Askar Wanita di Masjid Nabawi dan Teriakan, ‘Ibu, dhudhuk!’

Madinah – “Ibu..ibu…ini jalan!”
“Keluar!”
“Khuruj (keluar)!”
“Mundur!”
“Maju!”
“Thoriq! (jalan!)
“Laa!” (tidak)
“Maafii!” (Tidak ada)
“Ruh!” (keluar)
“Hajjah..hajjah, please!”

Setiap jamaah haji wanita yang menunaikan sholat di Masjid Nabawi, Madinah, tentu akrab dengan kosa kata di atas. Itu adalah sepatah-dua patah kata yang biasa diteriakkan oleh petugas keamanan/penjaga pintu wanita yang oleh jamaah kita sering disebut askar. Tugas mereka adalah memeriksa tas jamaah dan mengatur tempat salat.

Karena jamaah berasal dari aneka bangsa, para askar sepotong-dua potong mempelajari bahasa jamaah selain Arab sebagai bahasa utama. Dan karena jamaah Indonesia mendominasi, wajar mereka juga sedikit tahu kata penting dalam bahasa kita.

Bahasa asing itu didapat lewat kursus intensif yang diadakan oleh Kantor Urusan Pintu-pintu Masjid Nabawi. Selain mempelajari bahasa asing, kursus itu juga mengajarkan ilmu bagaimana menghadapi jamaah dan bertindak di saat darurat. Masjid Nabawi memiliki 86 pintu. Masjid ini terbesar kedua di dunia setelah Masjidil Haram di Makkah yang memiliki 176 pintu.

Tak semua askar yang rata-rata keturunan migran mampu mengeja dengan fasih. Misalnya menyebut ‘penuh’ (full), mereka berkata,”panuh” atau “ponuh.”

Dibanding askar pria, askar wanita lebih agresif berteriak memberi instruksi pada jamaah. Para askar muda usia itu terpaksa bertindak “tegas” karena jamaah wanita kadang membandel. Misalnya ketika dibilang bagian dalam masjid sudah penuh, ada jamaah yang tetap nekat duduk di tengah jalan. Bila jamaah yang nekat itu berwajah Melayu, askar akan berkata,”Ibu..ibu..ini jalan!”

Sejumlah jamaah Indonesia juga sesekali “menawar” larangan askar. “Arep salat kok dikongkon metu! (Mau salat kok disuruh keluar-red),” kata jamaah asal Jawa. Dia lalu ndeprok di tengah jalan.

Namun dibanding jamaah asing, jamaah Indonesia lebih mau mendengar larangan askar. Misalnya seorang wanita berkulit hitam menerobos ke tengah barisan jamaah, padahal sudah tidak ada space lagi. Disuruh keluar oleh askar, tidak mau. “It is not good, there’s no place,” kata seorang jamaah wanita asal Pantai Gading mengomentari wanita satu benuanya itu.

Askar wanita memakai baju tradisional abaya, yaitu kain hitam longgar yang menutupi sekujur tubuh. Mereka juga memakai niqab (cadar), sehingga hanya terlihat kedua matanya saja. Sesekali ada yang mengangkat sedikit abayanya, sehingga terlihat bagian baju di balik abaya yaitu rok jeans biru panjang dan kaos panjang warna merah.

Mereka mengenakan tanda pengenal berupa kartu terbuat dari kertas warna pink yang dilaminating, bertuliskan nomor. Ada askar yang bernomor 1060, ada juga yang bernomor 260. Askar yang mengenakan tanda pengenal pink merupakan askar musiman, direkrut saat ramai, seperti musim haji sekarang ini.

Sedang askar yang mengenakan tanda pengenal warna hijau adalah polisi wanita. Yang mengenakan pengenal warna kuning adalah penceramah. Namun yang paling menonjol tentu askar musiman yang mengenakan kartu merah muda.

Di setiap pintu utama yang menjadi akses memasuki bagian dalam masjid, askar ber-ID warna pink memeriksa gembolan jamaah wanita. Bila ada kamera, iPad/notebook, handycam, atau ponsel berkamera, askar menyuruh jamaah menitipkan ke bagian penitipan barang. Kalau enggan menitipkan, ya silakan salat di pelataran masjid yang dilindungi oleh langit.

Tak ada jamaah yang lolos dari pemeriksaan tas sehingga sering terjadi kemacetan di pintu masuk. Sejumlah jamaah menyembunyikan Hp berkamera atau Blackberry yang telah dimatikan di kaos kaki atau dikempit di ketiak.

Setelah jamaah lolos pemeriksaan di pintu dan memasuki bagian dalam masjid, maka personel askar lainnya akan ganti memberi ‘instruksi-instruksi’ seperti di atas.

Bila bagian dalam masjid telah penuh, maka askar akan berada di pelataran masjid dan melarang jamaah menuju ke pintu-pintu masuk. “Panuh…panuh!” kata mereka kepada jamaah berwajah Melayu. Atau berkata,”Ibu…dhudhuk, dhudhuk!” maksudnya menyuruh jamaah ambil shaf/duduk di pelataran saja, tidak usah maju-maju mencoba masuk ke dalam. Apa yang dikatakan askar itu sering menimbulkan senyum lucu jamaah Indonesia dan negeri jiran Malaysia, yang jumlahnya tak seberapa.

Para askar rata-rata berwajah Arab dan Afrika. Tak tampak yang berwajah keturunan Melayu. Wajah Melayu, maksudnya Indonesia, biasanya menjadi tenaga kebersihan. Para TKW ini hilir mudik di dalam masjid untuk mengepel tumpahan air zamzam, mendorong tempat sampah, dsb. Sesekali para TKW yang berkulit kuning dan telah mahir berbahasa Arab tersebut ngobrol dengan askar.

Pemeriksaan ketat terhadap jamaah wanita tak terlalu terlihat pada jamaah pria. Askar pria hanya memeriksa secara sporadis dan sepintas lalu. Misalnya mereka baru akan memeriksa jamaah pria yang membawa tas terlalu besar, lalu menyuruhnya keluar. Alhasil, jamaah pria leluasa berfoto ria — termasuk di raudlah (tempat mustajab untuk berdoa di bagian lama Masjid Nabawi) — bahkan mengambil gambar dengan handycam. Teriakan dalam kosa kata bahasa Indonesia, tidak terdengar.

(nrl/nvc) | detikNews

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Arab Saudi, Haji, INFO SUNNIY, Madinah, Masjid Nabawi
1 comments on “Askar Wanita di Masjid Nabawi dan Teriakan, ‘Ibu, dhudhuk!’

Tinggalkan komentar

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image