Menyandarkan Kenikmatan dan Karunia Kepada Selain Allah Azza wajalla Merupakan Perbuatan Kufur

asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Sulaiman al-Qar’awi

Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan Bani Israil: orang yang berpenyakit kulit, si botak, dan si buta.
Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menguji mereka dengan mengutus seorang malaikat, lalu mendatangi orang yang berpenyakit kulit, lalu bertanya: “Apa yang paling engkau sukai?” Ia menjawab: “Warna kulit yang indah, kulit yang bagus, dan hilang penyakit yang karenanya manusia merasa jijik dariku.” Maka malaikat itu pun mengusapnya, maka hilanglah penyakit tersebut dan ia diberi warna kulit yang indah. Lalu dikatakan kepadanya: “Harta apa yang paling engkau sukai?” ia menjawab: “Unta.” Maka ia pun diberi unta betina yang sedang bunting, dan dikatakan kepadanya: “Baarokallaahu laka fiiha (Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi berkah untukmu).”
Lalu malaikat itu mendatangi si botak dan bertanya: “Apa yang paling engkau sukai?” Ia menjawab: “Rambut yang indah dan hilangnya apa yang membuat manusia merasa jijik dariku.” Malaikat itu pun mengusapnya sehingga hilanglah botaknya dan dia diberi rambut yang indah. Lalu dia ditanya: “Harta apa yang paling engkau sukai?” Ia menjawab: “Sapi.” Maka ia pun diberi sapi betina yang bunting. Lalu dikatakan kepadanya: “Baarokallaahu laka fiiha (Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi berkah untukmu).”

Lalu malaikat itu mendatangi si buta, dan berkata seperti yang diucapkan kepada yang sebelumnya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengembalikan penglihatannya dan diberi seekor kambing yang bunting.
Tidak lama kemudian harta mereka berkembang biak. Sehingga yang pertama memiliki satu lembah unta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga memiliki satu lembah kambing.
Lalu datanglah malaikat tersebut kepada orang yang pernah berpenyakit kulit, dalam bentuk dan keadaannya yang dulu lalu berkata: “Aku orang miskin. Aku sudah tidak punya bekal dalam perjalananku. Tidak ada yang dapat melanjutkan perjalananku kecuali karena Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian karena engkau. Aku meminta kepadamu dengan nama Dzat yang telah memberikan kepadamu warna kulit yang indah, kulit yang bagus, dan harta, agar engkau berikan aku seekor unta sehingga aku dapat melanjutkan perjalananku.” Ia menjawab: “Banyak hak-hak manusia yang harus ditunaikan.” Si miskin berkata: “Sepertinya aku mengenalmu, bukankah dahulu engkau berpenyakit kulit dan manusia merasa jijik darimu, miskin, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ini semua kepadamu?” Ia menjawab: “Sesungguhnya aku mewarisi harta ini dari nenek moyangku yang mulia secara turun-temurun.” Maka si miskin berkata: “Jika engkau berdusta, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengembalikanmu seperti dulu. ”
Lalu ia (malaikat) mendatangi si botak dan berkata kepadanya seperti yang dikatakan kepada sebelumnya, dan si botak pun menjawab seperti jawaban orang sebelumnya (yang berpenyakit kulit). Maka ia (malaikat) berkata: “Jika engkau berdusta, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengembalikan engkau seperti dulu.”
Lalu ia (malaikat) mendatangi si buta dalam bentuk dan keadaannya (yang dahulu), kemudian berkata: “Aku orang miskin, yang kehabisan bekal dalam perjalananku. Tidak ada yang mewujudkan keinginanku hari ini kecuali dengan bantuan Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian bantuanmu. Aku meminta kepadamu dengan nama Dzat yang telah mengembalikan penglihatanmu agar engkau berikan aku seekor kambing yang dapat menyampaikanku dalam perjalananku.” Maka ia menjawab: “Dahulu aku buta, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengembalikan penglihatanku. Maka ambillah harta mana yang engkau inginkan dan tinggalkan yang mana yang engkau mau. Demi Allah, aku tidak merasa berat padamu pada hari ini dengan sesuatu yang engkau mengambilnya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Maka malaikat itu menjawab: “Jagalah hartamu, sesungguhnya kalian hanyalah diuji. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah meridhaimu, dan murka terhadap dua temanmu.” (Muttafaq ‘alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Penjelasan per-kata

Bani Israil: mereka anak-anak keturunan nabi Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim al-Khalil ‘Alaihimus Salam. Adapun Israil adalah laqab (julukan) nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam.

Botak: tidak memiliki rambut di kepalanya.

Menguji mereka: yakni mengetes mereka.

Manusia merasa jijik dariku: yakni ditinggalkan manusia dengan sebab tersebut dan enggan mendekatiku.

Maka hilanglah penyakit tersebut: yakni sembuh dari botaknya.

Bunting: yakni hamil.

Tidak lama kemudian harta mereka berkembang biak: yakni berkembang harta mereka dan ternak mereka terus melahirkan anak-anaknya.

Yang kehabisan bekal dalam perjalananku: yakni sebab-sebab yang dengannya untuk mencari rizki.
Menyampaikanku: yakni bantuan perantara untuk menuju keinginanku.

Sesungguhnya aku mewarisi harta ini dari nenek moyangku yang mulia secara turun-temurun: Yakni aku mewarisi dari ayahku dan kakek-kakekku.

Aku tidak merasa berat padamu: yakni tidak keberatan padamu untuk merelakan apa-apa yang engkau ambil.

Penjelasan global

Allah Subhanahu wata’ala mengkabarkan kepada nabinya Shallallahu’alaihi wasallam dalam kisah yang shahih ini tentang tiga orang fakir dari kalangan bani Israil yaitu orang yang berpenyakit kulit, si botak, dan si buta. Allah ingin mengetes keimanan mereka dengan mengutus malaikat kepada mereka untuk menyembuhkan penyakit mereka dan memberikan mereka apa yang mereka maukan dari kenikmatan.

Setelah itu (beberapa lama kemudian) Allah mengutus kembali malaikat yang tadi dan meminta bantuan kepada masing-masing dari mereka dengan sesuatu kebutuhan dari harta.

Malaikat mengingatkan nikmat-nikmat yang Allah karuniakan kepada mereka, namun orang yang dulunya berpenyakit kulit dan botak menyangkal nikmat yang Allah karuniakan kepada keduanya, adapun orang yang dulunya botak bersyukur atas nikmat yang Allah karuniakan kepadanya.

Maka Allah Subhanahu wata’ala murka kepada dua orang pertama dan mencabut nikmat dari keduanya dan ridha kepada orang ketiga dan mengekalkan nikmat untuknya.

Faidah Ayat ini

1. Penetapan mu’jizat nabi Shallallahu’alaihi wasallam.
2. Menyandarkan kenikmatan kepada selain Allah Azza wajalla merupakan perbuatan kufur dan menyebabkan hilangnya nikmat tersebut.
3. Menyandarkan kenikmatan kepada Allah Azza wajalla merupakan perbuatan syukur dan menyebabkan kekalnya nikmat tersebut.
4. Penetapan kehendak makhluk akan tetap hal itu mengikuti kehendak Allah Azza wajalla dan keinginan-Nya.
5. Penetapan sifat Allah Maha Ridha.
6. Penetapan sifat Allah Maha Murka.

Kaitannya ayat ini dengan tauhid

Hadits ini sebagai dalil haramnya menyandarkan kenikmatan kepada selain Allah Subhanahu wata’ala karena hal itu adalah perbuatan menyekutukan Allah Ta’ala dalam perkara rububiyah.

[Dinukil dari kitab Al Jadid Syarhu Kitabut Tauhid, Karya asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Sulaiman al-Qar’awi]

Baca juga 5 artikel terakhir di Blog Sunniy Salafy:

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Al Jadid Syarah Kitabut Tauhid, Tauhid Prioritas Utama

Tinggalkan komentar

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image