asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Sulaiman al-Qar’awi
Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari sebagian istri Rasulullah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda :
مَنْ أَتَى عَرَّافاً فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْئٍ فَصَدَّقَهُ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal kemudian bertanya sesuatu lalu dia mempercayainya, maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (HR. Muslim, no. 2230. Ucapan ‘lalu dia mempercayainya’ tidak berasal dari riwayat Muslim, akan tetapi berasal dari riwayat Imam Ahmad, 4/28)
Penjelasan per-kata
Tukang ramal : yakni orang yang mengaku mengetahu perkara yang telah berlalu, untuk menunjukkan kepada orang yang datang kepadanya barang yang hilang atau tempat yang tersembunyi atau yang semacamnya.
Tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari : yakni tidak mendapatkan pahala shalatnya selama 40 hari, namun tidak melazimkan dia untuk meninggalkan shalat selama 40 hari.
Penjelasan global
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkabarkan dalam hadits ini bahwasanya barangsiapa yang pergi ke dukun dari kalangan tukang ramal untuk dia menanyakan sesuatu dari perkara ghaib lalu dia membenarkannya (mempercayainya) dengan apa yang tukang ramal itu katakan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengharamkan pahala shalatnya selama 40 hari. Itulah hukuman baginya yang mendahuluinya (langsung diberikan di dunia) akibat kesalahan dan dosa besar.
Faidah hadits ini
1. Haramnya praktik perdukunan.
2. Haramnya mempercayai kabar dari tukang ramal.
3. Telah diharamkan dari insan balasan ketaatan sebagai hukuman baginya atas perbuatan maksiat.
Hadits ini menunjukkan atas bahwasanya praktik perdukunan dan percaya dengan ucapan tukang ramal itu haram. Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam mengingkari sikap membenarkan tukang ramal dikarenakan hal ini sama dengan menjadikan tandingan bagi Allah Ta’ala dalam perkara ghaib.
[Dinukil dari kitab al-Jadid Syarhu Kitabut Tauhid, Penulis asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Sulaiman al-Qar’awi, hal. 238-239]
Baca juga 5 artikel terakhir di Blog Sunniy Salafy:
Tinggalkan komentar