Dakwah Kepada Syahadat Laa Ilaaha illallah

asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Sulaiman al-Qar’awi

al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah menyebutkan bahwasanya ada 3 maratib (tingkatan) dakwah menurut keadaan mad’u (objek dakwah):

1. Sekiranya dia adalah seorang yang benar-benar mencari al-haq (kebenaran), menyukainya, dan lebih mengedepankan kebenaran ketimbang yang lainnya jika dia mengetahuinya, maka serulah dia dengan hikmah. Dia tidak perlu mau’izhah dan debat.

2. Sekiranya dia adalah seorang yang benar-benar sulit menerima al-haq, namun jika dia mengetahuinya niscaya dia akan lebih mengedepankan al-haq dan mengikutinya, maka dia perlu mau’izhah, targhib, dan tarhib (nasihat yang meyakinkan, motivasi, dan peringatan).

3. Sekiranya dia adalah seorang yang benar-benar membantah dan berpaling (dari kebenaran), maka orang ini perlu didebat dengan cara yang baik karena sesungguhnya dia akan ruju’ (kembali kepada al-haq), namun jika tidak, engkau debat dia lagi apabila memungkinkan. (Lihat tafsir al-Qayyim, hal. 344)

Berkata asy-Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim: Tidak bisa tidak, dalam berdakwah ilallah itu memiliki 2 syarat:

1. Hendaknya engkau ikhlas untuk mencari wajah Allah Azza wajalla.
2. Hendaknya engkau berada di atas sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.

Karena sesungguhnya jika seorang da’i kehilangan syarat pertama maka ia syirik, dan jika seorang da’i kehilangan syarat kedua maka ia mubtadi’ (ahlul bid’ah).

Demikian pula wajib atas seorang da’i hendaknya berilmu tentang apa-apa yang dia anjurkan dan tentang apa-apa yang dia cegah. Bersikap lemah lembut dalam perkara yang dia anjurkan dan dalam perkara yang dia cegah. (Lihat khasyiatan Kitabut Tauhid, hal. 55)

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: “Inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yusuf: 108)

Penjelasan per-kata

Sabili: jalanku dan sunnahku

Mengajak kepada Allah: yakni kepada agama Allah dan surga-Nya

Bashirah: ilmu dan bukti kebenaran yang syar’i (al-Quran dan as-sunnah) dan masuk logika

Yang mengikutiku: yakni yang mengikuti jejakku

Maha Suci Allah: Yakni Allah Maha Mulia dan Maha Agung dari perbuatan menjadikan untuk-Nya sekutu dan tandingan-tandingan

Penjelasan global

Allah Subhanahu wata’ala menyuruh nabi-Nya dalam ayat ini untuk mengajarkan manusia dan menjelaskan kepada mereka akan jalannya dan sunnahnya. Dan bahwasanya manhaj kehidupannya, beliau dan orang-orang yang mengikutinya adalah berdakwah kepada agama Allah dan mentauhidkannya. Dan bahwasanya yang demikian itu di atas ilmu dan burhan (bukti kebenaran), beliau dan orang-orang yang mengukuti jejaknya dan yang membenarkannya.

Dan bahwasanya Allah Maha Mulia dan Maha Agung dari perbuatan menjadikan untuk-Nya sekutu dalam perkara rububiyah, nama-nama, dan sifat-Nya. Dan bahwasanya Nabi Shallallahu’alaihi wasallam berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.

Faidah Ayat ini

1. Wajibnya ikhlas dalam berdakwah ilallah
2. Hendaknya dakwah ditegakkan di atas hujjah dan burhan (dalil-dalil yang nyata dari al-Quran dan as-Sunnah)
3. Wajib untuk berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya
4. Tidak sah suatu amalan kecuali ada tuntunannnya dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
5. Wajibnya mengagungkan Allah Ta’ala dari apa-apa yang merendahkan dengan kemulian-Nya

Ayat ini menunjukkan bahwa jalan nabi Shallallahu’alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikutinya adalah menyeru kepada agama Islam dan inilah urgensi dakwah kepada syahadat Laa Ilaaha illallah.

[Dinukil dari kitab Al Jadid Syarhu Kitabut Tauhid, Karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Sulaiman Al Qar’awi, hal. 62-63]

Baca juga 5 artikel terakhir di Blog Sunniy Salafy:

Kami adalah penuntut ilmu, seorang sunniy salafy

Ditulis dalam Al Jadid Syarah Kitabut Tauhid, Tauhid Prioritas Utama

Tinggalkan komentar

KALENDER HIJRIAH

"Bukan suatu aib bagi seseorang untuk menampakkan manhaj Salafus Shalih, menisbatkan diri dan bersandar kepadanya bahkan wajib menerimanya dengan (menurut) kesepakatan para ulama karena sesungguhnya manhaj Salafus Shalih itu tidak lain hanyalah kebenaran." (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa 4/149)

:: Pengunjung Blog Sunniy Salafy disarankan menggunakan Google Chrome [Klik disini] supaya daya jelajah anda lebih cepat ::

Radio Sunniy Salafy

Kategori
Permata Salaf

image