghujat, menuduh, membenarkan, men-justifikasi siapa yang paling benar….. SUNGGUH KASIHAN….
    Saudaraku… meskipun saya teramat awam dengan agama Islam ini… saya berpikir:
    Yang kalian lakukan tidak produktif.. Kapan ISlam bisa menjadi RAHMATAL LIL ‘AlAMIN… kalau dalam benak umat ISLAM seperti yang antum lakukan…
    ATAU KALIAN LEBIH SETUJU KALAU ORANG-ORANG KAFIR DAN YAHUDI MENJAJAH DAN MENGUASAI NEGARA KALIAN… SEDANG KALIAN TERPAKU SALING HUJAT MENGHUJAT????

    Jawab : Justru dari itu mas Ryo. Belajarlah agama dengan benar, cinta pada Allah dan Rasul-Nya. jangan merasa puas dengan apa yang ada selama ini. Apakah mas Ryo yakin semua amal ibadah mas Ryo akan diterima ?

  18. Rijal berkata:

    Assalamu’alaikum.
    Cuma mw nanggapi komentar.
    @ryo
    Nah supaya ga saling menghujat makanya, yg benar diikuti trus yg salah dijelaskan kpd umat. Yg ini namanya bukan saling menghujat tp amar ma’ruf nahi munkar. Pas jaman dulu, Islam jaya krn banyak org terkhusus ulamanya yg ga meninggalkan prinsip ini (amar ma’ruf nahi munkar). Islam mengalami kemunduran justru ketika jumlah ulama yg masih memegang prinsip ini makin sedikit. Dan akhirnya muncullah org2 yg ingin menyatukan semua golongan dalam Islam (baik yg benar maupun yg salah) tp tetap d atas prinsipnya masing2 (elo ya elo, gw ya gw). Justru hal ini d kemudian hari menurut saya akan melahirkan sekularisme dlm agama Islam itu sendiri.

  19. Abu Muhammad Heriyanto berkata:

    @ Ryo

    Ulama Al Jarh wa At Ta’dil, Sosok Penjaga dan Pembela Agama Allah
    Al Ustadz Abu Ishaq Muslim Al-Atsari

    Abu Ghalib berkata: “Ketika didatangkan kepala orang-orang Azariqah1 dan dipancangkan di atas tangga Damaskus, datanglah Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu. Ketika melihat mereka, air matanya pun mengalir dari kedua pelupuknya.

    كِلاَبُ النَّارِ، كِلاَبُ النَّارِ، كِلاَبُ النَّارِ. هَؤُلاَءِ شَرَّ قَتْلَى قُتِلُوْا تَحْتَ أَدِيْمِ السَّمَاءِ وَخَيْرَ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيْمِ السَّمَاءِ الَّذِيْنَ قَتَلَهُمْ هَؤُلاَءِ

    “Anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka!” kata Abu Umamah. “Mereka ini sejelek-jelek orang yang dibunuh di bawah naungan langit ini. Dan sebaik-baik orang yang terbunuh di bawah naungan langit ini adalah orang-orang yang mereka bunuh,” lanjutnya.
    Kata Abu Ghalib: “Ada apa denganmu hingga mengalir air matamu?”
    “Karena kasihan terhadap mereka, dulunya mereka itu termasuk ahlul Islam,” jawab Abu Umamah.
    Abu Ghalib berkata: Kami bertanya: “Apakah engkau mengatakan ‘mereka itu anjing-anjing neraka’ dengan pendapatmu sendiri atau perkataan yang engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
    “Kalau aku mengatakan dengan pendapatku sendiri, maka sungguh betapa beraninya aku. Tapi perkataan seperti itu aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya sekali, bahkan tidak hanya dua tiga kali,” jawab Abu Umamah.
    Hadits di atas diriwayatkan Al-Imam Ahmad rahimahullah dalam Musnad-nya (5/253). Guru kami Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah setelah membawakan hadits ini, beliau berkata: “Hadits ini jayyid, Abu Ghalib adalah rawi yang hasanul hadits.” (Al Jami’ush Shahih, 1/201)
    Dalam riwayat At-Tirmidzi rahimahullah (Sunan At-Tirmidzi no. 4086), Abu Ghalib berkata: “Abu Umamah melihat kepala-kepala yang dipancangkan di atas tangga (masjid) Damaskus, ia pun berkata:

    كِلاَبُ النَّارِ، شَرَّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيْمِ السَّمَاءِ وَخَيْرَ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوْهُ

    “Anjing-anjing neraka. Mereka ini sejelek-jelek orang yang terbunuh di bawah naungan langit ini. Dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang mereka bunuh.”
    Kemudian Abu Umamah membaca ayat:

    يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ

    “Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah yang putih berseri dan ada pula wajah yang hitam muram.” (Ali ‘Imran: 106) Sampai akhir ayat.
    Abu Ghalib berkata kepada Abu Umamah: “Apakah engkau mendengar perkataan seperti itu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
    “Kalau aku tidak mendengarnya dari beliau, tidak hanya sekali, dua kali, atau tiga, empat kali –Abu Umamah sampai menyebut tujuh kali– niscaya aku tidak akan menyampaikannya kepada kalian.”
    Hadits ini dihasankan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dalam Al-Jami’us Shahih,1/201.

    Ulama Al-Jarh wat Ta’dil Penjaga Agama Allah
    Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata: “Segala puji bagi Allah yang menjadikan adanya ahlul ilmi pada setiap zaman fatrah2 dari para rasul, yang mereka ini mengajak orang yang sesat kepada petunjuk dan bersabar atas gangguan yang mereka terima dari manusia. Mereka menghidupkan kitabullah yang telah ditinggalkan manusia dan menjadikan orang yang buta (akan kebenaran) dapat melihat dengan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berapa banyak korban yang dibunuh oleh Iblis telah mereka hidupkan dan berapa banyak orang yang sesat lagi tidak mengerti jalan telah mereka bimbing. Alangkah bagusnya apa yang mereka perbuat terhadap manusia, namun alangkah jeleknya apa yang diperbuat manusia terhadap mereka. Mereka adalah orang-orang yang menolak penyimpangan orang-orang yang berbuat ghuluw terhadap kitabullah, demikian pula keyakinan orang-orang yang batil dan takwil orang-orang jahil, di mana orang-orang sesat ini telah mengikat bendera bid’ah dan melepaskan tali kekang fitnah. Orang-orang yang sesat ini berbeda-beda dalam memahami Kitabullah dan menyelisihi Kitabullah, akan tetapi mereka bersepakat meninggalkan Kitabullah. Mereka ini berucap terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tentang Kitabullah tanpa ilmu. Mereka berbicara dengan pembicaraan yang samar/ rancu dan bermaksud menipu orang-orang yang bodoh dari kalangan manusia dengan apa yang mereka samarkan. Kepada Allah semata kita berlindung dari fitnah orang-orang yang menyesatkan.” (Ar-Raddu ‘ala Az-Zanadiqah wal Jahmiyyah, hal. 1)
    Berkaitan dengan ucapan Al-Imam Ahmad rahimahullah di atas, maka kita mengetahui bahwa ulama al-jarh wat ta’dil termasuk sisa ahlul ilmi yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tempatkan di umat ini untuk menjaga dan membela agamanya (Aimmatul Jarhi wat Ta’dil Hum Hummatud Din min Kaidil Mulhidin, wa Dhalalil Mubtadi’in wa Ifkil Kadzdzabin, Asy-Syaikh Rabi’ Al-Madkhali hafizhahullah, hal. 3)
    Dengan keberadaan ulama ini, terbongkarlah kedok dan borok para penyesat umat, sehingga tidak tersisa satu tempat persembunyian pun bagi mereka melainkan telah diketahui dan telah diporak-porandakan. Sehingga umat tidak lagi mudah ditipu oleh mereka bahkan mereka dapat tertangkap basah oleh umat, dilucuti, dan dibuka aib yang mereka miliki.
    Demikianlah gambaran ahlul ahwa (para pengekor hawa nafsu) dan ahlul bid‘ah yang telah dikritik pedas dan dibabat habis oleh ulama al-jarh wat ta’dil, sehingga tidak heran bila ahlul ahwa dan bid‘ah ini sangat antipati dan benci sampai ke ulu hati terhadap ulama al-jarh wat ta’dil yang ada di tengah umat ini. Berbagai tuduhan, ucapan kotor dan keji mereka lemparkan pada sang alim untuk menjatuhkan kehormatannya dan menjauhkan umat darinya. Namun pada akhirnya mereka harus gigit jari melihat hasil perjuangan mereka. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala lah yang memberikan penjagaan terhadap agama-Nya. Dan Dia terus melahirkan dan memunculkan di tengah-tengah umat ini ulama yang membela agama-Nya, Dia terus menampilkan dan memenangkan orang-orang yang mengawal agama-Nya, karena memang Dialah Subhanahu wa Ta’ala yang menghendaki agar Ath-Thaifah Al-Manshurah (kelompok yang ditolong) ini tetap ada sampai saat berhembusnya angin sewangi misik yang tidak meninggalkan satu jiwa mukmin pun melainkan akan meninggal ketika menciumnya (hal ini terjadi menjelang datangnya hari kiamat3), sebagaimana disabdakan oleh Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

    لاَ تَزَالُ طاَئِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظاَهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ

    “Akan terus menerus ada sekelompok dari umatku dalam keadaan dzahir/ menang di atas al haq, tidak memudharatkan mereka orang yang menyelisihi mereka. Demikian keadaan mereka sampai datang perkara Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 7311 dan Muslim no. 1920)
    Dalam riwayat Al-Bukhari (Shahih Al-Bukhari no. 71) disebutkan dengan lafadz:

    وَلَنْ تَزَالَ هذِهِ اْلأُمَّةُ قاَئِمَةً عَلَى أَمْرِ اللهِ لاَ يَضُّرُهُمْ مَنْ خاَلَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ

    “Umat ini terus menerus akan menegakkan agama Allah4, tidak memudharatkan mereka orang yang menyelisihi mereka hingga datang perkara Allah.”
    Ath-Thaifah Al-Manshurah, termasuk di dalamnya ulama al-jarh wat ta’dil tentunya sebagai orang yang masuk paling pertama karena mereka orang yang terdepan di dalam ilmu dan penjagaan/ pembelaan terhadap agama ini.
    Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah mengatakan bahwa Ath-Thaifah Al-Manshurah adalah ahlul ilmi. Sehingga beliau membuat bab tersendiri dalam masalah ini dalam kitab Shahih-nya, dengan judul bab Qaulin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “La Tazalu Thaifatun min Ummati Zhahirina ‘alal Haq wa Hum Ahlul Ilmi” (bab Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Akan terus menerus ada sekelompok dari umatku dalam keadaan zahir/ menang di atas al-haq” mereka adalah ahlul ilmi).
    Al-Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata: “Kalau mereka itu bukan ahlul hadits maka aku tidak tahu siapa lagi mereka5”. Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah berkata: “Yang dimaksud Al-Imam Ahmad adalah Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan mereka yang meyakini madzhab ahlul hadits.” (Syarah Shahih Muslim, 13/66-67, Fathul Bari 1/206, 13/306).
    Al-Hakim rahimahullah berkata: “Alangkah bagusnya penafsiran Al-Imam Ahmad bin Hambal terhadap kabar ini bahwa Ath-Thaifah Al-Manshurah yang selalu diberikan pertolongan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai hari kiamat adalah ashabul hadits (ahlul hadits). Karena siapa lagi manusia yang paling berhak untuk dimasukkan ke dalam thaifah ini terkecuali suatu kaum yang menempuh jalan orang-orang shalih dan mengikuti atsar salaf dari kalangan orang-orang terdahulu, mematahkan dan menghancurkan ahlul bid’ah serta orang-orang yang menyelisihi sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Ma’rifah Ulumil Hadits, hal. 2) Al-Hakim juga berkata memuji ahlul hadits: “Akal-akal mereka digenangi kelezatan As Sunnah, jantung-jantung mereka yang dipenuhi keridhaan terhadap ahwal (segala keadaan) mereka makmurkan, mempelajari sunnah-sunnah adalah kebahagiaan mereka, majelis ilmu adalah kegembiraan mereka. Ahlus sunnah seluruhnya adalah saudara-saudara mereka sementara ahlul ilhad (orang yang menyimpang) dan ahlul bid`ah seluruhnya adalah musuh mereka.” (Ma’rifah Ulumil Hadits, hal. 3)
    Guru kami Allamatul Muhaddits Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah berkata: “Hadits ini walaupun tidak secara lafadz menunjukkan terhadap perkataan Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Ahmad, namun sesungguhnya Ahlul Hadits-lah yang seharusnya dimasukkan paling awal dalam thaifah ini karena kekokohan mereka di atas Al-Haq, pengabdian mereka dan pembelaan mereka terhadap Islam. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang banyak atas apa yang mereka sumbangkan terhadap Islam dan muslimin.” (Al-Jami’us Shahih, 1/11)
    Mereka pula yang dikatakan Al-Firqatun Najiyah (kelompok yang selamat) sebagaimana tersebut dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perpecahan umat ini menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, ketika ditanyakan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

    مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ: هُمُ الْجَماَعَةُ

    “Siapa mereka wahai Rasulullah?” “Mereka adalah al-jamaah,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4/102, Abu Dawud no. 3981, Ibnu Abi ‘Ashim no. 63, dan selainnya. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Zhilalul Jannah fi Takhrij As Sunnah, hal. 49)
    Sejak terjadinya fitnah dan bercabangnya kelompok hawa nafsu di tengah umat hingga mereka mencapai jumlah yang disebutkan6, thaifah ini terus menerus menegakkan perkara Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka menyeru kepada al haq, menyebarkan dan menjaga ilmu-ilmu nubuwwah, membelanya dan menolak tipu daya orang-orang yang melakukan tipu daya, menolak kepercayaan orang-orang yang batil dan tahrif orang-orang bodoh. Tidak menggoyahkan mereka sama sekali gangguan, tipu daya orang-orang yang membuat makar, dan rencana jahat orang-orang yang berkuasa. Kesempitan, gangguan dan ujian yang mereka terima tidak akan menambah penderitaan bagi mereka terkecuali membuat mereka semakin kokoh di atas al haq dan akan membungkam kebatilan, sebagaimana ini terjadi pada masa Al-Imam Ahmad, Abdul Ghani Al-Maqdisi dan pada masa Ibnu Taimiyyah. (Manhaj Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wath Thawaif, hal. 18)
    Sikap tegas terhadap ahlul bid‘ah ini merupakan sikap yang diwarisi dari As-Salafush Shalih. Dan As-Salafush Shalih menganggap sikap keras terhadap ahlul ahwa dan bid‘ah merupakan suatu kelebihan/ keutamaan dan merupakan sikap terpuji, di mana seseorang akan dipuji karenanya. Berapa banyak para imam Ahlus Sunnah, ketika disebutkan biografinya, ia dipuji karena sikap kerasnya terhadap ahlul ahwa dan bid’ah dan betapa kokohnya dia dalam memegang As Sunnah. Tidak ada yang mendorong mereka untuk bersikap yang demikian kecuali karena kecemburuan terhadap agama Allah ini dan dalam rangkaian nasehat kepada Allah, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin serta orang awamnya. Sebagaimana Ibnul Jauzi rahimahullah berkata tentang Al-Imam Ahmad rahimahullah: “Al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hambal, karena sangat kuatnya beliau memegangi As Sunnah dan melarang/ mencegah dari kebid’ahan, beliau tidak segan membicarakan tentang (kejelekan) sekelompok orang-orang yang baik, apabila tampak di hadapannya bahwa mereka menyelisihi As Sunnah. Ucapan beliau yang demikian itu disampaikan kepada mereka tentunya dalam rangka nasehat untuk agama Allah ini.” (Ijma’ul Ulama ‘alal Hajri wat Tahdzir min Ahlil Ahwa‘, hal. 42)

    Ahlul Hadits adalah Ulama Al-Jarh wat Ta’dil
    Ulama al-jarh wat ta’dil adalah ulama ahlul hadits yang mengilmui dan memahami hadits, mengagungkan, dan menjaganya. Mereka adalah orang yang mengikuti para shahabat dan tabi’in dalam berpegang teguh dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Mereka menggigitnya dengan gigi geraham mereka. Mereka kedepankan keduanya di atas setiap ucapan dan petunjuk, sama saja apakah hal itu dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah, akhlak ataupun dalam masalah politik dan kemasyarakatan. Mereka sangat kokoh di dalam pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya sesuai dengan apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diwahyukan-Nya kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menegakkan dakwah dengan segala kesungguhan, kejujuran dan ketegaran. Merekalah pembawa ilmu nubuwwah. Dengan ilmu tersebut, mereka sangat menentang tahrif orang-orang yang ghuluw, kepercayaan orang-orang yang batil dan takwil orang-orang jahil. Merekalah orang-orang yang selalu berdiri mengintai setiap kelompok/ golongan yang menentang manhaj islami seperti Jahmiyyah, Mu’tazilah, Khawarij, Rawafidh, Murji`ah, Qadariyyah dan setiap yang menyimpang dari manhaj Allah dan mengikuti hawa nafsunya pada setiap zaman dan tempat. Celaan orang-orang yang mencerca sama sekali tidak menyurutkan langkah mereka dalam membela agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Aimmatul Jarhi wat Ta’dil, hal. 4)
    Merekalah yang meletakkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini di hadapan mata mereka:

    وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعاً وَلاَ تَفَرَّقُوْا

    “Berpegangteguhlah kalian semuanya dengan tali Allah dan janganlah kalian berpecah-belah.” (Ali ‘Imran: 103)
    Dan firman-Nya:

    فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخاَلِفُوْنَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ

    “Maka hendaklah berhati-hati orang-orang yang menyelisihi perkara/ perintah Rasulullah untuk ditimpakan kepada mereka fitnah atau ditimpakan pada mereka azab yang pedih.” (An-Nur: 63)
    Sehingga mereka adalah orang yang paling jauh dari menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan paling jauh dari fitnah. Merekalah yang menjadikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai dustur mereka:

    فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ حَتَّى يُحَكِّمُوْكَ فِيْماَ شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُوْا فِيْ أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْماً

    “Maka sekali-kali tidak demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam pertikaian yang terjadi di antara mereka, kemudian mereka tidak dapatkan di dalam jiwa mereka rasa berat terhadap apa yang engkau putuskan dan mereka tunduk dengan setunduk-tunduknya.” (An-Nisa`: 65)
    Mereka memuliakan nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah dengan sebenar-benar pemuliaan, mengagungkannya dengan sebesar-besar pengagungan dan mengedepankannya di atas ucapan manusia seluruhnya. Mereka berhukum kepada nash-nash tersebut dalam segala sesuatu dengan rasa ridha yang sempurna dan dada yang lapang, tanpa rasa sempit dan berat. Mereka tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya dengan ketundukan yang sempurna dalam aqidah mereka, ibadah dan muamalah mereka. Kepada merekalah pantas ditujukan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

    إِنَّماَ كاَنَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ إِذَا دُعُوْا إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُوْلُوْا سَمِعْناَ وَأَطَعْناَ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

    “Hanyalah ucapan kaum mukminin bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar diputuskan perkara di antara mereka, mereka pun menyatakan ‘kami mendengar dan kami taat’ , mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An-Nur: 51) [Aimmatul Jarhi wat Ta’dil, hal. 5]
    Di antara nama ulama ahlul hadits yang bisa kita sebutkan di sini, di antaranya:
    – Semua shahabat Nabi, dengan pimpinan mereka Al-Khulafa`ur Rasyidin
    – Tokoh tabi’in (murid para shahabat): Sa’id ibnul Musayyab, ‘Urwah bin Az-Zubair, Ali bin Al-Husain Zainul Abidin, Muhammad ibnul Hanafiyyah, Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud, Salim bin Abdillah bin ‘Umar, Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq, Al-Hasan Al-Bashri, Muhammad bin Sirin, ‘Umar bin Abdil Aziz, dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri.
    – Atba‘ut tabi’in (murid para tabi’in), paling terdepan dari mereka adalah Malik, Al-Auza’i, Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Isma’il bin ‘Ulayyah dan Al-Laits bin Sa’ad.
    – Murid-murid atba‘ut tabi’in, paling utama adalah Abdullah ibnul Mubarak, Waki’ ibnul Jarrah, Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Abdurrahman bin Mahdi, Yahya bin Sa’id Al-Qaththan, ‘Affan bin Muslim.
    – Mereka yang berguru kepada murid-murid atba‘ut tabi’in, yang terdepan adalah Al-Imam Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in dan ‘Ali ibnul Madini.
    – Murid-murid mereka yang masuk dalam kelompok di atas, di antaranya Al-Bukhari, Muslim, Abu Hatim, Abu Zur’ah, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasai.
    – Generasi berikutnya yang berjalan seperti jalan mereka, di antaranya Ibnu Jarir, Ibnu Khuzaimah, Ad-Daraquthni, Al-Khathib Al-Baghdadi, Ibnu Abdil Bar An-Namri, Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah, Ibnu Shalah, Ibnu Taimiyyah, Al-Mizzi, Adz-Dzahabi, Ibnu Katsir7 dan para imam setelah mereka seperti Ash-Shan’ani, Asy-Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab serta kalangan imam dari anak-anak dan cucunya.
    Mereka memiliki banyak sekali karya tulis –dengan jumlah yang tak terhitung– yang berisi bantahan terhadap ahlul bid’ah wa ahwa dan kitab-kitab al-jarh wat ta’dil serta kitab al-jarh secara khusus yang penuh dengan keterangan tentang keadaan ahlul bid’ah seperti kitab Ar-Rad ‘alal Jahmiyyah karya Al-Imam Ahmad, Ar-Rad ‘alal Jahmiyyah dan Ar-Rad ‘ala Bisyr Al-Marisi karya ‘Utsman bin Sa’id Ad-Darimi, kitab-kitab Al-Imam Ahmad dalam masalah rijal, kitab-kitab Ibnu Ma’in, kitab-kitab Al-Bukhari, Al-Al-jarh wat ta’dil karya Ibnu Abi Hatim, kitab-kitab An-Nasa`i dan Ad-Daraquthni, Al-Kamil karya Ibnu ‘Adi, kitab Al-Majruhin karya Ibnu Hibban, Ma’rifatur Rijal karya Jauzajani, Muqaddimah Al-Madkhal karya Al-Hakim, Muqaddimah Al-Mustakhraj karya Abu Nu’aim dan selainnya dari kitab-kitab rijal sebagaimana mereka memiliki banyak karya tulis ilmiah dalam perkara aqidah/ manhaj seperti kitab As-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim, Asy-Syari’ah karya Al-Ajurri, Al-Iman karya Ibnu Mandah, At-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, Syarah Ushulus Sunnah karya Al-Lalikai, serta kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya dan lain-lainnya, yang tidak bisa kami sebutkan semuanya di sini.

    Kritikan Ulama Al-Jarh wa At-Ta’dil Penjagaan terhadap Agama Allah
    Apa yang dilakukan oleh ulama al-jarh wat ta’dil berupa kritikan dan bantahan kepada ahlul bid’ah dan ahwa bukanlah perkara yang mereka ada-adakan atau mereka buat-buat sendiri tanpa pendahulu yang shalih. Tidak pula menunjukkan kotor dan jahatnya hati, maksud dan lisan mereka, sebagaimana hal ini banyak disebarkan dan diserukan oleh du’atul makirin wal ahdzabul hizbiyyin (para penyeru dan pembuat makar serta para da’i hizbiyyun) yang sangat khawatir dan takut dengan kritikan karena akan mematikan mereka dan membinasakan langkah dan keinginan mereka yang busuk. Akan tetapi apa yang mereka serukan sama sekali tidak demikian, wallahi. Bahkan jauh sebelum ulama al-jarh wat ta’dil, hal ini telah dilakukan oleh sebaik-baik manusia setelah para nabi dan rasul, yaitu para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ash-shadiqinash shalihin, dan di antara mereka adalah Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu sebagaimana ditunjukkan dalam hadits dan riwayat di atas. Ketika Abu Umamah melihat kepala orang-orang yang terbunuh dari kelompok ahlul bid’ah yang bernama Khawarij yang dipancangkan di atas tangga masjid Damaskus, ia pun mengatakan: “Anjing-anjing neraka!” (Tuhfatul Ahwadzi, 8/279). Ketika melemparkan gelaran jelek kepada pemilik kepala-kepala yang telah terpenggal tersebut, beliau tidak mencukupkan sekali, bahkan beliau mengulangnya sampai tiga kali.
    Kemudian, apabila ini adalah perkara yang mereka ada-adakan atau mereka buat-buat sendiri tanpa pendahulu yang shalih dan menunjukkan kotor dan jahatnya hati, maksud dan lisan mereka, apakah boleh dan diperkenankan bagi kita untuk mengatakan shahabat ini mulutnya kotor, jahat hati, maksud, dan lisannya? Na’udzubillah min dzalik, semoga Allah menjaga hati, lisan dan perbuatan kita dari mencerca shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam!
    Apa yang dilakukan oleh Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu ini telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam murabbina wa mu’allimuna. Beliaulah yang menggelari Khawarij dengan anjing-anjing neraka, sebagaimana dinyatakan oleh Abu Umamah: “Perkataan seperti itu aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya sekali, bahkan tidak hanya dua, tiga kali!” Dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan sampai tujuh kali.

    لَقَدْ كاَنَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كاَنَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا

    “Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang-orang mengharapkan pertemuan dengan Allah dan hari akhir serta banyak mengingat Allah.” (Al-Ahzab: 21)
    Bila demikian adanya, berarti apa yang dilakukan oleh ulama al-jarh wat ta’dil ini telah dicontohkan oleh sebaik-baik hamba Allah yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menjarh, mengkritik, dan mentahdzir orang yang pantas mendapatkannya.
    Demikian pula halnya dengan anak paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang yang didoakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kefakihan di dalam agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ahli di dalam menafsirkan Al Qur`an, imam para mufassirin, Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma ketika menjarh kelompok bid’ah yang bernama Qadariyyah.
    ‘Atha rahimahullah berkata: “Aku mendatangi Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma yang sedang berada di sumur Zam-zam dalam keadaan bagian bawah pakaiannya basah terkena air.
    “Telah muncul orang-orang yang membicarakan (yakni mengingkari -ed) takdir (Qadariyah, pen.),” kataku kepada Ibnu Abbas.
    “Apakah mereka benar telah melakukannya?” tanya Ibnu ‘Abbas.
    “Iya,” jawabku.
    “Demi Allah, tidaklah turun ayat:

    ذُوْقُوْا مَسَّ سَقَرَ. إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْناَهُ بِقَدَرٍ

    “Rasakanlah oleh kalian azab neraka Saqar. Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan ketetapan takdir.” (Al-Qamar: 48-49) melainkan ditujukan kepada mereka. Mereka itu adalah sejelek-jelek umat ini, jangan kalian jenguk orang yang sakit dari kalangan mereka, jangan kalian shalati orang yang mati dari kalangan mereka. Bila aku melihat salah seorang dari mereka, niscaya aku akan mencungkil kedua matanya dengan dua jariku ini.” (Syarhus Sunnah, Al-Lalikai 4/712, As-Sunanul Kubra, Al-Baihaqi 10/205, sebagaimana dinukil dalam Ijma’ul Ulama ‘alal Hajri wat Tahdzir min Ahlil Ahwa`, hal. 23)
    Asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah berkata: “Membantah ahlul bid’ah, men-jarh mereka dan memperingatkan (tahdzir) manusia dari mereka merupakan perkara pokok dalam Islam, karena hal ini termasuk bab amar ma’ruf nahi mungkar yang paling penting dan juga termasuk bab nasihat yang terpenting kepada Islam dan muslimin. Orang yang pertama kali men-jarh dan men-tahdzir mereka yang menyimpang adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana beliau mentahdzir Khawarij dalam beberapa hadits dan menyifati mereka sebagai sejelek-sejelek makhluk, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela Dzul Khuwaishirah (nenek moyang Khawarij) dan dalil-dalil yang menunjukkan tentang perkara ini banyak sekali.” (Aimmatul Hadits wa Man Sara ‘ala Nahjihim Hum A’lamun Nasi bi Ahlil Ahwa wal Bida’ wa Masyru’iyyatul Jarh wat Ta’dil Minal Akfa’ Lam Tanqathi’, hal. 2)
    Lebih dari itu, mencela dan memberi gelaran buruk kepada orang yang menyimpang dari kebenaran telah pula dinyatakan oleh Dzat yang Maha Tinggi dan Maha Suci keberadaan-Nya dari segala makhluk-Nya, seperti dalam ayat-ayat berikut ini:

    وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْناَهُ آياَتِناَ فَانْسَلَخَ مِنْهاَ فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطاَنُ فَكاَنَ مِنَ الْغاَوِيْنَ. وَلَوْ شِئْناَ لَرَفَعْناَهُ بِهاَ وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى اْلأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِآياَتِناَ فاَقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ

    “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab). Kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu ia diikuti oleh syaitan sampai dia tergoda. Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menuruti hawa nafsunya yang rendah, maka permisalan dirinya seperti anjing, bila engkau menghalaunya dijulurkannya lidahnya dan bila engkau membiarkannya, anjing itu tetap menjulurkan lidahnya. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.” (Al-A’raf: 175-176)

    وَلَقَدْ ذَرَأْناَ لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ لَهُمْ قُلُوْبٌ لاَ يَفْقَهُوْنَ بِهاَ وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ يُبْصِرُوْنَ بِهاَ وَلَهُمْ آذَانٌ لاَ يَسْمَعُوْنَ بِهاَ أُولَئِكَ كَاْلأَنْعاَمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغاَفِلُوْنَ

    “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami. Dan mereka memiliki mata namun tidak dipergunakannya untuk melihat. Dan mereka punya telinga tetapi tidak diperguna-kannya untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih bodoh lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf: 179)

    أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُوْنَ أَوْ يَعْقِلُوْنَ إِنْ هُمْ إِلاَّ كَاْلأَنْعاَمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيْلاً

    “Apakah engkau (Muhammad) mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat jalannya daripada binatang ternak itu.” (Al-Furqan: 44)
    Sehingga kita katakan di sini, orang-orang yang mengingkari perkara ini adalah orang yang tidak faham sama sekali apa yang dia baca di dalam Al Qur‘an yang dia baca setiap harinya dan di dalam hadits-hadits yang shahih atau memang dia tidak pernah membacanya sehingga dengan kejahilannya menjadikannya jahil murakkab? Wallahul musta’an.
    Para imam al-jarh wat ta’dil tidak hanya memberikan jarh kepada ahlul bid’ah wa ahwa` namun mereka juga menjaga agama ini dengan menjaga hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pemalsuan dan kedustaan, membicarakan perawi-perawi hadits dan menjelaskan keadaan mereka, sehingga bila perawi itu lemah terlebih seorang pendusta, maka mereka membicarakannya, mengkritiknya dan menolak haditsnya. Namun apabila dipelajari dan diteliti, para perawi keadaanya tidak demikian, bahkan merupakan rawi yang pantas diterima periwayatannya, maka diterima haditsnya dan periwayatannya. Di antara kritikan mereka:
    1. Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata tentang seorang perawi hadits yang bernama Talid bin Sulaiman Al-Muharibi: “Dia tidak teranggap, dia seorang pendusta yang mencerca ‘Utsman radhiallahu ‘anhu. Dan setiap orang yang mencela ‘Utsman atau Thalhah atau salah seorang dari shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia dajjal, tidak ditulis haditsnya, dan dia akan memperoleh laknat Allah, para malaikat dan manusia.” (At-Tarikh, 2670)
    Al-Hakim rahimahullah berkata: “Madzhabnya jelek, mungkarul hadits.” (Al-Madkhal, 1/174)
    2. Ishaq bin Rahawaih rahimahullah berkata: “Negeri Khurasan mengeluarkan tiga orang yang tidak ada tandingannya dalam kebid’ahan dan kedustaan yaitu Jahm bin Shafwan, ‘Umar bin Shabh, dan Muqatil bin Sulaiman.”
    3. Ahmad ibnu Hanbal rahimahullah berkata: “Habib bin Abi Hilal matruk (ditinggalkan).” (Bahrud Dam hal. 105). Demikian juga Al-Imam Ahmad berkata tentang Al-Hasan ibnu Dzakwan: “Hadits-haditsnya batil.” (Bahrud Dam hal. 114)
    4. Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata: “Dawud ibnu Al-Muhabbir mungkarul hadits, keberadaannya seakan-akan tidak teranggap/ ternilai.” (Adh-Dhu’afa` Ash-Shagir hal. 18. Al-Hafidz rahimahullah berkata tentangnya: “Matruk, dan kebanyakan kitabul ‘aql yang dia tulis hadits-haditsnya palsu.” (At-Taqrib hal.140)
    5. Al-Imam An-Nasai rahimahullah mengatakan tentang Asy’ats ibnu Sa’id As-Samman: “Tidak punya nilai.” (Adh-Dhua’fa` wal Matrukin hal.56)
    Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

    1 Satu kelompok dari Khawarij yang dinisbatkan kepada Nafi’ bin Al-Azraq, salah seorang tokoh Khawarij.
    2 Zaman terputusnya wahyu dan tidak adanya rasul yang diutus di tengah umat
    3 Kiamat tidak akan ditimpakan kecuali pada sejelek-jelek makhluk. Adapun orang yang memiliki iman semuanya telah meninggal ketika mencium angin sewangi misik yang berhembus menjelang datangnya hari kiamat (Fathul Bari, 1/206).
    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُمُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْياَءُ

    “Termasuk sejelek-jelek manusia adalah orang yang hari kiamat menemui mereka dalam keadaan mereka masih hidup.” (HR. Al-Bukhari no. 7067)
    Dalam riwayat Muslim (no. 2949) disebutkan dengan lafadz:

    لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ إلاَّ عَلىَ شِرَارِ النَّاسِ

    “Tidak akan datang hari kiamat kecuali (menimpa) atas sejelek-sejelek manusia.”
    4 Sebagian umat ini akan tetap di atas al-haq selama-lamanya (Fathul Bari, 1/206)
    5 Asy-Syaikh Rabi‘ bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah berkata: “Imam-imam Islam seperti Ibnul Mubarak, Yazid bin Harun, Ibnul Madini, Ahmad bin Hambal, Al-Bukhari dan para imam yang lain di antaranya Al-Khathib Al-Baghdadi, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Rajab telah menafsirkan Al-Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah ini adalah ahlul hadits dan orang yang bermadzhab ahlul hadits.” (Manhaj Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wath Thawa`if, hal. 18)
    6 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    تَفَرَّقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أوِ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتْ أُمَّتِي عَلىَ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً

    “Yahudi akan terpecah menjadi 71 atau 72 golongan dan umatku akan berpecah menjadi 73 golongan.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah, dihasankan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Zhilalul Jannah fi Takhrij As Sunnah, hal. 50)
    7 Dan kami tambahkan ulama ahlul hadits dan para imam al-jarh wat ta’dil pada zaman ini baik itu yang masih hidup –mudah-mudahan Allah mengokohkan mereka dan diberikan umur yang panjang di dalam pembelaan agama-Nya– ataupun yang telah Allah panggil disisi-Nya, semoga Allah merahmati mereka semuanya dengan rahmat-Nya yang lapang– sesuai yang kami ketahui dan penyebutan kami disini bukan sebagai pembatasan, di antaranya:
    Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdurahman Al-Mu’allimi Al-Yamani, Asy-Syaikh Al-Muhaddits Ahmad Syakir, Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh, Al-’Allamatusy Syaikh Abdullah Ibnu Humaid, Asy-Syaikh Al-Muhaddits wal Mufassir Muhammad Amin Asy-Syinqithi, Asy-Syaikh Al-’Allamatu Abdurrahman As-Sa’di, Syaikhul Islam Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Imamul Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Al-Mujahid As-Salafi Hamud Tuwaijiri, ‘Allamatud Dunya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al-’Allamatusy Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Guru kami Al-Muhaddits Imam Ahlis Sunnah fil Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, Al-’Allamah Shahibul Manhaj Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Al-Muhadditsul Faqih Ahmad bin Yahya An-Najmi, Al-’Allamah Asy-Syaikh Al-Mujahid Zaid bin Muhammad Al-Madkhali, Imam Al-Jarh wat Ta’dil Syaikhul Muhaddits Rabi’ Ibnu Hadi Al-Madkhali, Al-’Allamah Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-’Abbad, Mufti Mamlakah As-Su’udiyah ‘Allamatus Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alusy Syaikh, Al-Ma’ali Al-’Allamah Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, Shahibul Manhajis salim Al-’Allamah Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri, dan ulama ahlil hadits lainnya.

    http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=267

  20. abu zahra berkata:

    assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

    sesuai judul postingan ini,
    memang pencarian akan hidayah adalah perjalanan yang penuh dengan kesukaran bagi ikhwan yang masih membawa taashub dan hawa nafsu serta tak membuka hati untuk kebenaran yang ia cari. bagaimana ia akan menemukan hidayah, jika hasil pencariannya selalu ia perbandingkan dan persandingkan dengan nafsu dan keinginannya?

    sekedar sharing aja, saya yang dari main musik underground kemudian menjadi pengagum syeh siti jenar, kemudian menjadi pengagum buku AMT dan STSK. saya juga sempat berpemahaman untuk mesalah ibadah dan amaliyah saya ngambil dari salafy, kemudian tentang manhaj perjuangan saya tetap dengan memegang hawa nafsu saya yang mengagumi AMT. bagaimana mungkin bisa seperti ini? bagaimana mungkin kebenaran model comot sana comot sini? sampai dengan akhirnya saya bertanya jawab dengan seorang ikhwan dan merubah pemahaman saya bahwa kebenaran dalam berislam ini tidaklah harus sejalan dengan pola pikir dan pemikiran kita yang suka atau tidak, namun haruslah berdasar dengan Al Quran dan Hadits yang shahih. bukankah syarat diterimanya suatu ibadah adalah ikhlas dan ittiba kepada Rasulullah shallallahu alaihi wassalam? dan dengan mengucap bismillah saya mulai melepaskan syubhat-syubhat yang ada di hati untuk menjadi muslim yang berpegang Al Quran dan Sunnah sesuai pemahaman as salafu as shalih.

    benar tidaknya sebuah manhaj tidaklah diukur dengan banyaknya pengikut dan diterimanya manhaj tersebut oleh mayoritas umat ini. namun dasar kebenarannya adalah seberapa kuat dalil yang menjadi pijakannya.

    masihkan kita akan menutup hati kita dari kebenaran dengan benteng nafsu pemikiran kita?

    wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

  21. abu khalid berkata:

    ilmu hadis adalah ilmu khusus dalam keseluruhan ulum syar’iyyah, tidak setiap ulama yang kita kenal dari zaman ke zaman, mereka mutamakkin, mencapai rutbah ahli tahqiq dalam ilmu hadis. kemudian, dalam ilmu hadis, ada ilmu jarh wat ta’dil yang lebih khusus lagi, yang tidak semua musytagilin bil hadis memiliki ilmu ini.

    oleh karena itu, mari bertakwa kepada Allah untuk tidak berbicara tentang si fulan dan si fulan dengan dalil ilmu jarh wat ta’dil yang telah menjadi tradsi ulama itu. apalagi sudah berupa vonis bid’ah (tab’di’) secara mu’ayyan.

    ada kaidah menyatakan, “tidak setiap orang yang terjatuh kepada kebid’ahan berarti ia seorang ahli bid’ah. oleh karena itu, perkataan ulama salaf yang begitu keras dan tegas terhadap ahli bid’ah dan hawa nafsu, jangan sekali-kali kita terapkan sembarangan.

  22. Difas berkata:

    Mungkin perlu butuh perincian dari apa yang disampaikan oleh al akh Abu Khalid. Siapakah yang dimaksud dalam ucapannya “mari bertakwa kepada Allah untuk tidak berbicara tentang si fulan dan si fulan dengan dalil ilmu jarh wat ta’dil ”

    Siapa yang dimaksud dengan si fulan dan si fulan itu?Kalo baca di artikel “Ulama Al Jarh wa At Ta’dil, Sosok Penjaga dan Pembela Agama Allah” disana jelas bahwa itu ditujukan kepada tokoh2 kesesatan (ahli bid’ah) atau firqoh2 yang menyimpang dari manhaj salaf.

    Dan saya rasa inilah yang telah dilakukan oleh para Ulama kita dimasa sekarang, dimana mereka memperingatkan akan bahayanya kelompok2 yang menyimpang dan pimpinan2nya.

Tinggalkan komentar

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image